Oleh : Kanti Rahmillah, M.Si
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan dalam APEC Economic Leaders’ Meeting sesi ke-2 di Hwabaek International Convention Centre (HICO), Gyeongju, Republik Korea, pada Sabtu, 1 November 2025, bahwa pemanfaatan akal imitasi atau artificial intelligence (AI) dan teknologi tinggi menjadi kunci bagi Indonesia dalam mempercepat pengentasan kemiskinan serta memperkuat ketahanan pangan. Prabowo berkomitmen untuk menuntaskan kemiskinan dan kelaparan dengan langkah cepat dan terukur.
Saat ini, Indonesia sudah menggunakan AI di sektor pertanian untuk mengembangkan teknik pertanian yang presisi dan modern. Target swasembada pangan yang semula ditetapkan dalam empat tahun, berkat penerapan teknologi, dapat dicapai jauh lebih cepat dari yang direncanakan.
Analisis
Teknologi AI memang menjadi solusi untuk meningkatkan produksi. Hanya saja, yang patut diperhatikan adalah potensi lahirnya persoalan baru jika tata kelolanya tidak dibenahi. Misalnya, teknologi AI seperti robot pemanen dan drone penyemprot pupuk yang dipastikan akan menggantikan tugas manusia. Kondisi ini berpotensi menghilangkan mata pencaharian buruh tani.
Selain itu, penetrasi teknologi AI diprediksi akan mengalami banyak kendala mengingat mayoritas petani menurut BPS 2023 adalah lulusan SD dan termasuk keluarga miskin. Walhasil, kehadiran korporasi yang memiliki tim ahli dan modal kuat diprediksi akan menguasai sektor pertanian, sementara para petani kehilangan mata pencahariannya.
Persoalan selanjutnya adalah teknologi AI yang dibanggakan itu hanya menyentuh aspek produksi, namun nihil terhadap persoalan distribusi. Padahal, akar persoalan justru terletak pada distribusi. Lihat saja, tahun ini beras surplus namun harganya tetap tinggi. Meski sudah ada bantuan beras dari pemerintah untuk keluarga miskin, angka kelaparan tetap tinggi.
Produksi memang perlu dibenahi, namun persoalan krusial hari ini bukan terletak pada produksi, melainkan distribusi. Buktinya, Bulog untuk kesekian kalinya membuang gabah kering karena sudah tidak layak konsumsi. Di waktu yang sama, banyak warga mengeluhkan sulitnya mengakses pangan pokok seperti beras karena harganya mahal.
Mengapa pemerintah abai terhadap distribusi? Inilah konsekuensi dari diterapkannya tata kelola negara kapitalistik. Negara hanya berfungsi sebagai regulator yang berlepas tangan terhadap kebutuhan rakyatnya. Rakyat dipaksa berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan pangannya di tengah kebijakan yang tidak memihak mereka.
Teknologi ibarat pisau bermata dua: ia memiliki potensi membawa kemaslahatan bagi umat manusia sekaligus membawa kemudaratan dalam kehidupan. Maka, beralih kepada tata kelola Islam, insyaallah penggunaan AI akan membawa umat manusia pada kebaikan dalam hidupnya.
Tata Kelola Islam
Islam tidak menolak teknologi, tapi juga tidak mendewakannya. Teknologi ada untuk membantu manusia memenuhi kebutuhannya, sehingga digunakan sesuai dengan kebutuhan. Teknologi AI dalam pertanian adalah sebuah kemajuan yang harus didukung dengan tata kelola yang baik, yakni Islam.
Dalam upayanya mewujudkan kedaulatan pangan demi terciptanya ketahanan pangan individu per individu, negara akan mengatur seluruhnya, baik produksi maupun distribusinya. Negara akan memastikan suplai aman dan sampai kepada rakyat. Inilah persoalan utama yang harus segera diselesaikan demi terpenuhinya hak warga negara.
Penggunaan AI pada sektor pertanian harus dilihat secara komprehensif, baik dari sisi produksi, distribusi, maupun kesejahteraan petani. Misalnya, teknologi AI seperti robot pemanen dan drone penyemprot hama akan benar-benar bermanfaat tanpa menyisakan persoalan pengangguran. Sebab, Khilafah memiliki sejumlah mekanisme untuk menjamin seluruh rakyatnya memiliki pekerjaan dan terpenuhi seluruh kebutuhan pokoknya.
Islam memiliki kebijakan ihyaaul mawat (menghidupkan lahan mati) dan larangan menelantarkan tanah lebih dari tiga tahun:
“Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
“Orang yang memagari tidak punya hak (atas tanahnya) setelah tiga tahun berturut-turut (ditelantarkan).” (HR. Abu Yusuf dan Abu ‘Ubaid)
Dengan memberlakukan kebijakan ini, akan tercipta keadilan dalam kepemilikan tanah. Maka, robot pemanen dan drone penyemprot hama benar-benar bisa digunakan tanpa meninggalkan persoalan baru.
Negara yang berfungsi sebagai pengurus umat akan menetapkan kebijakan yang berfokus pada kemaslahatan umat. Inilah yang dapat mewujudkan kedaulatan pangan serta terpenuhinya ketahanan pangan individu per individu—tanpa menyisakan persoalan baru.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar