Dijual Tiga Kali, Tragedi Bilqis dan Krisis Keamanan Anak di Negeri Ini


Oleh : Ummu Hanif Haidar

Sungguh miris, terjadi penculikan seorang balita Bilqis (4 tahun) di sebuah taman, di Makassar. Parahnya setelah terungkap, Bilqis dijual berkali-kali melalui suatu jaringan perdagangan anak. Kejadian pertama oleh SY (30) dari Makassar senilai Rp 3 juta, lalu NH menjualnya ke MA dan AS di Jambi senilai Rp 15 juta, dan akhirnya korban dijual kembali ke kelompok Suku Anak Dalam di Jambi seharga Rp 80 juta. Lewat tiktok dan whatsapp, keempat pelaku memperdagangkan total 9 bayi dan 1 anak. Ini merupakan sindikat, bukan kasus tunggal (detik.com). 

Dalam kasus Bilqis sindikat ini beroperasi lintas provinsi. "Adopsi Illegal" menjadi modus dalam perdagangan tersebut. Alurnya dengan cara membeli harga rendah anak tersebut, kemudian menjualnya kembali dengan harga lebih tinggi di Jambi. Balita di bawah 5 tahun, dianggap paling mudah karena memiliki “nilai jual” lebih tinggi. 

Dalam penyelidikan polisi, kemungkinan adanya jaringan yang lebih besar, ini merupakan sindikat terstruktur. Masyarakat adat awalnya meyakini bahwa Bilqis adalah anak angkat atau “anak terlantar”, bukan korban penculikan, jadi mereka tidak menyadari bahwa Bilqis adalah korban penculikan, menurut penyelidikan polisi. (Swaraindependen.com) 

Menurut pengakuan masyarakat adat mereka membeli anak tersebut untuk “perbaikan keturunan”, bukan dengan motif eksploitasi ekonomi. Jelas pelaku sindikat memanfaatkan kepercayaan masyarakat adat. Sampai-sampai memerlukan waktu 2 hari untuks bernegosiasi dengan masyarakat adat untuk mengembalikan Bilqis ke pihak berwenang. (Jambi One). 

Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adat sebagai “korban tipu daya” sindikat, bukan sebagai pelaku. 


Jaminan Keamanan Anak yang Lemah

Jaminan keamanan anak lemah dalam artian bahwa hukumnya kuat, tapi penegakannya lemah. UU Perlindungan Anak dan UU TPPO di Indonesia sudah ada dan sangat tegas, namun minimnya pengawasan di lapangan. Pihak berwenang seringkali reaktif, setelah besar kasusnya baru bergerak. Antara pihak kepolisian, dinas sosial, unit perlindungan perempuan dan anak, desa/RT/RW seringkali terpecah. Belum terjadi kesolidan antar pihak-pihak tersebut. Keamanan anak diserahkan pada keluarga masing-masing. Tidak bisa diserahkan pada negara. Sungguh ironi.

Kejahatan akan rentan terjadi pada masyarakat yang tergolong miskin atau terpinggirkan. Bisa terjadi karena akses informasi yang terbatas dan pendidikan rendah. Ketergantungan yang tinggi terhadap pihak luar juga acap kali menjadikan mudah menjadi sasaran penipuan. Hal ini merupakan sasaran empuk bagi pelaku kejahatan. Terlebih lagi masyarakat seperti ini tidak mudah untuk melapor. Seringkali kasusnya tidak tercatat. Kasusnya pun rentan berulang.


Jaminan Keamanan Anak dalam Islam

Dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW bersabda : “Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari). 

Seorang imam atau khalifah dalam hadist ini ditegaskan sebagai pemimpin tertinggi dalam Islam, bukan sekadar pemegang kekuasaan, tetapi penjaga, pengatur, dan pelayan urusan rakyat. Seorang imam wajib memastikan keamanan, keadilan, kesejahteraan, serta penerapan hukum Allah bagi seluruh masyarakat. Imam memiliki tanggungjawab menjaga agama, melindungi jiwa dan harta, memastikan kebutuhan dasar terpenuhi, hingga mencegah kezaliman. Jangan sampai terdapat kelalaian atau kezhaliman pemimpin, karena hal itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Dalam syariat Islam, keamanan anak bukan hanya dibebankan satu pihak, tapi menjadi tanggung jawab berlapis. Anak dalam Islam adalah pihak yang harus dilindungi secara total, baik fisik, mental, moral, maupun masa depannya.

Tanggungjawab berlapis itu dibebankan pada orang tua, masyarakat, aparat hisbah, kepolisian dan khalifah. Syurtoh (kepolisian) dalam Islam untuk menangani kriminalitas terhadap anak, patroli keamanan, menindak pelaku dengan cepat, mencegah kerentanan di tempat umum. Sementara, aparat hisbah memastikan agar lingkungan aman dari konten, perilaku, dan interaksi yang merusak anak. Setiap pasar, ruang bermain, sekolah, dan fasilitas umum tidak menjadi tempat bahaya atau penipuan.  Semua bekerja dalam satu sistem untuk memastikan anak tumbuh dalam lingkungan. Inilah gambaran perlindungan generasi dalam Islam sebagai bagian dari amanah kepemimpinan.


Penutup

Kasus penculikan anak bukan sekadar kejahatan individual, tetapi bukti lemahnya sistem yang seharusnya melindungi generasi. Sistem Islam memberikan jaminan penuh keamanan anak. Semua komponen terkait bersinergi menjaga keamanan anak. Termasuk telah disiapkan sangsi tegas bagi pelaku kejahatan terhadap anak. Sehingga tertutuplah celah kejahatan berikutnya di masyarakat. Negara pun memiliki pandangan bahwa setiap anak sebagai amanah yang kelak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Wallahua'lam bisshowab.


Sumber :

https://www.swaraindependen.com/2025/11
https://www.jambione.com/news
https://www.detik.com/sulsel/makassar/d-8202994
https://www.detik.com/jateng/hukum-dan-kriminal/d-8203582




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar