Pandangan Islam Atas Peran Perempuan di Tengah Narasi Pengembangan UMKM


Oleh : Noura (Pemerhati Sosial dan Generasi)

Talkshow "Hijrah Menuju Usaha Berkah" yang digelar di Hotel Puri Senyiur Samarinda pada 12 November 2025 menghadirkan beragam tokoh, mulai dari Kepala Kemenag Kota Samarinda, Kepala Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, hingga mubalighoh dan aktivis perempuan. Acara ini digagas sebagai kolaborasi KPRK MUI dan PPUMI, dengan semangat mendorong inovasi gizi, ekonomi, dan ekologi. Di forum itu, para narasumber menekankan pentingnya peran perempuan dalam pengembangan ekonomi umat melalui UMKM.

Pada permukaan, program ini tampak progresif dan inspiratif. Menjadikan perempuan mendapatkan akses ke ranah yang lebih luas. Namun ketika dianalisis lebih dalam, narasi ini mengundang pertanyaan: benarkah ini "hijrah" yang menghadirkan keberkahan? Ataukah justru narasi yang menjauhkan perempuan dari fitrah peran yang Allah SWT tetapkan?


Membaca Fenomena dengan Jernih

Di lapangan, perempuan-termasuk santri dan para mubalighoh—kian didorong untuk mengambil tanggung jawab ekonomi. Moderasi beragama dan isu inovasi ekonomi dijahit sedemikian rupa sehingga seolah-olah peran perempuan harus diperluas hinga ke ruang publik demi menjadi bagian dari solusi ekonomi bangsa. Narasinya terlihat elegan, tetapi memiliki konsekuensi serius: tergerusnya peran utama yang secara fitrah dan syariat justru paling mulia bagi perempuan. 

Alih-alih membahas akar persoalan ekonomi umat yakni beban hidup yang semakin berat akibat penerapan sistem kapitalistik, minimnya peran negara dalam menjamin kesejahteraan, dan rapuhnya fungsi laki-laki sebagai pencari nafkah. Beban malah dialihkan kepada perempuan dengan dalih "pemberdayaan". Bagaimana mungkin usaha disebut berkah jika perempuan harus meninggalkan peran pokoknya demi menopang pemenuhan kebutuhan ekonomi?

Dan yang lebih disayangkan, para tokoh tampil satu suara tanpa ada kritik. Padahal, mereka memiliki posisi strategis untuk menegur kebijakan yang menyimpang dari fitrah dan syariat serta mengingatkan penguasa agar kembali kepada aturan Allah SWT.

Fenomena "peran yang tertukar" antara laki-laki dan perempuan ini bukan muncul tiba-tiba. Ia merupakan hasil dari sistem Kapitalisme sekuler. Sehingga umat tidak memahami fitrah peran laki-laki dan fitrah peran perempuan. Tanpa adanya upaya penyadaran Islam kaffah dan pemahaman politik Islam mengenai bagaimana Islam mengatur fitrah peran, tentu Islam akan semakin terpinggirkan.


Kemuliaan Fitrah Peran Perempuan dalam Islam

Dalam Islam, perempuan tidak dibebani mandat sebagai penghasil cuan atau penopang ekonomi keluarga. Allah telah menetapkan peran paling mulia bagi mereka sebagai ummun wa rabbatul bayt—ibu dan pengelola rumah tangga—sebuah posisi strategis yang justru menjadi fondasi lahirnya generasi yang kuat dan masyarakat yang stabil. Kemuliaan ini ditegaskan Rasulullah SAW dalam sabdanya:  “Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari-Muslim).

Peran ini bukan bentuk pembatasan, melainkan pengangkatan derajat, karena dari tangan perempuan yang menjaga rumah tangga dengan iman dan ketakwaan, lahir anak-anak yang berkepribadian Islam, suami yang tenang, dan keluarga yang kokoh. Di sinilah Islam menempatkan perempuan pada kedudukan yang terhormat—bukan di arena kompetisi ekonomi, tetapi di pusat peradaban: rumah tangga yang ia bina dengan penuh kemuliaan.

Syariat juga menetapkan siapa yang memikul tanggung jawab nafkah. Allah berfirman: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan … karena mereka menafkahkan sebagian harta mereka.” (QS. An-Nisa: 34)

Ketetapan ini bukan sekadar aturan sosial, tetapi struktur yang menjaga keseimbangan. Islam menata tugas sesuai fitrah: laki-laki memikul beban nafkah, perempuan mengawal pembentukan generasi.

Lalu bagaimana peran ulama dan para tokoh perempuan hari ini dalam menjaga kejelasan peran tersebut? Peran ulama dan muballighoh semestinya tidak berhenti pada memberikan motivasi spiritual atau memberikan dukungan terhadap program-program populer, tetapi justru menjadi kompas moral yang mengarahkan umat agar kembali pada ketentuan Allah. Mereka memikul amanah besar untuk menuntun perempuan muslimah kembali pada fungsi utamanya sebagai pendidik generasi dan penjaga rumah tangga—peran yang Allah muliakan dan jadikan fondasi kokohnya masyarakat. Pada saat yang sama, ulama wajib menyerukan dengan tegas kepada para suami dan laki-laki agar menjalankan tanggung jawab nafkah secara penuh, tidak melemparkannya kepada perempuan atas nama pemberdayaan atau tuntutan ekonomi. Suara ulama dan muballighoh inilah yang seharusnya menjadi counter arus Kapitalisme yang terus menggeser peran keluarga, sekaligus penjaga agar umat tidak terseret dalam kebijakan yang menjauhkan mereka dari fitrah yang telah Allah tetapkan. Islam mengingatkan: “Sebaik-baik jihad adalah kalimat yang benar di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud)

Artinya, ulama dan mubalighoh tidak boleh hanya menyampaikan apa yang nyaman didengar, tetapi berani menjaga ketetapan syariat dari distorsi zaman.

Dalam Islam, negara memikul tanggung jawab langsung untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan setiap individu, bukan membebankan hal itu kepada keluarga—apalagi kepada perempuan. Melalui pengelolaan kekayaan umum, mekanisme zakat, serta kebijakan ekonomi yang tunduk pada syariat, negara memastikan rakyat hidup dalam kecukupan tanpa harus terjerumus pada tekanan ekonomi yang memaksa perubahan peran. Dengan demikian, laki-laki dapat menjalankan kewajiban nafkahnya secara layak, sementara perempuan terlindungi untuk fokus pada perannya yang paling strategis dalam keluarga. Inilah bentuk kesejahteraan yang sejati dalam Islam: teratur, adil, dan berorientasi pada penjagaan fitrah, sehingga kehidupan masyarakat berjalan selaras dengan aturan Allah dan melahirkan keberkahan yang menyeluruh.

Wallahu'alam bishawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar