Ketika Air Dikuasai Korporasi, Islam Hadir dengan Solusi Hakiki


Oleh: Noura (Pemerhati Sosial dan Generasi) 

Air sejatinya adalah sumber kehidupan. Namun di bawah sistem ekonomi kapitalis, air berubah status menjadi komoditas bernilai jual tinggi. Fakta di lapangan menunjukkan banyak sumber air di berbagai daerah kini dikuasai korporasi besar, seperti perusahaan air minum dalam kemasan yang menggali sumur bor dalam demi pasokan pabrik.

Akibatnya, masyarakat sekitar sumber air justru kesulitan mendapatkan air bersih. Ketika industri menumpuk keuntungan dari air tanah, rakyat harus membeli air galon dengan harga tinggi. Inilah potret ketimpangan paling absurd di tengah bumi yang kaya sumber daya.


Eksploitasi yang Menjadi Dhoror Ekologis

Pengambilan air tanah dalam secara besar-besaran telah menimbulkan penurunan muka air tanah, hilangnya mata air alami, amblesan tanah, hingga kerusakan ekosistem di wilayah sekitarnya.

Namun, perusahaan tetap leluasa beroperasi karena sistem perizinan dan regulasi yang lemah. Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSDAN) maupun Kementerian PUPR belum mampu menghentikan arus privatisasi air.

Dalam sistem kapitalis, sumber daya selalu dilihat sebagai “aset produksi”, bukan amanah publik. Hasilnya, air yang seharusnya menyejukkan kehidupan justru menjadi pemicu konflik sosial dan ekologis.


Logika Kapitalisme: Komersialisasi Segala Hal

Kapitalisme selalu berangkat dari logika profit. Semua yang bisa dijual akan dijual, termasuk air. Maka, tidak mengherankan jika praktik bisnis kerap menabrak etika.
Label hijau, sertifikasi halal, dan jargon keberlanjutan hanyalah bungkus moral palsu untuk melanggengkan keuntungan.


Pandangan Islam: Air untuk Semua

Islam memandang air sebagai bagian dari kepemilikan umum. Negara dalam sistem Islam (Khilafah) wajib mengelola dan mendistribusikan air secara adil tanpa diskriminasi. Air tidak boleh menjadi objek bisnis, tetapi menjadi sarana pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Rasulullah ï·º bersabda: “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang, dan api, dan harganya haram.” (HR. Ahmad)

Dengan demikian, praktik bisnis air minum dalam kemasan yang mengeksploitasi mata air untuk profit bertentangan dengan prinsip Islam.


Solusi Islam atas Kapitalisasi Air

Islam menawarkan solusi yang menyeluruh dan hakiki. Air, sebagai sumber daya vital, ditetapkan sebagai kepemilikan umum (milkiyyah ‘ammah) yang tidak boleh dimiliki individu atau korporasi. Pengelolaan dan distribusinya menjadi tanggung jawab negara sebagai pelaksana amanah umat, bukan sebagai makelar kepentingan korporasi.

Negara dalam sistem Islam mengelola sumber daya air melalui institusi Baitul Mal, memastikan seluruh rakyat mendapatkan akses air bersih secara merata dan terjangkau. Tidak ada ruang bagi privatisasi, lisensi eksploitasi, atau jual beli hak publik. Negara akan menutup segala celah bisnis yang menjadikan air sebagai komoditas.

Selain itu, Islam melarang segala bentuk komodifikasi terhadap hajat hidup orang banyak. Air, listrik, bahan bakar, dan energi tidak boleh dijadikan objek komersialisasi. Prinsip syariah menempatkan kebutuhan publik di atas kepentingan industri. Setiap kebijakan ekonomi wajib menjamin kemaslahatan dan keadilan bagi masyarakat.

Negara Islam juga menerapkan pengawasan lingkungan berbasis syariah, menyeimbangkan antara pemanfaatan dan pelestarian alam. Allah telah memperingatkan dalam firman-Nya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)

Eksploitasi akuifer dalam yang mengeringkan sumber air warga jelas merupakan bentuk kerusakan yang diharamkan. Maka, sistem Islam akan menutup ruang eksploitasi yang merusak ekosistem, sekaligus menegakkan keadilan yang menjadi hak setiap masyarakat.

Wallahu'alam bishawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar