Kisah Ammar, Narkoba, dan Nusakambangan


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Di tengah kabar perpindahan penahanan Ammar Zoni ke Lapas Nusakambangan karena terlibat dugaan peredaran narkoba di Rutan Salemba, Ustaz Derry Sulaiman muncul melalui unggahan di akun Instagram pribadinya pada Kamis (16/10/2025) mengatakan soal surat yang Ammar Zoni tulis. Dia memperlihatkan surat yang ditulis tangan oleh Ammar Zoni. Surat itu datang pada hari pengiriman Ammar Zoni ke Nusakambangan.

Ustaz Derry Sulaiman memperlihatkan halaman pertama yang ditulis oleh Ammar Zoni. Ammar Zoni disebut menulis surat tersebut lebih dari satu halaman. Halaman pertama berisi sanggahan atas berita di media yang menyebutnya sebagai bandar/pengedar. Sementara halaman dua dan tiga berisi kronologi versinya yang akan dibacakan oleh pengacaranya nanti di persidangan karena ada beberapa poin yang sangat sensitif.

Diketahui, Ammar Zoni kepergok mengedarkan narkoba jenis sabu dan tembakau sintetis di dalam Rutan Salemba, Jakarta Pusat. Aksinya itu ketahuan saat petugas rutan mencurigai gerak-gerik Ammar Zoni. Dalam aksinya, mantan pesinetron itu tidak sendirian. Ammar Zoni mengedarkan narkoba di dalam Rutan Salemba bersama lima orang lainnya, yakni A, AP, AM Alias KA, ACM, dan MR.

Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa Ammar Zoni dan rekan-rekannya menggunakan aplikasi Zangi untuk berkomunikasi dalam menjalankan peredaran narkoba di dalam rutan. Ammar Zoni mendapat barang haram itu dari seseorang yang berada di luar Rutan Kelas I Jakarta Pusat Salemba. Zangi merupakan aplikasi pengiriman pesan privat yang dikembangkan untuk menjamin keamanan digital para penggunanya. (detikNews, 16/10/2025).

Terlepas isi kronologis itu apakah benar adanya atau masih bagian dari aktingnya. Sebab bukan sekali dua kali ia terjerat dalam kasus yang sama. Dan tidak menutup kemungkinan bukan hanya satu Ammar, bertemunya yang lainnya di Rutan ternyata bukan dipakai taubat atau sekedar introspeksi diri melainkan dipakai reuni dan melakukan kejahatan berjamaah.

Dan kasus narkoba di dalam lapas tidak hanya terjadi di Rutan Salemba. Dalam waktu yg berdekatan, di Lapas Kelas IIA Jambi (13/10/2025) ada upaya penyelundupan narkoba jenis sabu yang disembunyikan dalam makanan, tetapi berhasil digagalkan petugas. Pada 2024 petugas Lapas Narkotika Kelas II A Tanjungpinang menggagalkan penyelundupan narkoba jenis sabu dan ganja dalam botol sabun cair.

Terbongkarnya transaksi narkoba di dalam lapas mempertegas bahwa narkoba sudah menjadi barang dagangan yang laris manis dicari berbagai kalangan, dari rakyat biasa, artis, pejabat, ibu rumah tangga, hingga aparat penegak hukum. Narkoba seperti tidak pernah habis dibabat secara tuntas. 

Sulitnya pemberantasan narkoba disebabkan adanya permintaan domestik yang tinggi. Populasi penduduk muda yang besar membuat Indonesia menjadi sasaran empuk jaringan bisnis narkoba, baik regional maupun internasional. Sepanjang 2024 BNN telah mengungkap 13 jaringan sindikat narkotika nasional dan 14 jaringan sindikat internasional. Berdasarkan laporan Indonesia Drugs Report 2025, sebaran kasus narkotika mencapai 46.748 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 61.439 orang.

Angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia pada tahun 2024 telah mencapai 3,3 juta orang dengan didominasi oleh generasi muda. Indonesia sudah menjadi target pasar dan bahkan menjadi salah satu produsen narkoba di dunia, hal ini membuat kondisi Indonesia menjadi negara darurat narkoba (PPATK, 5/12/2024).

Kondisi ini diperparah dengan adanya keterlibatan aparat penegak hukum, baik sebagai pecandu, pengedar, bahkan bandar. Kita tentu mengingat terungkapnya kasus penjualan barang bukti sabu seberat lima kilogram yang menyeret mantan jenderal berbintang di institusi penegak hukum beberapa waktu lalu. Sungguh ironis, jika penegak hukumnya saja mudah terjebak kasus narkotika, apalagi masyarakatnya.

Penegakkan hukum dalam upaya memberantas narkoba belum memberi efek jera. Sebagai contoh, kebanyakan pengguna narkoba hanya disanksi dengan rehabilitasi tanpa dipidana. Padahal, baik pengguna, pengedar, atau bandar sama-sama melakukan pelanggaran hukum.

Apalagi jika bicara tentang eksekusi mati bagi pelaku narkoba. Para pegiat HAM akan berteriak kencang bahwa hukuman mati melanggar hak asasi dan memicu aksi balas dendam. Adanya vonis mati bagi pelaku saja belum memberi efek jera, apalagi sanksinya hanya penjara, rehabilitasi, dan pengasingan.

Semua faktor tersebut tidak muncul dengan sendirinya. Ini merupakan efek domino penerapan sistem kehidupan sekuler kapitalisme. Asas sekularisme menjadikan visi misi kehidupan hanya berorientasi materi. Asas ini mendorong individu berperilaku konsumtif dan hedonistik. Ketika kesenangan materi yang dikejar, segala cara dilakukan demi mencapai sesuatu yang disebut kebahagiaan materi. Di sisi lain, gaya hidup liberal yang dijajakan sistem sekuler akan membuat seseorang merasa bebas melakukan apa saja, termasuk memilih jalan yang salah dengan menjadi pengguna, pengedar, bahkan produsen barang haram seperti narkoba.

Dalam sistem kapitalisme, tekanan ekonomi dan ketimpangan sosial dapat menciptakan kondisi yang mendukung munculnya kejahatan narkoba, seperti kemiskinan dan ketidaksejahteraan. Kadang kala, kesempitan hidup mendorong dan memaksa seseorang mengambil jalan pintas untuk mencukupi kebutuhannya. Alhasil, narkoba menjadi cara cepat dan instan untuk meraih pundi-pundi uang. Narkoba juga kerap menjadi obat penenang ketika keresahan hidup melanda. Setiap tahun sering kali bermunculan wajah baru pecandu dan pengedar narkoba. Pelaku kejahatan narkoba kini berasal dari berbagai kalangan, yakni ibu rumah tangga, pelajar, artis, selebgram, hingga aparat.

Sistem kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan berpotensi memperkuat jaringan ekonomi gelap, salah satunya adalah perdagangan narkoba. Tanpa peduli halal/haram, merusak atau tidak, selama mendatangkan untung, narkoba pun dianggap sebagai bisnis yang harus dipertahankan. Jadi, untuk memberantas narkoba hingga ke akarnya, yang perlu dibenahi dan diberantas tuntas ialah sistem yang memicu kejahatan narkoba, yakni kapitalisme yang menjadi induk dari kejahatan.

Dari aspek hukum Islam, narkoba hukumnya haram. Ada ulama yang mengharamkan karena meng-qiyas-kannya dengan keharaman khamar. Sedangkan ulama lain berpandangan narkoba haram karena melemahkan akal dan jiwa. Pendapat ini berdasarkan hadis dengan sanad sahih dari Ummu Salamah ra., beliau mengatakan, “Rasulullah Saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” Menurut Rawwas Qal’ahjie dalam Mu’jam Lughah Al Fuqoha` hlm. 342, yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. Jadi, dengan kejelasan haramnya narkoba, negara dalam sistem Islam tidak akan berkompromi dengan narkoba, apa pun bentuk dan jenisnya. Apalagi narkoba telah mendatangkan bahaya bagi masyarakat.

Upaya memberantas narkoba harus dilakukan dengan solusi sistemis, yaitu upaya pencegahan dan penindakan yang efektif. Negara Khilafah Islamiah bisa melakukan upaya tersebut dengan berbagai mekanisme, di antaranya:

Pertama, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dalam rangka membentuk ketakwaan komunal. Pendidikan Islam akan membentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai Islam. Dengan menjadikan Islam sebagai kurikulum pendidikan dan pola asuh di setiap keluarga, setiap individu akan memiliki cara pandang yang sama perihal keharaman narkoba dan segala bentuk kemaksiatan yang dilarang Allah SWT.
Sistem pendidikan Islam juga akan melahirkan individu taat dari tingkat keluarga hingga lingkaran pejabat negara. Para pejabat dan penegak hukum dalam Islam benar-benar amanah dalam menjalankan tugasnya karena dasar keimanan dan takwa pada Allah SWT.

Kedua, melakukan fungsi pengontrolan dan pengawasan setiap perbuatan dan tempat-tempat yang menjurus pada kemaksiatan dan kejahatan. Peran masyarakat sangat penting dalam melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Ketika ada indikasi perbuatan individu yang melanggar Islam, masyarakat bisa langsung mengadukan dan melaporkannya ke pihak berwenang setelah sebelumnya menasihati atau mengingatkan individu tersebut.

Ketiga, negara memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar pada rakyat. Jika negara bisa memberikan jaminan kesejahteraan, angka kejahatan akan berkurang. Begitu pun dengan lapangan kerja yang tersedia, negara tidak akan membiarkan rakyat berbisnis dengan barang-barang yang diharamkan. Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang halal dan berkeadilan.

Keempat, menegakkan sanksi hukum Islam bagi pelaku kejahatan. Islam memang mengakui adanya rehabilitasi bagi pengguna narkoba, tetapi bukan berarti para pengguna bebas dari sanksi pidana. Sistem Islam mengatur sanksi dalam penyalahgunaan narkoba adalah sanksi takzir. Takzir adalah sanksi bagi kemaksiatan yang di dalamnya tidak ada had dan kafarat, yakni sanksi-sanksi atas berbagai macam kemaksiatan yang kadar sanksinya tidak ditetapkan oleh Asy-Syari’ (Allah SWT. dan Rasul-Nya).

Asy-Syari’ telah menyerahkan sepenuhnya hak penetapan kadar sanksi kemaksiatan tersebut kepada kadi. Atas dasar ini, kadi akan mempertimbangkan kemaksiatan tersebut—dengan sifatnya sebagai wakil Khalifah dalam masalah peradilan. Ini berarti sesungguhnya Asy-Syari’ telah menyerahkan hal itu kepada Khalifah dan lebih utama lagi bahwa Asy-Syari’ telah menyerahkan urusan tersebut kepada kadi (Syekh Abdurrahman al-Maliki, Nizham al-Uqubat wa Ahkam al-Bayyinat hlm. 230).

Syekh Abdurrahman al-Maliki dalam kitab Nizham al-Uqubat wa Ahkam al-Bayyinat hlm. 272 menjelaskan garis besar sanksi bagi produsen, pengedar, dan pembeli barang haram seperti narkotika:
Setiap orang yang memperdagangkan narkotika semisal ganja (hashis), heroin, dan sejenisnya dianggap sebagai tindak kejahatan, pelakunya akan dikenakan sanksi jilid dan penjara sampai 15 tahun, ditambah denda yang akan ditetapkan oleh kadi.
Setiap orang yang menjual, membeli, meracik, mengedarkan, dan menyimpan narkotika akan dikenakan sanksi jilid dan dipenjara sampai lima tahun, ditambah dengan denda yang nilainya ringan.
Setiap orang yang menjual anggur, gandum, atau apa pun yang darinya bisa dibuat khamar, sedangkan ia tahu bahwa bahan-bahan tersebut untuk membuat khamar, baik ia menjualnya secara langsung atau dengan perantara, ia akan dikenakan sanksi jilid dan penjara mulai dari enam bulan hingga tiga tahun. Dalam hal ini dikecualikan bagi warga negara Islam yang nonmuslim yang memang dalam agamanya dibolehkan mengonsumsi narkotika.
Setiap orang yang membuka tempat tersembunyi (terselubung) atau terang-terangan untuk memperdagangkan narkotika (obat-obat bius), ia akan dikenakan sanksi jilid dan penjara hingga 15 tahun.
Setiap orang yang membuka tempat untuk menjual barang-barang yang memabukkan, baik dengan cara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, akan dikenakan sanksi jilid dan penjara sampai lima tahun lamanya.

Kelima, penjara merupakan salah satu jenis takzir, yaitu sanksi yang kadarnya ditetapkan Khalifah. Dalam kitab Nizham al-Uqubat wa Ahkam al-Bayyinat karya Syekh Abdurrahman al-Maliki disebutkan bahwa pemenjaraan memiliki arti mencegah atau menghalangi seseorang untuk mengatur diri sendiri. Artinya, ia diberi batasan dalam melakukan aktivitas. Ia hanya diberi kebebasan beraktivitas sebatas keperluan asasnya sebagai manusia, seperti makan, minum, buang air, dan istirahat. Sanksi pemenjaraan sudah pernah dicontohkan Rasulullah Saw. dan para Khalifah setelahnya.

Karena penjara adalah tempat menghukum para pelanggar dan pelaku kriminal, fungsinya harus memberi rasa takut dan cemas. Lampu tidak boleh terang dan tidak boleh ada alat komunikasi atau hiburan. Semua diperlakukan sama, baik pelaku berasal dari orang kaya atau miskin. Para napi tetap diperlakukan secara manusiawi, tapi tidak diistimewakan. Dalam Islam, hak-hak napi sebagai manusia tetap dipenuhi. Pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid, para napi dibuatkan pakaian khusus sesuai musimnya. Ada pemeriksaan secara berkala terkait kesehatan mereka.

Islam menetapkan secara rinci dalam mencegah dan menangani kejahatan narkoba. Memberantas narkoba harus dimulai dengan memberantas ideologi dan paradigma sekuler kapitalisme yang menjadi akar masalah kejahatan narkoba dan pelanggaran hukum lainnya. Semua itu hanya bisa dilakukan melalui penerapan sistem Islam kaffah dalam naungan negara Khilafah.

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar