Stimulus Semu: Kapitalisme Gagal Menyejahterakan Rakyat


Oleh: Anindya Vierdiana 

Pemerintah kembali menggulirkan berbagai program populis untuk menekan angka kemiskinan dan pengangguran. Setelah Bantuan Langsung Tunai (BLT) digelontorkan, kini hadir pula Program Magang Nasional yang disebut-sebut sebagai “strategi cepat” menciptakan lapangan kerja. Namun, di balik kemasan kesejahteraan itu, publik seharusnya bertanya: apakah kebijakan semacam ini benar-benar solusi, atau sekadar tambal sulam dari sistem ekonomi yang telah gagal sejak dasarnya?


BLT dan Magang: Solusi Jangka Pendek yang Berulang

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, BLT Kesra 2025 akan menjangkau 35 juta keluarga penerima manfaat atau sekitar 140 juta jiwa (Setneg, 17/10/2025). Di saat yang sama, Kementerian Ketenagakerjaan menyiapkan Program Magang Nasional 2026 untuk 100 ribu peserta. Gelombang pertama bahkan sudah diikuti oleh lebih dari 156 ribu pendaftar dengan 1.668 perusahaan.

Sekilas, kebijakan ini tampak menyejukkan. Namun, jika ditelisik lebih dalam, BLT dan program magang hanyalah penenang sementara dari sistem ekonomi kapitalistik yang cacat secara struktural.

Kemiskinan di negeri ini bukan karena rakyat malas, melainkan karena mereka dimiskinkan secara sistemik. Pendapatan stagnan, sementara harga kebutuhan pokok dan tarif layanan publik terus merangkak naik. Dalam sistem kapitalisme, semua aspek kehidupan (pendidikan, kesehatan, hingga energi) diperlakukan sebagai komoditas. Negara berperan hanya sebagai regulator, bukan pelindung rakyat.


Dunia Pendidikan yang Terjebak Logika Pasar

Masalah pengangguran juga tak kunjung usai. Lulusan pendidikan terus bertambah, tetapi lapangan kerja makin menyempit akibat otomatisasi industri. Ironisnya, sistem pendidikan saat ini lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan industri, bukan untuk mencetak generasi pemikir dan pencipta solusi.

Lulusan perguruan tinggi akhirnya menjadi buruh intelektual, bahkan bekerja di sektor informal yang tak sesuai bidangnya. Di sisi lain, masuknya tenaga kerja asing menambah ketatnya kompetisi di pasar kerja. Negara seolah membiarkan rakyat bersaing dalam sistem pasar bebas yang kejam, sementara tanggung jawab penyediaan kerja justru dialihkan kepada individu.

Padahal, menjamin tersedianya lapangan kerja adalah kewajiban negara, bukan beban pribadi rakyat.


Cacat Bawaan Kapitalisme

Sistem kapitalisme selalu gagal menyejahterakan rakyat karena sejak asasnya berpihak pada pemilik modal. Negara hanya memberi stimulus jangka pendek tanpa menjamin kesejahteraan jangka panjang. Akibatnya, kemiskinan menjadi siklus yang tak berujung, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Selama kebijakan ekonomi masih berpijak pada logika pasar dan liberalisasi sumber daya, rakyat hanya akan menerima remah “bantuan” dari meja penguasa, sementara kekayaan negeri terus mengalir ke tangan segelintir elit ekonomi.


Islam: Solusi Menyeluruh dan Sistemik

Berbeda dengan kapitalisme, Islam memiliki sistem ekonomi yang adil dan komprehensif. Negara dalam Islam berfungsi sebagai ra‘in (pengurus urusan umat), bukan sekadar fasilitator pasar.

Beberapa mekanisme nyata yang diterapkan dalam sistem Islam antara lain:

Negara mengelola sumber daya alam secara mandiri, hasilnya digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat, bukan diserahkan kepada swasta.

Membangun industri dasar dan alat berat untuk membuka lapangan kerja luas.

Distribusi tanah mati kepada rakyat yang siap mengelolanya, agar petani memiliki sumber penghidupan tetap.

Pelatihan keterampilan bagi laki-laki, sementara perempuan tidak diwajibkan bekerja, karena peran utamanya adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.

Pendidikan dan layanan kesehatan gratis bagi seluruh warga, agar tidak ada yang terhambat belajar atau berobat karena faktor ekonomi.


Dengan sistem ini, kesejahteraan rakyat bukan bergantung pada bantuan tunai, tetapi dijamin oleh negara melalui kebijakan yang menyentuh akar persoalan.


Negara sebagai Pengurus, Bukan Penonton

Rasulullah saw. bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)

Dalam Islam, pemimpin wajib memastikan setiap rakyat hidup layak dan tidak kekurangan. Jika masih ada rakyat yang kelaparan, menganggur, atau miskin, maka itu menjadi tanggung jawab langsung penguasa di hadapan Allah Swt.


Penutup

BLT dan program magang hanyalah stimulus semu dari sistem yang pincang. Selama ideologi kapitalisme masih dijadikan pijakan, kebijakan apa pun hanya akan mengulang siklus kemiskinan dan kesenjangan sosial.

Islam justru menawarkan sistem alternatif yang hakiki. Menempatkan negara sebagai pelayan rakyat, bukan pelayan modal. Kesejahteraan sejati hanya akan terwujud jika sistem Islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.

Wallahu a‘lam bisshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar