Banjir, Longsor dan Pohon Tumbang Menghantui Tatkala Hujan


Oleh : Reshi Umi Hani (Aktivis Muslimah)

Beberapa titik di wilayah Bontang merasakan dampak guyuran hujan beberapa waktu lalu, mulai dari banjir, tanah longsor hingga tumbangnya pepohonan. Sekarang debit air sudah mulai sorot, namun tak dapat dihindari takala datang hujan maka ancaman banjir selalu menghantui. Tidak hanya banjir kabut asap akibat kebakaran hutan juga menyelimuti Bontang. Banjir serupa pun juga terjadi di kota-kota lainnya termasuk di wilayah Samarinda.

Hujan dengan sederet ancaman yang menyertainya baik banjir, longsor, pohon tumbang, bahkan kematian anak larut seakan sudah biasa terjadi. Padahal musibah banjir ini jangan dianggap biasa atau menolerir keadaan. Ekosistem alam terganggu hujan yang membawa berkah berubah menjadi musibah.

Berulangnya bencana banjir yang melanda tanah air erat kaitannya dengan pembangunan wilayah yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam. Pembangunan properti telah mengubah bentang alam di daerah hulu sehingga terjadi degradasi atau deforestasi kawasan hutan. Begitu juga dengan pembangunan fasilitas umum, seperti jalan, sekolah, dan rumah sakit.

Berbagai pembangunan tersebut dilakukan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan. Demi mengejar cuan, pembangunan dilakukan secara serampangan. Inilah model pembangunan ala kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan dan abai atas dampak terhadap lingkungan dan tata kota secara keseluruhan. Akibatnya, rakyat yang menjadi korban. Terjadi korban jiwa, rumah warga terendam, penduduk harus mengungsi. Setelah banjir, marak terjadi diare.

Inilah fasad akibat pembangunan kapitalistik yang mengabaikan aturan Islam dan hanya memperturutkan hawa nafsu manusia untuk memperoleh keuntungan materi sebanyak-banyaknya.

Fasad ini telah Allah Swt. peringatkan dalam Al-Qur’an, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum: 41).

Penerapan sistem kapitalisme berbuah kerusakan lingkungan. Eksploitasi tambang, kebakaran atau gundulnya hutan menyebabkan air hujan tak terserap, diperparah kondisi pasang surut air sungai/ laut dan saluran drainase yang tidak mampu mengalirkan air.

Allah Taala berfirman, “Dialah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira yang mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan) sehingga apabila (angin itu) telah memikul awan yang berat, Kami halau ia ke suatu negeri yang mati (tandus), lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan.” (QS Al-A’raf [7]: 57).

Hujan adalah rahmat. Sedemikian teliti Allah menggambarkan proses terjadinya hujan. Kita pun dianjurkan membaca doa “allahumma shayyiban naafi’aa” saat turun hujan agar hujan tersebut menjadi hujan yang bermanfaat.

Dengan begitu, pasti seimbang pula fungsi ekologis hujan tersebut bagi suatu kawasan. Jika kerusakan lingkungan terjadi akibat ulah manusia, tidak pelak hujan yang semestinya menjadi rahmat justru berubah menjadi bencana. Na’udzubillah.

Untuk itu, solusinya tidak lain adalah dengan kembali kepada aturan Allah sebagai pedoman dalam kehidupan, termasuk dalam pengambilan berbagai kebijakan politik oleh penguasa. Semua itu semestinya tecermin dari pembangunan dan pengelolaan bumi yang tidak melulu demi reputasi, alih-alih kapitalisasi dan angka-angka semu pertumbuhan ekonomi.

Pengaturan sistem Islam salah satunya aturan kepemilikan, dalam Islam akan membuat lingkungan terjaga dari kerusakan. Tata kelola alam, tata kelola kota dan aturan dalam Islam membuat lingkungan terhindar dari bencana. Andai terjadi musibah maka negara akan sigap sehingga meminimalisir ancaman nyawa.

Allah Taala berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf [7]: 96).

Wallahualam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar