Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Dari hasil analisis ponsel dan aktivitas di internet diketahui bahwa pelaku peledakan di SMA 72 Jakarta adalah siswa aktif di sekolah tersebut merupakan korban bullying, kurang kasih sayang dan perhatian dari keluarga, lingkungan rumah dan sekolah yang mengakibatkan dia kesepian dan menyimpan dendam. Hal itulah yang menjadikan dia tertarik atau menyukai konten kekerasan dan hal-hal yang ekstrem, sehingga mendorongnya melakukan aksi tersebut.
Meski demikian, Densus 88 Antiteror Polri menyatakan aksi tersebut bukan aksi terorisme, melainkan dampak fenomena global komunikasi transnasional yang rentan terpapar aliran kekerasan atau terorisme yang terjadi di negara lain yang dia tonton melalui dunia maya.
"Jadi kalau rekan-rekan lihat di dalam senjata airsoft gun (yang dibawa pelaku) di permukaannya ditulis berbagai macam nama tokoh (teroris) maupun ideologi yang berkembang, hampir di beberapa benua, yaitu di Eropa maupun di Amerika. Setidaknya ada enam orang yang menjadi inspirasi pelaku dalam melakukan aksinya. Nama keenam orang itu pun tertulis pada senjata mainan yang dibawa pelaku. Mereka yakni Eric Harris, Dylan Klebold, Dylann Storm Roof, Alexandre Bissonnette,Vladislav Roslyakov hingga Brenton Tarrant.," kata Juru bicara Densus 88 Anti Teror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana saat konferensi pers. (CNN Indonesia, 12/11/2025).
Miris! Lebih miris lagi ternyata hal serupa juga terjadi di banyak tempat lain. Generasi saat ini telah kehilangan sosok pahlawan sejati pembela agama dan negara. Malah mengidolakan sosok teroris radikalis penghancur masa depan. Tidak heran, karena sosok terdekat mereka adalah media sosial dan dunia maya. Dengan kecanggihan teknologi, sejarah dengan mudah dikaburkan dan dikuburkan. Sistem yang dipakai saat ini adalah biang keroknya.
Betapa tidak! Pelajaran sejarah hanya terpaku pada penghapalan tanggal kejadian, bukan makna yang terkandung di dalamnya. Akhirnya pelajaran sejarah menjadi pelajaran yang membosankan dan bukan sesuatu yang penting pula karena tidak berpengaruh terhadap karier dan masa depan.
Tokoh-tokoh pahlawan dimonsterisasi, apalagi pahlawan yang memperjuangkan penegakkan syariat Islam mereka dicap sebagai tokoh radikal bahkan teroris. Kemudian dengan kesewenang-wenangan penguasa mengubah sejarah dengan mengotak-atik tokoh penjahat dan mencitrabaikkannya, sementara tokoh pahlawan dicitraburukkan.
Dengan kemajuan teknologi pula, tayangan-tayangan tv dan media sosial menampilkan tokoh pahlawan fiktif yang menjadi pujaan. Begitupun dengan kebiasaan orang tua yang menceritakan tokoh pahlawan sejati menjelang tidur buah hatinya, sengaja disibukkan dengan berbagai aktivitas yang melelahkan sehingga tak sempat lagi melakukan itu.
Tak cukup sampai sana, kurikulum di sekolah dan materi kajian membelokkan makna jihad menjadi hanya sekedar mencari ilmu, bukan perjuangan seperti yang seharusnya. Jadilah generasi berikutnya tidak memiliki ruh kepahlawanan yang hakiki. Jika dalam buku sejarah masih ditulis para pahlawan berjuang membela tanah air dari penjajah, maka generasi muda saat ini berjuang membela diri sendiri dari bullying.
Maka lahirlah para pelaku aksi kejahatan bermula dari korban kejahatan. Dan jika hal ini dibiarkan, akan dapat dibayangkan bagaimana dan seperti apa pemimpin Indonesia di kemudian hari. Cepat atau lambat hal itu akan terjadi juga, jika sistem Kapitalisme yang saat ini diterapkan di Indonesia dan juga negara lainnya tidak diganti dengan sistem yang lebih baik dan telah terbukti mampu mengatasi persoalan seperti yang dialami saat ini.
Dialah sistem Islam. Sistem Islam mampu melahirkan bukan hanya generasi sebagai pahlawan tetapi juga senantiasa menjadikan tiap diri sebagai pahlawan bagi dirinya, dan keluarganya, serta agamanya. Melalui sistem pendidikan Islam, masyarakat termasuk generasi muda akan dibina menjadi manusia bertakwa yang senantiasa beramal ma'ruf nahi mungkar serta menjauhi segala bentuk perbuatan tercela termasuk bullying.
Keluarga dan masyarakat hadir membentuk jiwa-jiwa yang senantiasa berkasih sayang dan saling menjaga. Negara pun akan dipimpin oleh pemimpin serta para pejabatnya yang juga mumpuni serta memiliki rasa tanggungjawab tinggi terhadap Allah SWT. Sebab mereka yakin bahwa apa-apa yang dia lakukan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Allah SWT. berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim: 6).
Demikianlah sistem Islam menjadi solusi hakiki atas semua masalah yang dihadapi, sebab pada intinya manusia, alam semesta, dan kehidupan adalah makhluk-Nya maka sebaik-baik penjaga adalah penciptanya. Serta sebaik-baik aturan adalah aturan-Nya. Maka tidak ada pilihan lain untuk mengatasi problematika ini adalah dengan diterapkannya kembali sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar