Gencatan Senjata Kembali Diingkari, Gaza Butuh Solusi Hakiki


Oleh : Ummu Aulia (Muslimah Pejuang Peradaban)

Tanggal 10 Oktober 2025 Zionis dan Mujahidin Gaza menyepakati gencatan senjata, namun lagi dan lagi Zionis mengingkari. Gencatan senjata yang di mediasi oleh AS tersebut sebelumnya diharapkan dapat menjadi jeda bagi warga Gaza dari Genosida yang dilakukan oleh Zionis. Laporan dari Aljazeera, Rabu (29/10/2025), Israel pada senin (27/10) menyerang kota Khan Younis di Gaza Selatan. Serangan tersebut menewaskan 2 orang. 

Otoritas Kesehatan Gaza mengatakan Israel kembali menyerang pada selasa (28/10). Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 26 orang di beberapa wilayah di jalur Gaza. 

Badan Pertahanan Sipil Gaza mengatakan data terbaru menunjukkan 101 orang tewas akibat serangan Israel. Korbannya 35 di antaranya anak-anak dan perempuan, dan lansia, kemudian korban untuk luka sebanyak 200 orang. 

Sementara itu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengakui memerintahkan militer menjatuhkan 153 ton atau sekitar 337 ribu pon bom ke Gaza meski terjadi gencatan senjata dengan Hamas, menurut laporan Middle East Eye. 

Sedangkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang berada dibalik perjanjian gencatan senjata ini menyebut bahwa tindakan Israel tersebut bukan merupakan pelanggaran gencatan senjata. 

Penyerangan ini menunjukkan bahwa gencatan senjata bukanlah tanda perdamaian, melainkan jeda yang digunakan penjajah untuk kembali mengatur strategi penyerangan. Mustahil berharap kebaikan yang dinegosiasikan oleh penjajah untuk Gaza. 

Pelanggaran gencatan senjata yang terus berulang dilakukan oleh Zionis menunjukkan bahwa tidak ada yang benar-benar berkomitmen menghentikan kebiadaban Zionis. 

Zionis bebas melakukan pelanggaran sesuai kepentingannya tanpa ada hukum Internasional yang berani melakukan tindakan nyata. 

Lembaga dunia besar seperti PBB hanya mampu mengeluarkan seruan moral tanpa ada sanksi/hukum yang tegas bagi entitas Zahudi. Negara yang kuat bebas melanggar aturan internasional tanpa adanya hukum yang memberi sanksi. 

Ditengah penderitaan warga gaza, serta pelanggaran gencatan senjata. Pemimpin-pemimpin negeri muslim justru masuk dalam skenario yang dibuat oleh barat dengan gagasan kemerdekaan untuk Palestina dalam bingkai "two state solutions", hal itu berarti mengakui kedaulatan penjajah atas negeri Palestina. Sebagian pemimpin negeri muslim yang menyetujui gagasan "two state solutions" justru menjadi corong barat dalam melanggengkan kekuasaan Israel di Palestina.

Di lapangan warga Gaza tak pernah benar-benar terbebas dari serangan Zionis, dalam jeda beberapa hari setelah gencatan senjata mereka secara terang-terangan menyerang warga sipil, jumlah korban rata-rata wanita, anak-anak serta lansia. 

Gencatan senjata bukan solusi hakiki, selama penjajah belum disingkirkan, kekerasan terhadap warga akan terus berulang. 

Pelanggaran gencatan senjata, lemahnya hukum international, negara-negara muslim yang hanya bisa beretorika tanpa aksi nyata. Menunjukkan bahwa sistem saat ini tidak berpihak pada umat islam. 

Sudah menjadi tabiat entitas Yahudi, bahwa mereka sering mengkhianati perjanjian gencatan senjata. Pengingkaran itu telah berulang kali mereka lakukan. Berharap perdamaian melalui jalur mediasi apalagi solusi dia negara hanyalah ilusi. 

Sejarah telah mencatat Khalifah Abdul Hamid II, menolak tegas tawaran Theodore Herzl untuk memberikan tanah Palestina kepada Yahudi sebagai ganti bantuan finansial bagi khilafah. Khalifah menegaskan bahwa tanah Palestina adalalah milik kaum muslimin dan tidak akan diserahkan sejengkal pun. Ketegasan seorang khalifah mampu menahan ambisi Zionis selama puluhan tahun, hingga khilafah diruntuhkan pada tahun 1924 melalui tangan Musthafa Kemal. 

Umat islam tercarai berai hingga saat ini sebab runtuhnya khilafah, umat bagai ayam kehilangan induknya. Tersekat-sekat oleh Nations state. 

Dunia yang menganut sistem kapitalisme-sekuker, memisahkan agama dari kehidupan. Serta sekat-sekat nasionalisme menjadikan umat tercerai berai padahal umat muslim itu satu tubuh sebagaimana Sabda Nabi Shallallahu alaihi wasalam "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya). '(HR. Bukhari-Muslim). 

Beradasarkan hadits diatas, saat umat islam di Palestina diserang oleh Israel seharusnya umat muslim lain ikut merasakan sakit. Agresi zionis hanya dapat dihentikan kalau umat muslim melakukan Jihad Fi Sabilillah. Dibawah kepemimpinan khilafah yang mampu mengirimkan pasukan serta mengusir penjajah. 

Khilafah dapat memimpin umat dengan kekuatan dan keadilan, menghapus sekat-sekat nasionalisme. Saatnya khilafah yang menegakkan hukum Allah diterapkan serta melindungi kehormatan umat, menjaga darah kaum muslimin membuka kemenangan bagi Palestina serta umat muslim. 

Wallahu alam bissawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar