Oleh: Indha Tri Permatasari, S.Keb., Bd. (Aktifis Muslimah)
Fenomena meningkatnya angka bunuh diri di kalangan pelajar kembali mengguncang nurani masyarakat. Dalam sepekan terakhir, dua anak ditemukan meninggal diduga akibat bunuh diri di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Tak berhenti di situ, dua siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, juga ditemukan meninggal dunia dengan cara serupa selama Oktober 2025 ini. Hasil penyelidikan sementara menyebutkan, tidak ada indikasi bullying dalam kasus-kasus tersebut.
Lebih mengejutkan lagi, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono (30/10/2025) mengungkapkan bahwa dari 20 juta warga yang diperiksa dalam program pemeriksaan kesehatan jiwa gratis, lebih dari dua juta anak Indonesia mengalami berbagai bentuk gangguan mental. Data ini menunjukkan kondisi yang sangat mengkhawatirkan dan perlu segera direspons secara serius.
Kerapuhan Mental Remaja, Gejala dari Akar yang Lebih Dalam
Kasus bunuh diri di kalangan pelajar tidak selalu disebabkan oleh tindakan perundungan (bullying). Fakta ini justru menggambarkan bahwa ada persoalan yang jauh lebih mendasar, yakni rapuhnya kepribadian anak dan remaja dalam menghadapi tekanan hidup. Kerapuhan ini menunjukkan lemahnya pondasi akidah dan nilai spiritual yang menjadi penopang ketahanan jiwa seseorang.
Sistem pendidikan sekuler yang kini diterapkan lebih menekankan pada pencapaian akademik dan prestasi materi, namun abai terhadap pembentukan karakter dan kepribadian yang kuat. Pendidikan agama hanya diajarkan sebatas teori, tanpa pembiasaan dan penanaman makna mendalam yang membentuk kesadaran spiritual anak. Akibatnya, banyak siswa yang kehilangan arah hidup, mudah cemas, dan tidak memiliki pegangan saat menghadapi kesulitan.
Paradigma Barat dan Krisis Pendewasaan Anak
Pandangan pendidikan modern yang bersumber dari Barat memandang kedewasaan anak hanya berdasarkan usia, yakni 18 tahun. Padahal dalam Islam, kedewasaan (balig) bukan hanya ditentukan oleh faktor biologis, melainkan juga oleh kematangan akal dan tanggung jawab moral.
Paradigma Barat ini membuat banyak anak yang sebenarnya sudah balig tetap diperlakukan sebagai anak-anak, tanpa pembinaan yang mematangkan kepribadian dan daya berpikirnya. Akibatnya, mereka tumbuh dengan pola pikir yang tidak siap menghadapi kehidupan, mudah panik, dan kehilangan kemampuan mengelola tekanan batin.
Kapitalisme dan Tekanan Mental Anak
Bunuh diri merupakan puncak dari gangguan kesehatan mental yang sering kali berakar pada berbagai persoalan non-klinis. Mulai dari kesulitan ekonomi, konflik keluarga, perceraian orang tua, hingga tekanan gaya hidup yang serba materialistis—semuanya merupakan buah dari sistem kapitalisme yang menuhankan materi.
Di sisi lain, paparan media sosial yang menampilkan isu bunuh diri, komunitas daring yang membahas cara bunuh diri, hingga glorifikasi kesedihan di dunia maya, semakin memperburuk kondisi mental anak dan remaja. Mereka yang sedang rapuh menjadi makin terperangkap dalam lingkaran keputusasaan tanpa jalan keluar.
Islam Menawarkan Solusi Hakiki
Islam memiliki sistem pendidikan yang menjadikan akidah sebagai dasar dari seluruh proses pembelajaran, baik di keluarga, sekolah, maupun jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tujuan pendidikan dalam Islam bukan sekadar mencetak siswa berprestasi secara akademik, melainkan membentuk pola pikir dan pola sikap Islami yang melahirkan kepribadian kokoh.
Dalam pandangan Islam, ketika anak telah balig, ia diarahkan untuk menjadi aqil—yakni matang dalam berpikir dan bertindak. Karena itu, pendidikan sebelum balig diarahkan untuk mematangkan akal, menumbuhkan kesadaran tanggung jawab, serta membentuk karakter Islami yang kuat.
Lebih jauh, Islam tidak hanya menuntaskan persoalan gangguan mental secara klinis, tetapi juga mencegah akar-akar penyebabnya. Dalam sistem Islam, setiap individu dijamin kebutuhan pokoknya, keluarga diarahkan untuk harmonis, dan masyarakat memiliki arah hidup yang jelas sesuai tujuan penciptaan: beribadah kepada Allah.
Kurikulum pendidikan dalam sistem Khilafah memadukan antara penguatan kepribadian Islam (karakter) dengan penguasaan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, murid tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh secara spiritual dan emosional dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
Penutup
Meningkatnya angka bunuh diri di kalangan pelajar merupakan peringatan keras bagi bangsa ini. Fakta ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini gagal membentuk generasi yang tangguh secara mental dan spiritual.
Sudah saatnya arah pendidikan dikembalikan pada fitrahnya—yakni membentuk manusia berkepribadian Islam yang memiliki keteguhan iman, kematangan akal, dan kesiapan hidup sesuai dengan tuntunan syariat. Hanya dengan sistem pendidikan Islam, generasi muda dapat tumbuh menjadi pribadi yang kuat, tangguh, dan berpegang teguh pada nilai-nilai kehidupan yang benar.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar