Banjir Derita Belum Usai, Gaza Tak Baik-Baik Saja


Oleh : Herliana Tri M

Meredupnya pemberitaan tentang Gaza, tertutupi berbagai kisah baik berita internasional lainnya maupun berita dan permasalahan dalam negeri memberikan persepsi bahwa derita Gaza seolah telah usai. Padahal faktanya tak ada perbaikan kondisi di Gaza. Mereka masih terus diuji dengan pendudukan yang mendominasi, menentukan bantuan dapat masuk atau tidak yang seolah baik- buruknya nasib warga Gaza ditentukan oleh Israel.

Secara fakta Saat ini, Gaza memasuki musim dingin. Musim dingin sebagai waktu yang mencekam bagi saudara kita di Gaza. Tanpa tempat tinggal, listrik, dan sanitasi yang memadahi. Ditambah lagi, serangan Zionis terus terjadi. Tulisan ini tak bosan-bosannya mengingatkan agar arah pandang kita tak lepas dari Gaza sampai berakhirnya pendudukan dan keluarnya penjajah dari tanah jajahan.

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) mengatakan hujan yang mengguyur Jalur Gaza memperburuk situasi yang sudah mengkhawatirkan di daerah ttersebut Dilaporkan bahwa keluarga di Jalur Gaza terpaksa mencari tempat pengungsian lainnya, termasuk di tenda-tenda darurat. Dalam pernyataannya UNRWA menegaskan bahwa bantuan peralatan untuk tempat tinggal sangat dibutuhkan di Gaza. UNRWA mendesak agar diberikan izin untuk menyalurkan bantuan. 

UNRWA memperingatkan bahwa badai yang melanda Jalur Gaza menimbulkan konsekuensi bencana bagi para pengungsi di wilayah tersebut. Menurutnya, upaya internasional untuk menekan Zionis Israel agar memberikan akses masuknya bantuan ke Jalur Gaza masih terus dilakukan. UNRWA menegaskan bahwa mereka tetap melaksanakan tugas kemanusiaannya yang penting di Jalur Gaza meskipun menghadapi kondisi yang sangat sulit bagi warga setempat (antaranews.com,15/11/2025)

Inilah fakta terbaru nasibnya Umat Rasulullah Muhammad menghadapi deritanya sendirian. Bahkan badan internasional saja tak mampu memberikan bantuan kemanusiaan dan harus menunggu restu Israel. Cuaca ekstrim, makanan dan minuman sangat terbatas, tak terbayang apakah mereka bisa makan tiap harinya atau harus mengganjal perut dengan batu sebagai upaya menahan rasa lapar yang berat.

Nyaris tak terdengar suara- suara pembela Hak Asasi Manusia, perlindungan terhadap anak, emansipasi wanita dan lain-lain. Lembaga- lembaga Internasioanal membisu tanpa pembelaan berarti meski derita Gaza tak terperi.


Hadirnya Amerika Untuk Gaza

Menurut laporan Al Jazeera, meskipun ada gencatan senjata 10 Oktober lalu yang seolah membawa harapan akan berhentinya serangan harian dan kelaparan, namun nyatanya fakta tak seindah kata gencatan senjata. Penduduk tetap merasakan derita tembakan harian yang ditembakkan serta pembatasan bantuan yang masuk.  

Hamas dan faksi lain menyatakan pasukan internasional yang dikomandoi Amerika saat ini berpotensi berubah menjadi bentuk kendali atau administrasi yang dipaksakan, dan pada akhirnya mempertahankan situasi yang ada, membatasi hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan mengelola urusan mereka secara otonom.

Mereka menyebut rencana yang dipimpin Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan didukung sejumlah negara Arab itu sebagai bentuk kemitraan internasional yang justru mendukung pemusnahan yang dilakukan oleh pendudukan Israel terhadap rakyat Gaza. 

Kelompok-kelompok itu juga menilai resolusi tersebut mengabaikan serangan harian tentara dan pemukim Israel, tak menyentuh akar konflik seperti penghentian pendudukan dan praktik apartheid sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan yang melembagakan diskriminasi rasial brutal dan sistematis. 


Solusi Tuntas Masalah Palestina

Berbagai upaya untuk memberikan solusi atas masalah Palestina tak nyata- nyata dapat disebut sebagai solusi tuntas yang menyentuh akar permasalahan. Bahkan bisa dikatakan menjauhkan dari solusi yang sebenarnya.. Beberapa solusi yang saat ini terus didengungkan meski belum meraih kesepakatan


Solusi Dua Negara

Solusi ini seolah-olah sebagai win-win solution bagi kedua pihak. Kemerdekaan bagi Israel dan Palestina. Namun solusi ini tak layak untuk diambil karena menunjukkan keberpihakan pada penjajah dan memberikan tempat untuknya. Andai saja ini diambil oleh Indonesia saat memperjuangkan kemerdekaannya, dengan cara pandang yang sama untuk win- win solution atas Belanda yang sudah menjajah Indonesia selama ratusan tahun. Apakah kita mau melepaskan misalnya wilayah Jawa untuk rakyat Indonesia dan wilayah luar Jawa diserahkan kepada Belanda dengan alasan win- win solution tadi? 

Demiliterisasi Jalur Gaza, pengerahan pasukan stabilisasi internasional serta pemerintahan transisi di bawah pengawasan internasional. Solusi ini seolah- olah bijak, namun membahayakan bagi Gaza. Dengan demiliterisasi dalam arti melucuti senjata para pejuang, maka ini ibarat 'singa ompong' yang tak punya senjata melawan musuh. Bayangkan saja, penjajahan masih berlangsung namun tak memilki senjata untuk melawan. Maka yang terjadi adalah kebinasaan bagi rakyat Gaza. 

Apalagi didukung kebijakan yang diambil Amerika dengan upayanya secara masif melakukan pendekatan kepada negeri- negeri muslim untuk melakukan upaya “perdamaian” dengan normalisasi hubungan dengan penjajah Zionis. Sebagaimana dilakukan Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko dan Sudan. Maka yang terjadi adalah keberpihakan sepenuhnya kepada Israel dan meninggalkan saudaranya dalam penindasan terus- menerus.

Arab Saudi dan Oman telah membuka jalur udaranya kepada Zionis Yahudi. Jelas ini adalah normalisasi yang tidak normal. Bagaimana mungkin dengan penjajah justru kita malah membangun hubungan damai? Jelas-jelas mereka mengusir, membantai, merampas, hak saudara-saudara Muslim kita di Palestina. Hubungan yang sesungguhnya dibangun adalah hubungan perang. Karena normalisasi hubungan dengan penjajah adalah bentuk pengkhianatan penguasa Muslim terhadap umat, sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya oleh Mesir, Yordania, Turki.

Akar masalah Palestina adalah penjajahan. Oleh sebab itu, andai kita mau menghilangkan sebab masalah yakni penjajahan, maka solusinya akan fokus pada dilenyapkan dengan diusirnya penjajah.

Karena itu sudah sepantasnya para penguasa Muslim di Arab dan Dunia Islam mengirimkan tentara mereka untuk berjihad bersama para mujahidin Palestina demi mengusir kaum Yahudi penjajah dari wilayah Palestina.  Sungguh ini amalan dengan pahala luar biasa. Karena itu tak pantas para tentara Muslim berdiam diri dan berpangku tangan.

Inilah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. ketika mengirimkan tentara ke Syam dalam rangka membebaskan Baitul Maqdis (Palestina) dari penguasa Romawi. Setelah melalui perang berbulan-bulan, tahun 637 M, pasukan Romawi menyerah dan kunci Baitul Maqdis diserahkan kepada Khalifah Umar oleh Patriackh Sofronius. Itu pula yang dilakukan oleh Panglima Shalahuddin al-Ayyubi ketika membebaskan kembali Baitul Maqdis dari tentara salib pada 1187 M. Setelah perang yang lama, dan momen Perang Hithin menjadi momen pembuka untuk mengalahkan tentara salib.

Oleh karena itu sudah saatnya umat bicara sumber masalah agar solusi Palestina berhasil menghantarkan pada solusi sejati dan terbebas dari penjajahan.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar