Sekuler Melahirkan Krisis Moral dalam Dunia Pendidikan


Oleh : Sri Setyowati (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Baru-baru ini media diramaikan dengan berita tentang kepala sekolah SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Dini Fitri yang diduga menampar siswa bernama Indra yang merokok di lingkungan sekolah. Kedua orang tua siswa tersebut akhirnya melaporkan kepala sekolah ke polisi karena dianggap melakukan kekerasan pada anaknya. Ironisnya lagi, sekitar 630 siswa lainnya dari sekolah tersebut melakukan protes yang justru untuk membela pelanggar aturan tersebut.

Sedangkan di Makassar, seorang siswa SMA berinisial AS terlihat merokok dengan santai dan mengangkat kaki di samping gurunya, Ambo. Guru Ambo ragu-ragu untuk menegur secara tegas karena takut dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga terkesan adanya pembiaran terhadap siswa tersebut. (suara.com, 18/10/2025)

Orang tua adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya ketika di rumah. Ketika di lingkungan sekolah, guru adalah orang tua kedua bagi anak. Karena itu ketika kita mempercayakan pendidikan anak di sekolah, sudah seharusnya orang tua melimpahkan wewenangnya kepada guru untuk mendidik anaknya.

Namun, tidak semua orang tua sadar bahwa di sekolah adalah ranah guru yang telah kita percaya dalam mendidik anak. Bila niat baik guru terus dikriminalisasi, maka anak-anak akan tumbuh tanpa ada yang berani menegur ketika dia berbuat salah sehingga kesalahan yang dilakukan anak akan dianggap benar. 

Bukan tidak ada pendidik, tetapi orang tua anak sendiri yang tidak menerima ketika anaknya dididik dengan benar. Guru seakan dianggap musuh dan disiplin dianggap kekerasan. Niat mendidik pun berujung dilaporkan ke polisi. Jalur hukum telah melampaui akal sehat.

Inilah potret pendidikan yang terjadi saat ini yaitu krisis moral melanda dunia pendidikan. Pendidikan semakin tumpul, rasa hormat telah hilang, lemahnya empati hingga batas benar dan salah menjadi kabur. Ini menunjukkan rapuhnya pondasi pendidikan karakter anak sebagai generasi penerus peradaban yang menerapkan sistem sekuler yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya tidak ada orientasi ketakwaan, tujuan belajar hanya demi pencapaian nilai akademik sebagai tolok ukur keberhasilan untuk mencari kerja, bukan untuk membentuk kepribadian mulia.

Sistem sekuler hanya melahirkan generasi yang cerdas otaknya tetapi minim akhlaknya. Banyak ulama yang menyatakan untuk belajar adab dahulu sebelum mempelajari ilmu. Seperti nasihat Imam Malik kepada murid-muridnya: "Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu".  

Adab harus didahulukan karena ilmu tanpa adab dapat menimbulkan kesombongan, egoisme, atau bahkan kehancuran. Sebaliknya, ilmu yang dibangun di atas dasar adab akan membawa keberkahan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Dalam Islam, negara berperan penting dalam menentukan arah pendidikan. Orang tua akan dibekali dengan pemahaman Islam kafah untuk mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Negara juga mempunyai tujuan yang jelas yaitu mencetak generasi dengan pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam. 

Tugas guru bukan hanya sekedar mencetak manusia cerdas dan hanya sekedar memberikan ilmu. Guru adalah pendidik generasi untuk mencetak dan mendidik sesuai syariat Islam. Kurikulumnya berlandaskan akidah Islam, sehingga akan melahirkan generasi cerdas, bertakwa, dan berakhlak mulia. 

Disamping itu, negara akan memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya termasuk menjamin hak pendidikan setiap warga. Setiap warga akan mendapatkan layanan publik termasuk pendidikan dengan harga murah bahkan gratis yang biayanya diambil dari harta milik umum yang dikelola negara yang hasilnya dikembalikan untuk kepentingan publik rakyatnya.

Hanya dengan sistem Islam, pendidikan akan dapat melahirkan generasi emas penerus peradaban yang yang gemilang.

Wallāhu a'lam bishshawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar