Bunuh Diri Pelajar dan Mahasiswa, Bukti Gagalnya Sistem Sekuler


Oleh: Ummu Anjaly, S.K.M

Kasus bunuh diri di kalangan pelajar dan mahasiswa kembali mengguncang masyarakat. Dalam sepekan pada pertengahan April 2025, tiga mahasiswa di Jawa Timur dilaporkan bunuh diri, dua di Surabaya dan satu di Malang. (Kompas.id, 12 April 2025)

Tidak hanya di Jawa Timur, dua pelajar di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, juga ditemukan meninggal dunia diduga akibat bunuh diri. Sementara itu, dua siswa SMP di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, ditemukan tewas gantung diri di sekolah pada Oktober 2025. Polisi memastikan tidak ada indikasi perundungan dalam kedua kasus tersebut. Kejadian tragis ini menambah panjang daftar remaja yang memilih mengakhiri hidupnya. (Kompas.id, 30 Oktober 2025)

Tragedi serupa juga terjadi di Bali. Seorang mahasiswa Universitas Udayana bernama Timothy Anugrah Saputra ditemukan meninggal dunia setelah terjun dari lantai empat gedung FISIP Universitas Udayana, Denpasar, pada Rabu, 15 Oktober 2025. Kasus ini diduga dipicu oleh tekanan perundungan yang dialaminya di lingkungan kampus. Peristiwa tersebut menambah keprihatinan atas lemahnya pengawasan dan sistem perlindungan mental di dunia pendidikan tinggi. (Republika.co.id, 20 Oktober 2025).

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti meningkatnya kasus bunuh diri di kalangan pelajar. Lembaga ini mendorong dibangunnya sistem deteksi dini dan dukungan psikologis awal di sekolah-sekolah untuk mencegah tindakan serupa. KPAI menegaskan bahwa masalah kesehatan mental di kalangan pelajar perlu ditangani secara serius dan sistemik. 

Sementara itu, Kementerian Kesehatan RI mencatat lebih dari dua juta anak Indonesia mengalami gangguan kesehatan mental. Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menjelaskan bahwa data tersebut diperoleh dari hasil pemeriksaan terhadap sekitar 20 juta anak di seluruh Indonesia. (Kompas.com, 30 Oktober 2025). Kondisi ini menjadi sinyal kuat bahwa krisis kesehatan mental di kalangan generasi muda semakin meluas. 

Fenomena ini menunjukkan bahwa tekanan hidup dan kehilangan makna kini menjadi persoalan universal. Di tengah derasnya arus digital, gaya hidup materialistik, serta lemahnya spiritualitas, banyak generasi muda terjebak dalam kekosongan jiwa yang berujung pada keputusasaan.


Akar Masalah

Berulangnya kasus bunuh diri di kalangan pelajar dan mahasiswa menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam sistem kehidupan saat ini. Sistem sekuler kapitalistik telah gagal menanamkan makna hidup yang benar. Nilai-nilai agama dijauhkan dari pendidikan dan kehidupan sosial, sementara ukuran keberhasilan hanya dinilai dari capaian duniawi.

Sistem sekuler menjadikan manusia kehilangan arah hidup. Pendidikan yang seharusnya membentuk karakter justru menekan siswa dengan tuntutan nilai, ranking, dan gengsi akademik. Akibatnya, banyak pelajar tumbuh dengan kepribadian rapuh, merasa terasing, dan mudah putus asa ketika menghadapi tekanan.

Sistem kapitalisme menambah beban dengan standar sukses yang materialistik. Media sosial menggiring generasi muda pada gaya hidup konsumtif dan perbandingan sosial yang tidak sehat. Mereka yang gagal mengikuti arus merasa hidupnya tidak berarti, hingga sebagian memilih jalan pintas mengakhiri hidup. 


Solusi Islam

Islam memiliki pandangan luhur terhadap kehidupan manusia. Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Maidah ayat 32: “Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”

Ayat ini menegaskan bahwa menjaga nyawa manusia adalah kewajiban besar. Karena itu, dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh untuk melindungi setiap jiwa rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai; umat berperang di belakangnya dan berlindung dengan kekuasaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis lain disebutkan: “Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasa’i dan Tirmidzi)

Kedua hadis ini menggambarkan bahwa dalam sistem pemerintahan Islam, negara wajib hadir melindungi rakyatnya secara menyeluruh, termasuk dari ancaman putus asa dan tekanan hidup.


Pendidikan dalam Islam

Sistem pendidikan Islam berorientasi pada pembentukan kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah). Tujuannya bukan sekadar mencetak manusia cerdas, tetapi juga beriman dan berakhlak. Dengan pemahaman akidah yang kuat, seorang muslim akan menyadari bahwa hidup adalah ujian dan setiap cobaan adalah jalan menuju kedewasaan iman.

Dalam sistem pendidikan Islam, keseimbangan antara ilmu dunia dan ilmu agama dijaga secara ketat. Negara bertanggung jawab menyediakan lingkungan pendidikan yang sehat: guru berkepribadian islami, kurikulum berbasis akidah, serta media yang mendidik. Semua itu membentuk generasi tangguh yang tidak mudah terguncang oleh tekanan sosial atau kegagalan akademik.


Penutup

Tingginya angka bunuh diri di kalangan pelajar adalah peringatan keras bahwa sistem kehidupan sekuler kapitalistik telah gagal melindungi generasi muda. Fakta dari berbagai media nasional di atas menunjukkan bahwa masalah ini bukan sekadar persoalan individu, tetapi krisis sistemik akibat hilangnya peran nilai-nilai ilahiah dalam kehidupan.

Islam hadir bukan hanya sebagai agama ritual, tetapi sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh. Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah, pendidikan akan kembali berorientasi pada pembentukan manusia beriman, masyarakat akan saling peduli, dan negara akan benar-benar menjadi pelindung bagi seluruh rakyatnya.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar