Oleh: Hamsia (Pegiat Literasi)
Keluarga merupakan tempat ternyaman bagi anggotanya. Namun, siapa sangka dari keluarga justru banyak didapati kekerasan, bahkan hidup seseorang harus berakhir di tangan orang yang mereka cintai. Seperti kisah pasangan suami istri di Malang, hanya karena persoalan ekonomi, suami istri cekcok dan berakhir tragis. Sang suami menganiaya dan membakar istrinya hingga tewas.
Di Pacitan, Jawa Timur hanya karena kesal disebut cucu pungut, seorang remaja 16 tahun tega membacok neneknya. Akibatnya, korban mengalami luka serius dan harus mendapatkan perawatan intensif di IGD RSUD dr. Darsono.
Bukan hanya kekerasan dalam rumah tangga yang marak terjadi, kekerasan remaja tidak kalah mirisnya. Di Kelurahan Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara seorang remaja diduga mencabuli dan membunuh anak perempuan berusia 11 tahun pada Senin, 13 Oktober lalu. Sementara itu, seorang pelajar SMP di Grobogan meninggal setelah diduga menjadi korban bullying.
Akar Masalah
Maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan remaja merupakan masalah serius yang tengah melanda masyarakat kita. Dalam sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, kita dihadapkan pada tantangan besar untuk menangani masalah ini secara efektif. Sistem sekularisme, yang menekankan pada pemisahan antara agama dari kehidupan seringkali dianggap sebagai solusi untuk menciptakan masyarakat yang lebih modern dan egaliter. Namun, dalam praktiknya, sistem ini juga dapat menyebabkan kurangnya perhatian terhadap nilai-nilai moral dan spiritual yang penting dalam membentuk perilaku individu.
KDRT dan kekerasan remaja bukanlah masalah yang hanya berkaitan dengan individu atau keluarga, tetapi juga merupakan refleksi dari kondisi sosial dan budaya yang lebih luas. Dalam sistem sekularisme, kita perlu memastikan bahwa nilai-nilai seperti empati, kasih sayang, dan tanggung jawab sosial ditanamkan secara efektif dalam masyarakat. Nilai-nilai ini tidak hanya penting untuk mencegah kekerasan, tetapi juga untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis dan sejahtera.
Salah satu tantangan utama dalam menangani KDRT dan kekerasan remaja adalah kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghormati hak asasi manusia. Banyak masyarakat yang masih menganggap KDRT sebagai masalah pribadi atau keluarga, bukan sebagai masalah sosial yang memerlukan perhatian serius. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghormati hak asasi manusia dan menanamkan nilai-nilai positif dalam pendidikan.
Selain itu, dukungan bagi korban KDRT dan kekerasan remaja juga sangat penting. Korban kekerasan seringkali mengalami trauma yang mendalam dan memerlukan bantuan yang efektif untuk memulihkan diri. Oleh karena itu, perlu disediakan layanan dukungan yang efektif bagi korban, termasuk konseling, bantuan hukum, dan perlindungan. Layanan ini dapat membantu korban untuk memulihkan diri dan memperoleh keadilan.
Penegakan hukum juga sangat penting dalam menangani KDRT dan kekerasan remaja. Pelaku kekerasan harus bertanggung jawab atas tindakan mereka dan menerima hukuman yang adil. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan penegakan hukum yang efektif dan konsisten terhadap pelaku kekerasan.
Dalam sistem sekularisme, kita perlu memastikan bahwa nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial menjadi landasan dalam menangani masalah KDRT dan kekerasan remaja. Dengan kerja sama dan upaya bersama, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih aman dan harmonis bagi semua. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dukungan bagi korban, penegakan hukum, dan kerja sama antar lembaga dalam menangani masalah KDRT dan kekerasan remaja.
Islam Solusinya
Islam sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki seperangkat aturan dalam kehidupan. Dalam pandangan Islam, menciptakan karakter remaja dimulai dari keluarga. Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama. Pembinaan kepribadian dan penguasaan dasar-dasar tsaqafah Islam dilakukan melalui pendidikan dan pengamalan hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di keluarga, utamanya orang tua. Anas ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka.” (HR Ibnu Majah).
Pendidikan Islam secara fundamental membentuk kepribadian bertakwa dan berakhlak mulia, bukan sekedar orientasi duniawi, tetapi juga kebahagiaan di akhirat. Hal ini dapat dilakukan mulai dari lingkungan keluarga, sampai negara.
Dalam Islam, negara mewajibkan setiap orang tua untuk menanamkan akidah (keimanan) sejak usia dini, dengan mengenalkan Allah sebagai pencipta sekaligus sebagai pengatur kehidupan. Orang tua mampu menjadi suri tauladan yang mencerminkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga melahirkan anak-anak yang berakhlak mulia.
Selain itu harus adanya penerapan syari’at Islam secara kafah di segala aspek kehidupan. Karena permasalahan KDRT ini akibat dari penerapan sistem yang salah, oleh karena itu penerapan syari’at Islam harus ditegakkan.
Negara memiliki dua fungsi, pertama, fungsi pemeliharaan urusan umat, yang nantinya akan diminta pertanggung jawaban di akhirat. Kedua, fungsi negara sebagai pelindung (raa’in) yang akan melindungi generasi dari perusakan apapun yang akan menjamin kesejahteraan dan keadilan sehingga keluarga tidak tertekan ekonomi.
Perlindungan secara sistemis, salah satunya dengan pengaturan sistem ekonomi Islam. Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang luas agar kepala keluarga bisa bekerja untuk mencukupi kehidupan keluarganya.
Sumber daya alam strategis harus dikelola oleh negara, tidak boleh diserahkan kepada swasta/asing. Serta wajib mendistribusikan seluruh hasil kekayaan milik umat untuk kesejahteraan rakyatnya.
Hukum sangsi Islam ditegakkan untuk menjerakan pelaku sekaligus mendidik masyarakat agar hidup sesuai dengan syariat Islam.
Negara akan menerapkan sistem sanksi sebagaimana yang telah ditetapkan Allah SWT. Sanksi yang mampu memberikan efek jera, diberlakukan bagi pelaku pelanggaran hukum syarak. Sistem sanksi diharapkan agar individu mampu mengerem upaya perusakan generasi dengan efektif.
Selain itu, keluarga dalam Islam harus bervisi akhirat, dalam arti apa pun yang dilakukan di dunia ini berkonsekuensi di akhirat. Keluarga seperti ini senantiasa menjadikan akidah Islam sebagai landasan dan syariat Islam sebagai panduan hidup sehingga terbentuklah keimanan dan ketakwaan, serta rasa takut untuk berbuat maksiat. Ini akan menjadikan seseorang memegang teguh identitas kemuslimannya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Identitas itu tampak dalam dua aspek fundamental yaitu pola pikir dan pola sikap yang berpijak pada akidah Islam. Pola pikir dan pola sikap ini akan membentuk kepribadian Islam.
Dengan demikian KDRT dan kekerasan remaja hanya bisa teratasi dengan menerapkan sistem Islam dalam semua lini kehidupan, di bawah kepemimpinan Khilafah. Wallahu alam bisshawwab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar