Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Gelombang kecaman menghujani pendakwah muda Elham Yahya Luqman yang akrab disapa Gus Elham. Menteri Agama dan tokoh lain mengecam tindakan itu karena melanggar moral dan etika. Dalam beberapa video yang beredar, Gus Elham mencium bibir dan memeluk anak-anak perempuan. Ironisnya, aksi itu tidak dihentikan, justru disambut gelak tawa oleh sebagian jemaah yang hadir.
Kritik tajam juga datang dari anggota Komisi VIII DPR, Maman Imanul Haq. Dia menilai tindakan Gus Elham merendahkan martabat manusia, terutama anak-anak. Dia juga menegaskan, dakwah yang seharusnya menjadi ruang pencerahan dan pendidikan moral justru tercoreng oleh tindakan Gus Elham. Perilaku itu dianggap mencederai prinsip dakwah bil hikmah wal mau’izhah al-hasanah, yang mengedepankan kebijaksanaan dan nasihat yang baik.
Maman mengingatkan setiap dai dan tokoh agama memikul tanggung jawab moral dan sosial untuk menjadi teladan umat. Bukan justru menimbulkan kegaduhan atau bahkan trauma sosial di tengah masyarakat. Maman juga mengajak semua pihak, termasuk ormas dan lembaga dakwah, untuk memperkuat pengawasan terhadap etika dakwah. (Liputan6 online, 13/11/2025).
Inilah krisis yang melanda manusia hari ini di hampir belahan bumi manapun. Tua muda, pejabat orang biasa bahkan da'i. Kebanyakan orang telah keliru dalam pemahaman dan pendefinisian mereka untuk sistem pergaulan ini ketika mereka menetapkan seluruh sistem kehidupan sebagai sistem pergaulan. Yang benar adalah bahwa semua itu merupakan sistem masyarakat (nidzam al-mujtama’), karena setiap sistem memecahkan permasalahan yang ada dengan sistemnya sendiri secara khusus.
Ketika kemudaratan dianggap sebagai kelucuan sehingga dijadikan bahan tertawaan dan baru menyadarinya ketika sudah viral dan banyak yang menghujat. Akan berbeda ceritanya jika ternyata yang viral itu dan komentarnya malah mendukung. Tidak heran sebab aturan yang dipakai adalah pandangan manusia atas baik dan buruknya.
Ketika kasih sayang dinodai dengan kebejatan sehingga kepolosan anak perempuan kecil yang menjadi korban tidak menyadarinya, apalagi tindakannya mendapat pembenaran sebelumnya. Siapa yang tahan melihat kelucuan mereka kecuali orang-orang yang menggunakan akalnya untuk menentukan perilaku terbaik yang diperintahkan Penciptanya.
Meski kata maaf dan janji untuk tidak mengulangi telah terucap, tapi siapa bisa jamin bahwa di sistem ini akan muncul pelaku baru dengan modus baru? Apalagi aturan yang diterapkan masih sama. Sama-sama memuja kebebasan, sama-sama penilaian dari sudut pandang manusia, bukan penciptanya. Tidakkah mengambil pelajaran bahwa ada yang lebih parah dari yang dilakukan Gus Elham? Ini membuktikan bahwa kekeliruan semacam ini terstruktur.
Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam kasih sayang dimaknai bahwa manusia beriman adalah yang menempatkan cinta dan kasih sayangnya kepada Allah SWT. dan Rasul-nya melebihi cinta dan kasih sayangnya bahkan kepada dirinya sendiri. Maknanya segala yang dilakukan akan diawali dengan pertanyaan dalam lubuk hatinya, "Allah ridha atau tidak?", "Sesuai dengan Sunnah Rasul atau tidak?".
Sistem Islam mengatur interaksi laki-laki dan perempuan dengan begitu lengkap, dimana laki-laki dan perempuan dilarang berdua-duaan ataupun bercampur baur dengan yang bukan mahramnya, kecuali dalam muamalah yang dibolehkan oleh syara, yaitu dalam jual beli, pendidikan, dan kesehatan. Begitu pula dengan anak perempuan kecil, karena mereka juga manusia.
Sistem Islam juga mengatur adab sebelum ilmu. Bagaimana adab kepada diri sendiri, kepada orang yang lebih tua, kepada orang yang lebih muda, kepada guru. Semua diatur sebagai bukti penghambaan diri semata-mata hanya kepada Allah SWT., bukan manusia. Tidak ada kebolehan untuk berlaku sewenang-wenang meski dia seorang guru/ustadz, pejabat, orang kaya, dan yang lainnya meskipun dengan alasan suka, sayang, lucu, dll.
Kekuatan iman dan keterikatan pada syariat Islam akan mendorong kaum muslim untuk membuang paham sekularisme yang merusak dan berbahaya, serta membawa bencana bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Dengan iman dan Islam, seorang muslim akan berjuang mengembalikan institusi negara yang menerapkan seluruh hukum Allah SWT., termasuk tata pergaulan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
Oleh karenanya, akan ada upaya legal dari negara agar masyarakat terhindar dari zina, juga sangsi tegas akan ditegakkan yang berfungsi mencegah dan membuat jera bagi siapa saja yang mendekati zina atau menjadi pelakunya tanpa menunggu aduan apalagi viral.
Negara akan benar-benar menjamin dan mensuasanakan agar seluruh masyarakatnya dapat menjalankan perintah Allah SWT., yaitu:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰۤى اِنَّهٗ كَا نَ فَا حِشَةً ۗ وَسَآءَ سَبِيْلًا
"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al Isra: 32).
Dengan penerapan sistem Islam tidak akan ditemukan ustadz nyeleneh seperti Gus Elham. Tidak akan pula ada pembiaran dari masyarakat sekitar karena ada kewajiban untuk beramal ma'ruf nahi mungkar. Negara pun akan menjalankan fungsinya sebagai penjaga dan penanggung jawab seluruh warga negaranya. Tidakkah kita merindukan hal yang demikian?
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar