Oleh : Reshi Umi Hani (Aktivis Muslimah)
Diskominfo Kaltim Ajak Pelajar Bijak Bermedia Sosial, sosialisasi jauhi anti hoaks dan konten pornografi serta kekerasan seksual, dengan adanya surat edaran untuk pelajar SD dan SMP menonton Cyber bullying di Samarinda.
Penggunaan gawai berbasis internet pada era sekarang ini memang tidak bisa dihindari. Dalam pendidikan, misalnya, gawai dan internet dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran, media interaksi, dan alat untuk meningkatkan efisiensi belajar. Dalam bidang komunikasi, memungkinkan komunikasi jarak jauh untuk mengakses berbagai informasi dan perluasan jaringan sosial. Selain itu, keduanya juga dapat dimanfaatkan untuk hiburan, mencari penghasilan, bahkan alat pertahanan dan keamanan negara.
Maraknya kasus kekerasan atau kejahatan siber yang kerap menimpa perempuan dan anak memang dipandang sebagai bentuk kejahatan baru yang terus berkembang sejalan perkembangan teknologi digital. Bentuknya sendiri bisa berupa perundungan (cyberbullying), penyebaran konten porno, pendekatan untuk memperdaya demi mendapat keuntungan seksual (cyber-grooming), pelecehan online (cyber-harassment), peretasan dan pemalsuan akun korban (hacking), konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), rekrutmen daring (online recruitment), pemerasan, dan sebagainya.
Rentannya remaja untuk mengonsumsi konten negatif di medsos karena faktor individu berperilaku tanpa timbangan agama (sekuler). Upaya sosialisasi dan peran individu saja tidak cukup karena negara yang bisa menghentikan di medsos. Sayangnya negara saat ini tidak mampu menangkal itu semua karena prinsip kebebasan. Ditambah ada juga nilai materi atau cuan yang didapatkan dari konten-konten yang demikian.
Konten yang sudah tersebar di internet sulit dihapus sepenuhnya. Artinya korban bisa terus menghadapi dampak jangka panjang, meski kasusnya sudah lama. Akibatnya, Korban sering merasa cemas, takut, tertekan, kehilangan percaya diri. Dalam kasus serius bisa memicu depresi atau bahkan pikiran untuk bunuh diri.
Pemerintah sendiri telah bekerja sama dengan berbagai pihak untuk terus mengampanyekan antikekerasan di berbagai lingkungan, mulai dari sekolah, permukiman kota dan desa, tempat kerja, hingga dunia maya, sekaligus terus mengampanyekan bahaya penggunaan gawai bagi anak-anak.
Akan tetapi, tampaknya semua upaya tersebut tidak berpengaruh signifikan. Alih-alih berkurang, terbukti bahwa kasus-kasus kekerasan dan kejahatan berbasis siber—khususnya terhadap perempuan dan anak—dari waktu ke waktu malah terus meningkat dan bentuknya pun kian beragam, bahkan mengerikan.
Perundungan termasuk juga cyberbullying merupakan dampak sistemis dari banyak faktor, yakni lemahnya ketakwaan individu, rapuhnya keluarga, rusaknya sistem pendidikan, masyarakat yang permisif dan jauh dari kepedulian massal untuk amar makruf nahi mungkar, serba bebasnya media massa, aparat yang lamban, serta sistem sanksi yang tidak tegas.
Sungguh Islam telah memberikan jaminan dan standar mengenai sistem kehidupan terbaik. Islam memiliki sejumlah tata cara dalam rangka melahirkan generasi cerdas dan bertakwa, salah satunya jauh dari generasi cyber bullying.
Islam adalah agama sempurna yang lahir dari Zat Yang Maha Sempurna. Aturan-aturannya datang sebagai problem solving bagi seluruh persoalan manusia, mulai dari masalah politik, ekonomi, pergaulan, pendidikan, hukum, hankam, dan lainnya. Negara dalam Islam tegak di atas akidah dan berfungsi sebagai pengurus dan penjaga. Fungsi ini bisa terealisasi dengan jalan konsisten menerapkan seluruh hukum Islam pada seluruh aspek kehidupan.
Hal ini niscaya karena penerapan syariat Islam secara keseluruhan (kafah) dipastikan akan membawa kemaslahatan, berupa penjagaan atas akal, harta, kehormatan, nasab, jiwa, agama, keamanan, hingga negara. Penerapan sistem politik Islam, misalnya, akan memastikan negara punya kemandirian, kuat, dan siap menjadi pengurus dan penjaga rakyat. Penguasa tidak akan membiarkan diintervensi atau tergantung pada asing, termasuk dalam hal teknologi siber. Penguasa juga tidak akan rela melihat rakyatnya rusak karena terpapar konten-konten beracun dengan jalan menerapkan sistem media massa yang berorientasi dakwah, serta sistem sanksi Islam yang tegas dan dipastikan akan mengeliminasi berbagai kejahatan, termasuk berbasis siber.
Negara memberlakukan sanksi tegas bagi para pelaku kejahatan. Dalam Islam, pelaku bisa diberikan sanksi ketika ia sudah memasuki usia baligh karena mereka sudah tertaklif (terbebani) syariat Islam, bukan berdasarkan batas usia yang ditetapkan manusia. Salah satu yang membuat generasi “kriminal” bermunculan adalah karena penetapan label “anak di bawah umur” yang seolah menjadi dalih bahwa sanksi bisa ditangguhkan, disesuaikan, bahkan dikurangi.
Selama berabad-abad sistem Islam mampu melindungi generasi dari kerusakan moral. Kejahatan juga sangat minim terjadi. Sebabnya, tiga pilar strategis, yakni orang tua, masyarakat, dan negara memiliki satu visi yang sama, yakni membentuk generasi bertakwa dan berkepribadian mulia.
Wallahu’alam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar