Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Satreskrim Polresta Serang Kota tengah menyelidiki dugaan tindak pidana pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) medis tanpa izin di wilayah Kecamatan Walantaka, Kota Serang, Banten.
Kapolresta Serang Kota Kombes Pol. Yudha Satria, menjelaskan, penyelidikan dilakukan berdasarkan Laporan Informasi Nomor: R/Li-375/X/RES.5.3/Reskrim, tertanggal 15 Oktober 2025. Berdasarkan keterangan saksi, lanjut Kapolres, diketahui bahwa pada Jumat (10/10) sekitar pukul 22.00 WIB, dua unit truk tronton datang ke lokasi. Para pelaku membuang muatan yang awalnya dikatakan sebagai palet kayu.
Peristiwa bermula ketika saksi DI ditawari oleh DA melalui pesan WhatsApp untuk menerima kiriman palet kayu. Namun, setelah dua truk tersebut membongkar muatan dan pergi, diketahui limbah yang dibuang bukanlah kayu, melainkan limbah medis berbahaya. Ia menambahkan, seorang tukang rongsok (KU) sempat melakukan penyortiran bahan plastik dari limbah tersebut untuk dijual kembali.
Menindaklanjuti laporan, Unit Inafis Satreskrim Polresta Serang Kota bersama Polsek Walantaka telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan memasang garis polisi guna kepentingan penyelidikan.
"Kami akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pembuangan limbah berbahaya tanpa izin tersebut," tegasnya. (Liputan6, 19/10/2025).
Siapa ya yang harus bertanggungjawab atas kasus di atas? Memang selama ini masalah limbah belum terselesaikan. Dari hulu sampai hilir masih saja begitu dan begitu. Bukan hanya limbah berbahaya, limbah rumah tangga, limbah plastik, limbah bekas popok dan pembalut, dll. seolah telah menjadi momok yang menakutkan.
Masih ditolerir kalau limbah tersebut adalah limbah yang berasal dari tumbuhan sebab bisa disulap menjadi pupuk yang bermanfaat. Atau juga limbah yang lulus sortir pemulung sehingga bisa didaur ulang. Sementara yang lainnya, apalagi itu berbahaya tentu harus segera dicari solusinya.
Tidak cukup dengan mencari siapa yang harus bertanggungjawab, sebab jika ditelusuri kewajiban membuang sampah dan menjaga kebersihan adalah kita semua, dimanapun dan kapanpun. Apalagi bagi muslim, "kebersihan adalah sebagian dari iman".
Mungkin jika sampah berlevel sedikit, masih bisa diatasi oleh individu atau keluarga dengan cara dibakar atau ditimbun. Hanya saja akan berbeda kondisinya jika sampah tersebut dalam jumlah besar, atau limbah yang tidak bisa dibakar karena akan menimbulkan polusi udara yang tidak kalah berbahayanya dengan membuang sampah sembarang.
Dalam kasus di atas adalah limbah B3 media yang jelas-jelas sangat berbahaya, dibutuhkan peran negara untuk menyelesaikannya. Banyak diantaranya yang kesulitan membuang sampah karena tidak tersedianya tempat sampah. Tidak heran jika mereka memilih tempat praktis untuk membuang sampah asal tidak mengganggu orang lain atau tidak diketahui oleh orang lain walaupun itu berbahaya.
Banyak juga kita temukan di media sosial atau pada kenyataannya, ketika banyak aparat mengadakan acara bersih-bersih di lingkungan lapangan atau pesisir pantai atau sungai pada akhirnya dibuang sembarangan di belakang layar media. Sebab yang menjadi tujuan adalah pencitraan, sebab untuk solusi hakikinya belum terpikirkan. Kalaupun terpikirkan akan tersingkir oleh ketiadaan dana.
Ketiadaan dana bukan serta-merta salah pihak/bagian kebersihan, karena memang dana untuk itu sangat minim. Hanya sepersekian dari tunjangan DPR. Padahal sampah dihasilkan oleh hampir semua orang, hampir setiap hari.
Saat ini Tempat Pembuangan Akhir (TPA) banyak yang bermasalah karena kurang pengaturan dan pengelolaan sehingga menjadi gunung sampah yang mengganggu kesehatan lingkungan sekitar.
Anehnya, ketika ada orang yang berinisiatif mengubah limbah jadi barang berguna malah dipidanakan karena tidak berizin. Benar-benar negara ini anti orang-orang genius. Seolah takut tersaingi, takut disingkirkan, takut diambil alih kedudukannya. Walhasil sampah tidak terselesaikan karena kalah oleh ego dan hawa nafsu manusia.
Tidak heran sebab sistem yang dipakai saat ini adalah sistem kapitalisme yang menjadikan materi di atas segalanya. Urusan sampah jika tidak menghasilkan cuan, maka akan diabaikan. Tidak peduli akan merusak lingkungan, merusak generasi juga abai apalagi sampah!
Berbeda dengan sistem Islam. Pemimpin negara Islam bertanggung jawab dalam menyelesaikan problematika seputar limbah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., "Seorang imam atau Khalifah adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya". Selaku pemimpin negara, Khalifah berkewajiban untuk membangun sistem pengelolaan sampah secara syar'i yang efektif dan efisien dalam perannya sebagai pemimpin umat yang menerapkan syariat Islam.
Begitupun pada level masyarakat. Masyarakat dapat berperan membantu dalam tataran penyambung lisan Khalifah dengan jangkauan luas dan menyeluruh. Berbagai komunitas di tengah masyarakat dapat berperan membantu Khilafah dalam berbagai bentuk. Mulai dari bantuan sosialisasi kebijakan, mengawasi alur pengelolaan dan pengolahan limbah serta mengajak individu dengan program pengurangan volume sampah sejenis zero waste. Komunitas bekerja sebagai penyambung lisan dan peraturan dari Khalifah ke unit-unit individual. Masyarakat dapat pula melakukan riset dengan bantuan negara untuk menemukan teknologi tepat guna yang memiliki potensi dalam pengelolaan dan pengolahan limbah plastik secara efektif dan efisien.
Islam juga mengajarkan kita untuk bahu membahu dalam aktifitas kebajikan, Allah SWT. berfirman,
ۘ ÙˆَتَعَاوَÙ†ُÙˆْا عَÙ„َÙ‰ الْبِرِّ Ùˆَا لتَّÙ‚ْÙˆٰÙ‰ ۖ ÙˆَÙ„َا تَعَاوَÙ†ُÙˆْا عَÙ„َÙ‰ الْاِ Ø«ْÙ…ِ Ùˆَا Ù„ْعُدْÙˆَا Ù†ِ ۖ Ùˆَا تَّÙ‚ُوا اللّٰÙ‡َ ۗ اِÙ†َّ اللّٰÙ‡َ Ø´َدِÙŠْدُ الْعِÙ‚َا بِ
"...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya." (QS. Al-Ma'idah: 2).
Adapun pada level individu. Ketakwaan individu mendorong seseorang untuk memahami perintah Allah SWT. terkait tidak membahayakan lingkungan. Walhasil, pemahaman atau mafahim tersebut mencegah dirinya untuk melimbahkan barang sembarangan, apalagi barang tersebut dapat menimbulkan kebahayaan dan disalahgunakan oleh pihak lain. Ketakwaan itu juga yang mengantarkannya untuk taat pada perintah Khalifah dalam penerapan sistem pengelolaan limbah yang berlaku serta lebih memaksimalkan keefisienan fungsi barang.
Demikianlah, betapa Islam dapat membereskan masalah limbah secara tuntas. Individu, masyarakat, maupun negara memiliki peran masing-masing yang saling mendukung. Ketiganya memahami taklif syara pada dirinya untuk tidak merusak bumi yang sudah diciptakan Allah SWT. dengan seimbang. Seluruh peran ini hanya akan berjalan sukses dalam sistem kenegaraan yang ideal untuk penerapannya yakni, Khilafah Islamiah ini.
Mengingat hanya Khilafah sistem yang lahir dari akidah Islam, dalam menerapkan aturan yang dipancarkan dari akidah Islam, yang notabene merupakan syarat agar seluruh mekanisme yang telah disebutkan sebelumnya dapat diterapkan, maka berusaha menegakkannya menjadi sebuah keharusan yang sangat urgent.
Kita bisa mengambil bagian dari proyek besar ini. Langkah pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis dan mendakwahkannya di tengah-tengah masyarakat, tanpa nanti tanpa tapi. Semangat, Allahu Akbar!
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar