Oleh: Nur Hidayati
Miris memang di negeri yang katanya orangnya ramah-ramah, mempunyai perilaku yang terpuji malah sekarang banyak menelurkan cerita-cerita jauh dari sifat-sifat tersebut. Sebut saja salah satu contoh berita tentang seorang kepala sekolah yang dilaporkan ke polisi karena menegur seorang siswa yang merokok disekolah. Yang lebih menyedihkan, orang tua dan teman-temannya malah berpihak pada si anak yang melakukan pelanggaran tersebut.
Ada juga kasus perundungan yang terjadi di sebuah universitas ternama di Bali yang menyebabkan korban sampai bunuh diri. Selain itu, ada juga tayangan di trans7 yang secara sepihak menggambarkan adab santri kepada kyainya sebagai budaya feodal. Padahal dalam Islam sikap feodal itu dilarang keras.
Kadangkala ada cara santri memberikan penghormatan kepada gurunya dianggap seperti feodal, akhirnya ada pandangan buruk untuk kalangan pesantren. Padahal, dengan memuliakan guru Insyallah apa-apa yang dipelajari akan mendapatkan keberkahan. Memuliakan guru itu adalah adab agung dalam Islam. Seperti yang disebutkan dalam salah satu atsar "Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang tua, tidak menyayangi yang muda dan tidak mengetahui hak orang alim di antara kita". (Al-Qurthubi, Al-Jami'li Ahkam Al Qur'an, 17/241).
Semua ini tak lepas dari sistem yang diterapkan di negeri kita saat ini. Sistem yang dipakai negara saat ini adalah sistem buatan barat, tentu saja apa-apa yang dilakukan sesuai keinginan Barat. Negara kita yang sifatnya mengadopsi sistem ini mau tidak mau harus mengikuti aturan yang dibuat oleh pembuat sistem ini. Dan sistem ini adalah sistem buatan manusia yang sifatnya hanya mencari kemaslahatan bagi dirinya sendiri. Umat Islam saat ini tidak menyadari jika pemikiran mereka sedang dijajah oleh sekuler kapitalis. Setiap hari umat Islam selalu dicekoki dengan tsaqofah-tsaqofah asing yang menjauhkan mereka dari Islam.
Dalam dunia pendidikan, hal ini bisa sangat berpengaruh pada peserta didik maupun para guru. Peserta didik seolah-olah kehilangan arah dan makna hidup. Mereka belajar hanya untuk mengejar dunia saja. Begitu pula para guru, banyak di antara mereka yang mengajar hanya sekedar menyampaikan ilmu tanpa mau tahu apakah hal tersebut bisa membentuk karakter dan akhlak peserta didiknya yang sesuai dengan tuntunan Islam.
Dalam Islam, pendidikan mempunyai tujuan untuk mencerdaskan umat dan membentuk pribadi yang berkepribadian Islam. Berbeda dengan pendidikan saat ini yang sifatnya hanya mentransfer ilmu tanpa memperdulikan itu bisa menciptakan akhlak mulia sesuai dengan tuntunan Islam atau tidak. Sebagaimana sabda Rasullullah Saw "Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR Al Bazzaar dan Al Baihaqi).
Dunia pendidikan pernah mengalami masa keemasannya di bawah naungan Khilafah. Terutama di era Kekhilafahan Abbasiyah. Negara membangun madrasah-madrasah, perpustakaan, dan pusat riset. Pendidikan juga bersifat gratis dan terbuka untuk semua kalangan dan hal ini sangatlah berbanding terbalik pada sistem pendidikan saat ini dimana biaya pendidikan sangat mahal seolah-olah pendidikan hanya diperuntukkan buat mereka yang berduit saja.
Peran negara tak luput dari ini semua. Dalam Islam, negara mempunyai kewajiban langsung untuk menyelenggarakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat. Serta dapat menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa. Tapi dalam sistem kapitalisme hal ini tidaklah mungkin bisa terwujud. Pendidikan semacam ini hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam.
Krisis pembentukan karakter di Indonesia saat ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan menambah jam pelajaran agama atau dengan memberikan pelatihan-pelatihan pada guru. Solusinya hanya satu, mengembalikan sistem pendidikan dibawah naungan syariah Islam yang diterapkan oleh negara.
Wallahu A'lam Bishowab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar