Oleh : Radima Tsulmah,S.Pd (Aktivis Muslimah)
Peredaran narkoba di Kalimantan Timur kembali menunjukkan wajah kelamnya. Meski berbagai bentuk sosialisasi dan operasi penegakan hukum terus dilakukan, ancaman narkotika tetap merajalela. Fakta-fakta terbaru di Balikpapan dan Samarinda memperlihatkan bahwa masalah ini masih jauh dari kata selesai.
Pemerintah dan aparat penegak hukum di Balikpapan terus mengintensifkan pencegahan. Sosialisasi mengenai bahaya narkoba digelar di dua sekolah, yakni SMP Negeri 3 Balikpapan dan SMK Negeri 6 Balikpapan. Langkah ini menjadi penting, mengingat remaja merupakan kelompok yang paling rentan terseret arus peredaran gelap narkoba.
Namun kenyataan di lapangan berkata lain. Satresnarkoba Polresta Balikpapan mencatat tren peningkatan kasus narkotika sepanjang Januari–Oktober 2025. Total 286 kasus berhasil diungkap, naik dari 281 kasus pada periode yang sama tahun 2024. Meski selisihnya tampak kecil, angka ini menunjukkan bahwa peredaran narkoba tidak surut — bahkan bertambah.
Kasat Resnarkoba Polresta Balikpapan, AKP Yoshimata JS Manggala, menegaskan bahwa peningkatan tersebut menjadi bukti bahwa peredaran narkotika di Balikpapan masih menjadi ancaman serius. Artinya, sosialisasi dan penindakan yang ada belum mampu menimbulkan efek jera yang signifikan bagi para pelaku.
Berbeda dengan Balikpapan yang fokus pada penegakan hukum dan sosialisasi, Samarinda menunjukkan strategi lain. Pada Kamis malam (6/11/2025), Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Timur bersama aparat gabungan menggelar operasi besar-besaran di kawasan Jalan Lambung Mangkurat, Pelita, Samarinda Ilir — wilayah yang dikenal sebagai titik rawan narkoba.
Namun menariknya, operasi ini tidak sekadar penangkapan. BNNP Kaltim menekankan pendekatan humanis dan pemulihan sosial. Program tersebut merupakan bagian dari upaya menjadikan kawasan tersebut sebagai Kampung Bersih Narkoba (Bersinar). Pendekatan ini menggabungkan aspek edukasi, rehabilitasi, serta pemberdayaan masyarakat agar rantai peredaran narkoba benar-benar terputus dari akar.
Narkoba menjadi ancaman besar bagi remaja karena mereka hidup dalam arus sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Nilai halal–haram makin memudar, digantikan gaya hidup hedonis, tekanan pergaulan, dan lingkungan yang jauh dari nilai agama. Tanpa pendidikan berbasis akhlak dan keteladanan, remaja menjadi kelompok paling rentan terjerumus. Ini bukan sekadar masalah individu, tetapi masalah sistemik yang melemahkan fondasi moral generasi.
Bisnis narkoba terus hidup karena sistem kapitalisme sekuler hanya mengejar keuntungan, bukan keselamatan manusia. Selama mendatangkan profit besar, narkoba akan terus diproduksi, dipasarkan, dan dilindungi oleh jaringan bisnis gelap. Penegakan hukum hanya menyentuh pelaku kecil, sementara aktor besar sulit tersentuh. Inilah sebabnya angka kasus tidak pernah benar-benar turun: sistemnya mendukung keberlanjutan bisnis haram ini.
Upaya sosialisasi dan razia penting, tetapi tidak memadai tanpa peran negara secara total. Masalah narkoba berkaitan dengan pendidikan sekuler, ekonomi yang permisif terhadap bisnis haram, lemahnya pengawasan, dan rusaknya moral masyarakat.
Negara harus membangun sistem yang menutup peluang peredaran narkoba dari hulu ke hilir melalui:
• pendidikan berbasis syariat,
• kontrol ketat distribusi kimia dan obat,
• penegakan hukum tanpa tebang pilih,
• pembinaan lingkungan sosial,
• serta rehabilitasi komprehensif bagi korban.
Tanpa perubahan struktural, sosialisasi hanya formalitas, dan razia hanya solusi sesaat.
Islam mencegah peredaran narkoba bukan hanya lewat edukasi, tetapi melalui sistem sanksi yang tegas dan efektif.
Dua fungsinya:
• Jawabir → menebus dosa pelaku agar kembali bersih di sisi Allah.
• Jawazir → menjadi pencegah keras bagi masyarakat agar tidak berani melanggar.
Dengan hukuman yang cepat, tegas, dan tanpa tebang pilih, Islam menutup celah bisnis haram dan memutus rantai peredaran dari hulu hingga hilir.
Islam membangun perlindungan menyeluruh melalui tiga pilar:
• Ketakwaan individu → akidah kuat membuat seseorang menjauhi narkoba karena sadar itu dosa dan merusak diri.
• Kontrol masyarakat → budaya saling mengingatkan (amar makruf nahi mungkar) menjadi pagar sosial yang mencegah peredaran narkoba berkembang.
• Peran negara → menghilangkan peluang bisnis narkoba, mengawasi bahan berbahaya, mendidik masyarakat dengan nilai Islam, menindak tegas, dan memberi rehabilitasi bagi korban.
Ketiga pilar ini berjalan bersamaan, sehingga upaya mencegah narkoba tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi menjadi sistem yang menyatu dan menyeluruh. Wallahu alam bisshowab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar