Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Dini Pitria diaktifkan kembali sebagai Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten. Dia akan kembali bergabung bersama guru dan murid lainnya di sekolah tersebut, pasca sebelumnya dinonaktifkan oleh Gubernur Banten, Andra Soni. Andra menegaskan, masalah itu sebenarnya juga sudah selesai sejak Jumat lalu. Namun, ada yang membuat gaduh, meski tak disampaikan siapa sosok yang membuat gaduh itu.
Pertemuan keduanya terjadi usai dipanggil Gubernur Banten, Andra Soni. Sayang, saat murid dan guru saling memaafkan, orangtua tua dari Indra tidak ikut menemani anaknya datang ke kantor Gubernur Banten.
"Saya senang bisa diundang gubernur buat saling memaafkan saya dengan kepala sekolah, sebenernya juga salah ngerokok di sekolah," ujar Indra, murid SMAN 1 Cimarga, di ruang Gubernur Banten, Kota Serang, Rabu (Liputan6, 15/10/2025).
Indra sang siswa juga berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari. Kemudian, dia juga mengajak seluruh siswa SMAN 1 Cimarga untuk kembali bersekolah seperti biasa dan menjaga kondusifitas proses belajar mengajar.
Semoga saja itu murni dari lubuk hati terdalam, bukan karena isu yang kini banyak beredar, yaitu banyak Human Resources Department (HRD) yang akan memasukkan lulusan SMAN 1 Cimarga ke dalam daftar hitam. Sejumlah pengusaha dan praktisi HRD disebut mulai menyimpan catatan terkait kasus tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam proses rekrutmen di masa depan. bahkan sudah ada yang menyatakan mem-blacklist lulusan sekolah tersebut.
Informasi ini mencuat setelah unggahan ulang di berbagai media sosial, termasuk akun Instagram @fakta.indo, memancing ribuan komentar publik.
Banyak warganet menilai aksi siswa yang membela pelanggaran disiplin justru menunjukkan sikap yang bertentangan dengan nilai-nilai tanggung jawab dan integritas yang dibutuhkan di dunia kerja.
“Gw selaku pemilik perusahaan, ini jelas gw blacklist! Kasih tanda aja ijazahnya lulusan tahun ini, ga bakal gw terima. Ngurus karyawan macam begini bisa bikin masalah,” tulis salah satu netizen yang mengaku memiliki usaha.
Nada serupa juga muncul dari banyak komentar lain, terutama dari pengguna yang bekerja di bidang SDM atau perekrutan karyawan. Mereka menilai, membela pelanggaran atas nama solidaritas menunjukkan lemahnya pendidikan karakter dan kesadaran moral.
“Blacklist dari HRD dan pemilik bisnis bukan kebetulan, tapi konsekuensi dari reputasi moral yang runtuh. Dunia kerja tidak butuh orang yang menormalisasi pelanggaran disiplin,” tulis seorang warganet lainnya. (Jawa pos, 16/10/2025).
Andai itu benar-benar terjadi, bagaimana nasib alumni SMAN 1 Cimarga ke depan? Secara, sekarang saja mencari kerja begitu sulit apalagi di blacklist oleh dunia kerja sejak sebelum lulus sekolah? Padahal belum tentu semua yang sekolah di sana atau yang ikut mogok sekolah mereka mendukung atau perokok juga. Belum tentu juga apakah mereka melakukan itu tahu konsekuensinya atau sekedar ikut-ikutan sebagaimana trend sekarang dari anak-anak sampai pejabat hobinya membebek, ikutan yang viral tanpa ditelaah lebih jauh sebab akibatnya.
Bagaimana pula dengan tahun depan? Apakah masih ada calon siswa yang mendaftar ke sekolah tersebut? Bagaimana nanti nasib para guru dan semua yang mengandalkan hidup dari bekerja di sana jika benar-benar sekolah tersebut terpaksa ditutup karena ketiadaan murid?
Benar adanya pepatah dulu, "karena nila setitik rusak susu sebelanga". Karena satu Indra yang didukung oleh sang bunda dan teman-temannya berakibat buramnya masa depan alumni dan sekolah tersebut.
Masih dari pepatah dulu, kali ini dari Sunda buhun berupa sisindiran (pantun),
Sing asak-asak nya ngejo bisi tutung tambaga na
Sing asak-asak nya nempo bisi kaduhung akhirna
Makna dari sisindiran di atas adalah kita harus benar-benar menganalisis terlebih dahulu terhadap fakta yang kita dapat sebelum kemudian mengambil keputusan untuk bertindak atau berpihak. Sebagaimana yang dilakukan oleh bundanya Indra dan teman-temannya yang ikut mogok sekolah. Seharusnya digali dulu fakta dan kronologis kejadian dari dua versi, versi Indra dan versi kepala sekolah. Kemudian lihat dengan teliti apakah ada aktivitas yang melanggar hukum syara? Atau adakah kesesuaian dengan hukum syara?
Kita ambil lagi dari pepatah dulu, masih dari Sunda buhun, "Kudu dibeuweung diutahkeun!". Artinya, setelah kita menggali fakta dari berbagai sumber, kemudian kita menganalisis berdasarkan kacamata yang benar, yaitu hukum syara lalu kita mengambil langkah yang sesuai hukum syara pula.
Kenapa harus hukum syara? Sebab hukum tersebut berasal dari Allah SWT. Sang Pencipta sekaligus Pengatur manusia dan seluruh isinya. Secara teoritis gampangnya, ketika kita menggunakan barang apapun itu sesuai dengan petunjuk penggunaan dari produsen/pabriknya tentu akan baik bagi barang tersebut. Lain halnya jika kita semaunya dalam memakai barang tadi, wal hasil umur barang tersebut tidak akan lama sebab akan cepat rusak. Begitu juga dengan manusia, alam, dan seluruh kehidupan yang terdapat di dalamnya adalah ciptaan Allah SWT., maka mau tidak mau harus manut pada semua aturan-Nya. Tidak ada pilihan lain, dan jangan coba-coba mencari aturan lain!
Kalau saja dari awal sekolah menerapkan aturan tegas, "Dilarang merokok di lingkungan sekolah!" untuk semuanya, bukan hanya siswa. Kalau saja Indra tidak nekad merokok di kantin atau di tempat lain juga. Kalau saja Ibunda Indra dan teman-temannya menganalisis dulu kejadiannya. Kalau saja pemerintah secara tegas melarang produksi rokok beserta segala bentuk peredarannya sebagaimana yang diberlakukan terhadap rokok ilegal. Kalau saja pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak dengan gaji yang layak sehingga tidak ada yang mendzolimi/didzolimi. Kalau saja benteng keimanan dan amal ma'ruf begitu kokoh sehingga semua pihak tidak terbesit untuk menanam atau menyediakan segala bentuk barang atau aktivitas menuju kemaksiatan. Kalau saja.....
Sayang, itu semua telah terjadi. Pepatah mengatakan, "nasi sudah menjadi bubur". Mustahil bisa menjadi nasi kembali, karena dimensi waktu hanya ada di dunia maya, film, dan kartun anak. Yang bisa dilakukan adalah menambah kerupuk, kecap, ayam suwir, bawang goreng, dan sedikit sambal agar rasa bubur semakin mantap, haha!
Ini bukan tentang bubur. Ini tentang nasib anak bangsa ke depan. Ini tentang nasib alumni SMAN 1 Cimarga dan mungkin sekolah lainnya. Ini juga tentang rezim yang saat ini berkuasa. Belum terlambat, mari kita perbaiki bersama. Kita memang tidak bisa kembali ke masa lalu, tapi kita bisa kembali bahkan memang akan kembali kepada pencipta kita, cepat atau lambat.
Maka sudah saatnya kita pun kembali memakai aturan-Nya, melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Bisa? Tentu saja bisa. Sebab Allah SWT. masih memberikan nafas, itu berarti pintu taubat masih terbuka. Tinggal kita mau atau tidak. Caranya adalah dengan mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis dan mendakwahkannya di tengah-tengah masyarakat agar semakin banyak yang tercerahkan. Tanpa nanti tanpa tapi. Semangat!!
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar