ABH Buah Sistem Pendidikan Sekuler Kapitalisme


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Bullying itu Menyakitkan! Seolah biasa tapi berdampak luar biasa. Dianggap iseng tapi teramat menyakitkan. Bukan lagi candaan jika berakhir dendam hingga merenggut nurani berbelas kasih dan memaafkan bahkan berujung dendam yang membawa petaka bagi semua.

Bukan sekali ini, tapi ini yang terparah dan tidak dapat menjamin jika hal ini dibiarkan maka di masa yang akan datang akan lebih parah dari ini. Sungguh terlalu jika penguasa masih menganggap ini hal biasa atau hanya sekedar kenalan remaja di masa transisi. Indonesia sudah 70 tahun merdeka mestinya bisa memerdekakan generasi muda dari perilaku bullying dan selainnya.

Seperti pada peristiwa ledakan di SMA 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Jumat (7/11) pekan lalu, pelaku adalah siswa aktif di sekolah tersebut yang sering menjadi korban bullying. Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menyebut pelaku ledakan SMA 72 Jakarta yang kini telah ditetapkan sebagai Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) berdasarkan hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan temuan bukti yang dimiliki kepolisian, merupakan pribadi yang tertutup dan jarang bergaul dengan orang lain. Pelaku merasa sendirian dan tidak mempunyai tempat untuk berkeluh kesah baik di lingkungan keluarga, rumah, maupun sekolah. Dia merasa tertindas, kesepian hingga memiliki dendam atas perlakuan yang selama ini diterimanya. (CNN Indonesia, 12/11/2025).

Tercerabutnya empati di lingkungan keluarga, rumah, lingkungan masyarakat dan sekolah adalah akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem Kapitalisme melahirkan manusia-manusia individualis dan sekularis. Tak peduli, asal senang sendiri meskipun untuk itu melukai orang lain.

ABH adalah korban bullying, korban sekularisme yang mementingkan kepuasan hati dengan membully. Tidak pekanya tiap-tiap individu yang ditemui menambah luka di hati pelaku. Ya pelaku adalah korban yang menjadikan dia pelaku radikalisme pribadi. Dimana orang tua dan keluarganya? Dimana teman dan gurunya? Dimana masyarakat di sekitar rumahnya? Dimana penguasa yang seharusnya melindunginya dari perlakuan bullying, yang seharusnya mencegah teman-temannya melakukan bullying, yang seharusnya menghadirkan keluarga yang menemaninya dan mendengarkan curahan hatinya, yang seharusnya menjadikan masyarakat peduli padanya, yang seharusnya memblokir konten kekerasan, yang seharusnya membimbing rakyatnya agar lebih beriman dan bertakwa? 

Nyatanya, sistem sekuler kapitalisme yang diterapkan di negeri ini melahirkan sistem pendidikan yang juga sekuler saat ini memberikan ruang kebebasan kepada anak didik. Kebebasan tersebut semakin menjauhkan mereka dari nilai-nilai agama. Agama tidak lagi menjadi pedoman dalam tingkah laku mereka. Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini terbukti telah gagal mencetak peserta didik yang bertakwa dan berakhlak mulia. 

Benar, pemerintah, sekolah, dan orang tua memiliki peran besar dalam mencegah kekerasan. Sekolah perlu meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas siswa, terutama di luar jam pelajaran. Kurikulum berbasis akidah dalam sistem pendidikan Islam bisa membantu mengontrol siswa dalam berbicara dan bertingkah laku, karena siswa dikondisikan memiliki ruh (kesadaran akan hubungannya dengan Allah). Jadi, siswa merasa mawas diri karena sadar bahwa apa yang dilakukan suatu saat akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

Allah SWT. berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَـيْسَ لَـكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗ اِنَّ السَّمْعَ وَا لْبَصَرَ وَا لْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰٓئِكَ كَا نَ عَنْهُ مَسْئُوْلًا
"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al Isra: 36).

Peran orang tua tidak kalah penting, sebagai pondasi pengenalan akidah pada anak-anak untuk bekal mengarungi kehidupan. Selain itu, hendaknya dalam keluarga dibangun komunikasi yang baik dan perhatian yang cukup agar membantu anak-anak mengelola emosi dan mengenali bahaya kekerasan sejak dini. Karena kekerasan di sekolah bukan hanya ancaman terhadap keselamatan siswa, tetapi juga merusak kualitas pembelajaran dan pembentukan karakter mereka. 

Elemen yang paling penting yaitu pemerintah perlu memperkuat regulasi yang mendukung terciptanya lingkungan sekolah yang aman, termasuk menerapkan sanksi tegas terhadap pelaku kekerasan. Hal ini hanya bisa terwujud dalam bingkai syariat yang ditopang dengan sistem pendidikan berbasis akidah yang memiliki tujuan pendidikan membentuk siswa berkepribadian Islam, di mana pola fikir dan pola sikap berstandar hanya pada Islam saja. 

Selain itu, didukung sistem sanksi yang tegas dan adil serta berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah). Dikatakan adil sebab para hakim/kadi memutuskan perkara sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunah. Misalnya pelaku pembunuhan disengaja, hukumannya dalam Al-Qur’an adalah kisas, yakni hukuman mati/hukuman setimpal seperti yang ada di surah Al-Baqarah ayat 178—179,

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Namun, barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah ia mengikutinya dengan baik dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui batas setelah itu maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih. Dan dalam kisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.”

Namun, jika pihak keluarga memaafkan, pelaku harus membayar diat mughaladzah, yakni denda sejumlah 100 ekor unta, terdiri dari 30 unta hiqqah (unta betina umur 3—4 tahun), 30 ekor jadza’ah (unta betina umur 4—5 tahun), dan 40 ekor khilfah (unta betina yang sedang hamil). (Muslimahnews.com)

Dengan begitu, seseorang tidak mudah melakukan kekerasan atau bullying apalagi sampai berani menghilangkan nyawa baik bagi si pelaku maupun korban. Dalam Islam, negara juga mengontrol media dengan baik sehingga tidak ada konten yang merusak siswa, serta masyarakat peka terhadap kondisi yang ada dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar.

Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung perkembangan siswa secara holistik sehingga melahirkan generasi emas dan cemerlang yang didambakan serta mampu memimpin dunia di masa yang akan datang. 

Dan kondisi seperti itu hanya bisa terlaksana apalagi negara menerapkan sistem Islam. Maka untuk meraihnya, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah dengan mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis dan mendakwahkannya di tengah-tengah masyarakat, tanpa nanti tanpa tapi.

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar