Darurat Kekerasan dan Kriminal di Masyarakat


Oleh : Ummu Aldy

Seorang wanita berinisial A diduga menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suaminya sendiri. Polisi menyelidiki kasus KDRT yang terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kasus dugaan KDRT tersebut viral di media sosial (medsos). Korban mengunggah sejumlah bukti KDRT yang terjadi seperti beberapa luka lebam di bagian tubuhnya hingga video dugaan KDRT yang dilakukan suaminya.

Entah harus berkata apa lagi melihat kasus-kasus kekerasan yang bertebaran di negeri ini. Indonesia sudah masuk status darurat. Bagaimana tidak, kasus kekerasan dan pembunuhan begitu marak dan menjelma menjadi sebuah fenomena sosial yang sangat mengkhawatirkan. Mirisnya, pelaku kejahatan dilakukan oleh keluarga terdekat dan anak remaja. Data dari GoodStats mencatat hingga September 2025, terdapat lebih dari 10.000 kasus KDRT di Indonesia (14/09/2025). Keluarga yang seharusnya menjadi tempat paling aman untuk berlindung, justru menjadi tempat yang di dalamnya tersembunyi bahaya yang tak terdeteksi.

Seperti yang terjadi di Malang, seorang suami tega membunuh istrinya sendiri. Jasad korban ditemukan di lahan tebu dengan kondisi hangus terbakar sebelum dikubur (beritasatu, 16/10/2025). Di Pacitan, seorang cucu membacok sang nenek karena sakit hati dikatai sebagai cucu pungut (beritasatu, 16/10/2025). Seorang remaja berusia 16 tahun juga ditangkap dan diancam hukuman mati setelah melakukan aksi bejatnya dengan mencabuli dan membunuh seorang anak 11 tahun di Jakarta (beritasatu, 13/10/2025). Semua kasus ini bisa ditarik benang merahnya, yaitu kerapuhan ketahanan keluarga dan rusaknya moral manusia.


Sekularisme dan Pendidikan Liberal yang Merusak Moral

Sesungguhnya, masalah ini tidak cukup memandang pelaku sebagai individu yang amoral dan bejat saja. Karena sejatinya, kasus-kasus tersebut berpangkal dari akar yang sama, yaitu sekularisme. Sekularisme adalah paham yang menyingkirkan nilai agama dari kehidupan manusia, Seseorang menjadi tidak takut ketika berbuat jahat dan semena-mena karena keimanan telah tercerabut dari dirinya.

Begitu pula dengan sistem pendidikan yang hari ini begitu liberal. Kebebasan menjadi pondasi bagi perbuatan manusia, Tidak ada standar baik dan buruk kecuali kepentingan dan kesenangan belaka. Walhasil, lahirlah generasi individualistik yang lebih mengedepankan kepentingan pribadi. Mereka cenderung mudah tersinggung dan sulit mengontrol emosi. Tanpa adanya kontrol iman dalam diri, akhirnya mereka bisa lepas kendali. 

Di dunia kapitalisme saat ini, tidak heran materialisme selalu menjadi fokus utama kehidupan seseorang. Harta, gaya hidup hedon, dan jabatan mentereng menjadi standar hidup serta gengsi. Demi meraihnya, tak jarang yang haram pun diterobos. Semua ini membuka celah bagi kekerasan dan kejahatan. 


Dimana Peran Negara?

Walaupun negara ini sudah memiliki payung hukum bagi tindak kekerasan, yaitu UU PKDRT (Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga). Namun pada implementasinya undang-undang tersebut lebih bersifat reaktif. Seharusnya, negara tidak hanya memberlakukan hukum ketika kasus terjadi, melainkan mencegah dari akar dan sistemnya secara komprehensif. Padahal bukan hanya sistem sanksi yang mesti diberlakukan, melainkan pencegahannya juga.

Hukuman yang diberlakukan bagi pelaku juga sama sekali tidak memberikan efek jera. Hal ini membuat kasus serupa seringkali terjadi. Belum lagi ada payung perlindungan bagi pelaku di bawah umur, sehingga kasus kejahatan yang sama tetapi mendapatkan sanksi yang jauh lebih ringan. 

Ini menandakan bahwa hukuman saja tidak cukup, melainkan harus ada perubahan mendasar secara sistemik, bukan hanya keluarga saja, tetapi baik masyarakat maupun negara harus terlibat di dalamnya, yaitu mengembalikan nilai-nilai agama sebagai pondasi dalam berkehidupan dan bernegara.


Islam Memberi Solusi yang Hakiki

Keluarga di dalam sistem Islam memiliki bangunan yang kukuh, tidak mudah goyah dan bubrah. Islam memandang keluarga bukan sekadar kumpulan manusia yang hidup seatap, tetapi keluarga merupakan institusi terkecil yang strategis dalam memberikan jaminan perlindungan.

Adanya perlindungan dalam rumah tangga akan mewujudkan rasa aman bagi generasi yang dilahirkan. Hal ini merupakan bekal penting untuk mewujudkan generasi Islam cemerlang pada masa depan.

Dalam Islam, negara (Khilafah) menjamin terwujudnya fungsi keluarga melalui berbagai sistem. Sistem pendidikan mencetak individu rakyat berkepribadian Islam, yaitu sosok yang bertakwa pada Allah Swt. sehingga tidak akan menyakiti dan berbuat zalim pada keluarga.

Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Bertakwalah kalian semua kepada Allah, dan takutlah kalian dari perbuatan zalim, karena sesungguhnya kezaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim).

Penerapan sistem ekonomi Islam akan mewujudkan kesejahteraan pada tiap-tiap individu sehingga mencegah terjadinya KDRT akibat persoalan ekonomi. Adapun sistem pergaulan Islam akan memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan sehingga mencegah terjadinya perselingkuhan. Negara juga akan mengatur media massa sehingga mencegah adanya pornografi yang bisa membangkitkan syahwat.

Pada aspek hukum, negara memiliki lembaga pengadilan yang akan memberi sanksi yang adil bagi pelaku. Pada kasus melukai tubuh hingga membunuh, berlaku hukum kisas. Sanksi terberat adalah hukuman mati bagi pelaku pembunuhan yang disengaja. 

Sanksi yang tegas akan mewujudkan efek jera sehingga orang tidak akan mudah melukai orang lain, apalagi sampai membunuhnya. Adapun pelaku pencabulan juga akan mendapatkan sanksi yang berat sesuai jenis perbuatannya. Demikianlah indahnya gambaran keluarga dalam sistem Islam, jauh dari praktik kekerasan.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar