Oleh : Dwi March Trisnawaty S.EI (Mahasiswi Magister Universitas Airlangga)
Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim bahwasannya kemiskinan telah mengalami penurunan, pernyataan ini berbeda jauh dengan realita. Indonesia terancam bayang-bayang resesi ekonomi, ditandai dengan turunnya daya beli. Kondisi ekonomi di tengah masyarakat dapat dikatakan sedang tidak baik-baik saja, terbukti adanya badai PHK di berbagai sektor pada awal tahun 2025. Gelombang PHK dengan jumlah pekerja yang terdampak mencapai sekitar 60.000 orang pada dua bulan pertama tahun ini. Data tersebut diperoleh dari laporan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) (cnbcindonesia.com, 25/07/2025)
Angka kemiskinan ekstrem memang menurun, namun sebatas angka semu di atas kertas kerja. Penurunan standar kemiskinan ditetapkan secara sengaja dengan mengubah garis kemiskinan nasional dengan masih mengacu pada (PPP (Purchasing power parity tahun 2017) tingkat kemiskinan ekstrem nasional yakni USD 2,15 (20.000)/hari). Hingga pada Maret 2025 standar kemiskinannya menjadi sebesar Rp609.160 per kapita per bulan atau setara sekitar Rp20.305 per hari (cnnindonesia. 25/07/2025).
Turunnya angka kemiskinan di atas kerja tetapi akar kemiskinan masih belum dituntaskan, harusnya bukan sebagai patokan keberhasilan naiknya taraf kesejahteraan rakyat. Hal ini disebabkan penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang mengakar membuat jurang antara kaya dan miskin semakin melebar. Kekayaan hanya berputar di segelintir kaum elite, sementara akses layanan layak seperti pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi semakin sulit didapatkan. Negara dalam penerapan sistem Kapitalisme hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator bagi para pemilik modal. Oleh karena itu kebijakan yang dibuat tidak pernah menyelesaikan akar permasalahan rakyat, sedangkan sistem ekonominya jelas rusak dan penuh penindasan terhadap rakyat lemah.
Dalam sistem Daulah Khilafah, negara wajib bertanggung jawab penuh atas kebutuhan dasar rakyat antara lain pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan hingga individu per individu, tanpa memikirkan keuntungan syarat pasar. Segala kebutuhan pokok akan terpenuhi dengan pengelolaan kepemilikan umum yang jelas, seperti pemanfaatan sumber daya alam wajib dikelola negara untuk kemaslahatan ummat bukan sebagai alat komersial di tangan swasta seperti kapitalis. Dalam sistem ekonomi Islam pengentasan kemiskinan telah diatur kepemilikan harta untuk mencegah penumpukan kekayaan pada segelintir orang. Allah SWT telah berfirman, “Agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (QS Al-Hasyr [59]: 7).
Standar ukuran kemiskinan dalam Daulah Khilafah tidak akan mengacu dari angka PPP (Purchashing Power Parity) buatan Lembaga Internasional. Khalifah dalam mengatasi akar permasalahan kemiskinan termasuk pengentasan pengangguran. Negara akan memberikan lapangan pekerjaan layak bagi laki-laki sebagai kepala rumah tangga yang dibebankan mencari nafkah untuk pemenuhan kebutuhan sekunder bagi keluarganya. Sistem Islam kaffah satu-satunya solusi hakiki dalam mengentaskan kemiskinan, karena dengan diterapkan syariat Allah SWT secara menyeluruh dalam aspek kehidupan akan mampu menyelesaikan semua problematika ummat. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar