KORUPSI MENGGURITA, ISLAM KAFFAH MENJADI SOLUSI


Oleh : Lili Marhaini

KPK menggelar OTT di Mandailing Natal, Sumut, pada Kamis (26/6) kemarin. OTT ini terkait dengan dua perkara berbeda. Sebanyak lima orang ditetapkan sebagai tersangka imbas operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Mandailing Natal, Sumatera Utara. Pertama, terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara. Kedua, terkait proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatera Utara. Nilai kedua proyek itu sebesar Rp 231,8 miliar.

Lima tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan preservasi jalan di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di KPK. 

Adapun tersangka penerima suap yakni:
Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting; Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto. Sementara, untuk tersangka pemberi suap yakni: Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang. Diduga kasus korupsi ini terjadi dengan Akhirun dan Rayhan selaku pihak swasta berharap mendapatkan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut dengan memberikan sejumlah uang sebagai uang suap kepada Topan, Rasuli, dan Heliyanto. Topan, Rasuli, dan Heliyanto kemudian diduga melakukan proses pengaturan lewat e-katalog agar perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek. (kumparan.com)

Disisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di salah satu bank pelat merah. Nilai proyek yang disorot mencapai Rp 2,1 triliun, dan berlangsung pada periode 2020 hingga 2024. (beritasatu.com)

Kasus korupsi di Indonesia tidak kunjung reda, malah semakin menggurita. Belum lekang dari ingatan kita tentang kasus korupsi Pertamina, Jiwasraya, PT Timah, Asabri, Wilmar Group, ekspor CPO, impor gula, dll., kini muncul kasus -kasus baru yang mencuat. Kasus-kasus ini makin menambah ramai bursa kasus korupsi di Indonesia yang harus ditangani. Padahal, kasus-kasus sebelumnya belum tuntas diselesaikan oleh KPK. Misalnya saja kasus korupsi gratifikasi pemberian kredit Bank Jawa Tengah periode 2014—2023, proyek e-KTP, dana bantuan sosial Covid-19, pengadaan lahan Yayasan Kesehatan Sumber Waras, dll..

Tidak tanggung-tanggung, kasus-kasus korupsi tersebut menyeret nama-nama pejabat tinggi yang berdampak pada kerugian negara yang nilainya sangatlah besar. Misalnya kasus Pertamina yang merugikan negara hingga Rp968 triliun, PT Timah Rp300 triliun, BLBI Rp147 triliun, dll.. Sampai-sampai muncul klasemen liga korupsi Indonesia yang menunjukkan urutan megakorupsi terbesar. 


Korupsi Ditengah Efisiensi Anggaran

Mirisnya, kasus-kasus korupsi ini muncul di tengah upaya pemerintah melakukan efisiensi anggaran yang jelas-jelas telah berdampak pada berkurangnya kualitas dan kuantitas layanan negara atas hak dasar rakyat dan pendanaan untuk sektor strategis, seperti penonaktifan penerima bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN), pengurangan tunjangan kinerja (tukin) guru, juga pengurangan dana bansos, riset, militer, dll.. Seolah-olah negara tidak punya uang sehingga harus melakukan efisiensi yang mengepras hak dasar rakyat. Konon efisiensi ini mampu menghemat uang negara hingga Rp306 triliun. Namun, di sisi lain, pejabat dan kroninya mengorupsi uang negara hingga ratusan triliun. 

Inilah potret buramnya penerapan sistem sekuler kapitalis yang nyatanya tidak mampu mensejahterakan rakyatnya, apalagi untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan yang ada ditengah- tengah rakyatnya. Kasus-kasus korupsi yang terus bermunculan hanyalah satu dari sekian banyak bukti bahwa sistem sekuler kapitalis tidak dapat diandalkan.

Kondisi ini juga menjadi bukti bahwa sistem politik demokrasi gagal memberantas korupsi. Demokrasi justru menyuburkan politik transaksional yang menjadikan amanah kekuasaan hanya menjadi alat transaksi antara para pejabat dengan para pemilik modal. Akibatnya, praktik korupsi membudaya pada semua level dan ranah kehidupan masyarakat. 

Inilah hasil dari sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan, membiarkan moralitas tercerabut dan menjadikan materi sebagai tolak ukur utama kebijakan.
 

Islam Solusi Berantas Korupsi

Berbeda halnya dengan Islam, kepemimpinan dalam Islam berasas pada akidah Islam yang menjadikan seluruh aspek kehidupan diatur dengan syariah Islam. Pemimpin dunia Islam tidak hanya berfungsi sebagai pengatur urusan dunia,tetapi juga sebagai pelindung akidah dan penjaga moral umat. Dalam sistem Islam kekuasaan dipahami sebagai amanah besar yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan manusia dan dihadapan Allah Swt.

Kehidupan masyarakatnya pun dibangun atas dasar syariat Islam dengan praktek amar makruf nahi mungkar. Sehingga meminimalisir terjadinya korupsi berjamaah dimana-mana dan dengan praktek masyarakat melakukan amar makruf nahi mungkar maka bibit korupsi bisa dicegah sejak masih berupa niat sehingga tidak sampai menggurita seperti saat ini. 

Dengan cara ini terwujudlah masyarakat yang adil sejahtera karena harta masyarakat bisa terdistribusi dengan lancar kepada yang berhak. Fakir miskin, para janda, lansia, yatim, dan orang yang telantar akan mendapatkan haknya sehingga bisa hidup sejahtera.

Kondisi ini terwujud karena Islam memiliki perangkat aturan yang jika diterapkan secara kafah akan mampu meminimalkan munculnya kasus pelanggaran, seperti korupsi, penyalahgunaan jabatan, dll., Pada saat yang sama, sistem Islam tetap mampu menjamin kesejahteraan masyarakat sehingga tidak membuka celah kerusakan, termasuk pelanggaran hukum. 

Untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan, sistem Islam (Khilafah) mewajibkan setiap penyelenggara negara untuk dihitung jumlah hartanya sebelum dan sesudah menjabat. Jika ada kenaikan signifikan, ia diminta menjelaskan asal muasalnya. Jika tidak mampu menjelaskan, harta tersebut akan disita oleh negara dan dimasukkan ke baitulmal. 

Fakta sejarah Islam telah membuktikan ketika Khilafah Islamiyah diterapkan secara sempurna, masyarakat hidup dalam suasana yang bersih dari korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Kepemimpinan dijalankan dengan amanah dan penuh tanggungjawab kesejahteraan merata dirasakan masyarakat dan hukum ditegakkan secara adil tanpa pandang bulu.Inilah gambaran masyarakat yang sejahtera yang pernah terwujud dalam sejarah peradaban manusia. Dan semua itu bisa terwujud hanya dalam bingkai Khilafah Islamiyah.

Allahua'lam bissawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar