Oleh : Ummu Umar
Kehidupan generasi dalam sistem Kapitalisme diliputi dengan berbagai kemaksiatan, seperti narkoba, tawuran, dan pembegalan. Selain itu, generasi juga lemah dalam mengendalikan dirinya dalam menghadapi persoalan termasuk kecemasan dan ketakutan.
Fenomena ini kembali mencuat setelah berita yang dimuat oleh KOMPAS.com Tanggerang Selatan. "Sebanyak 54 pelajar diamankan polisi karena diduga hendak tawuran di wilayah Serpong, Tangerang Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari sekitar pukul 03.00 WIB. Kapolsek Serpong, AKP Suhardono, menjelaskan, para pelajar tersebut ditemukan sedang berkumpul di dekat makam kawasan Cilenggang. Yang dilansir Kasus kekerasan pelajar dalam pekan ini tidak hanya itu saja, bahkan dilansir dari - Jakarta, Beritasatu.com — Unit Reskrim Polsek Metro Penjaringan menangkap lima remaja berstatus pelajar yang terlibat aksi pembegalan terhadap seorang sopir truk ekspedisi di lampu merah Jalan Gedong Panjang, Penjaringan, Jakarta Utara.
Ironisnya aksi kekerasan juga terjadi di kalangan sekolah dasar, dilansir malalui Muratara - Siswa kelas empat sekolah dasar (SD) di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan, berinisial JN (9) menusuk pelajar MTs kelas dua, yakni RI (13) dengan gunting di bagian di leher. Akibat kejadian itu, korban tewas.
Peristiwa ini menjadi bukti bahwa kekerasan dikalangan pelajar kini tidak mengenal usia. Aksi kekerasan yang semakin marak dilakukan pelajar sejatinya membuktikan kegagalan sistem pendidikan sekuler-kapitalis dalan membentuk generasi yang berkepribadian islam. Alih alih melahirkan pribadi pribadi yang memahami jati dirinya sebagai muslim, pendidikan sekuler justru menghasilkan generasi yang kehilangan arah, tidak memahami tujuan hidupnya serta tidak tahu bagaimana berfikir dan bertindak sesuai misi penciptaan yang telah ditetapkan Allah. Ketidakfahaman ini semakin parah karena tidak adanya lingkuangan sosial yang kondusif dan suportif dalam membentuk karakter islami. Sebaliknya generasi malah dibentuk dengan lingkungan yang permisif terhadap kemaksiatan, pergaulan bebas, kekerasan dan budaya hedonistik. Media masa dan media sosial yang seharusnya menjadi sarana edukasi dan pembinaan moral kini bebas tanpa kontrol yang ketat, memuat konten konten yang sarat pemikiran rusak, nilai nilai liberal dan budaya asing merusak pola pikir dan pola sikap generasi. Akibatnya para generasi semakin jauh dari nilai nilai islam, kehilangan kemampuan membedakan yang benar dan salah hingga mudah terjerumus dalam berbagai bentuk penyimpangan moral dan kriminalitas . Semua ini membuktikan bahwa negara lepas tanggung jawab menjamin terselenggaranya pendidikan berkualitas yang menjamin yang menghasilkan kepribadian mulia pelajar.
Berbagai persoalan yang menimpa generasi saat ini membutuhkan sistem yang mampu memberikan solusi yang komprehensif dan menyentuh akar masalah. Solusi itu hanya dapat diwujudkan melalui sistem penerapan sistem islam secara kaafah dibawah institusi negara khilafah. Dalam sistem ini negara bertindak sebagai penanggung jawab seluruh urusan umat termasuk pendidikan, pembinaan dan perlindungan generasi. Sistem islam mewajibkan penguasa untuk memastikan setiap individu terbina dengan aqidah yang kuat, akhlak yang mulia, dan keterampilan yang bermanfaat. Sementara media sebagai sarana yang menumbuhkan keimanan, ketakwaan dan kecintaan pada islam akan didukung penuh oleh negara. Dengan sinergi antara pendidikan dan media yang dikendalikan oleh syariat, generasi akan tumbuh dalam lingkungan yang sehat, cerdas dan berakhlak mulia.
Wallahu'alam bi showab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar