Pemblokiran Rekening Nganggur Sepihak oleh Kapitalisme, Hanya Islam Menjaga Harta Rakyat


Oleh : Dwi March Trisnawaty S.EI (Mahasiswi Magister Universitas Airlangga)

Ramainya pemblokiran rekening pasif alias menganggur yang dilakukan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) dinilai tidak sesuai dengan landasan hukum. Pemblokiran rekening ditentang berbagai pihak, termasuk Anggota Komisi XI DPR RI Melchias yang menyatakan tidak setuju, karena upaya PPATK untuk mencegah kejahatan keuangan sepeti kegiatan judi online masuk ke ranah ikut mengatur penggunaan harta pribadi orang (republika.co.id, 31/07/2025)

Dikutip dari bbc.com, 31/07/2025, tindakan PPATK menyebutkan kebijakan blokir rekening pasif dalam rangka memberantas judi online. Rekening pasif (dormant) kerap dijadikan tempat menampung transaksi judi online. Akan tetapi tujuan pemblokiran tersebut tidak dilandasi dengan hukum yang kuat, sehingga warga mengeluhkan bahwasannya mereka sengaja menyimpan dana di rekening sebagai tabungan dan dana darurat. Ketidaktelitian PPATK dalam mengambil kebijakan tidak sejalan dengan prinsip perbankan dalam menjaga dana yang mengendap untuk dana darurat serta cadangan. Akibatnya rakyat merasa disabotase, karena tidak dapat menarik uangnya ketika dibutuhkan untuk membayar pengobatan, UKT, dan lain-lain. 

Kasus ini lumrah terjadi akibat dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme, berasaskan materi sebagai prinsip utama mengatur negaranya. Maka kapitalisme bebas melegalkan pemblokiran dana pribadi dimana itu adalah pelanggaran terhadap penjagaan kepemilikan pribadi tanpa adanya bukti hukum yang sah dan kuat. Bertentangan dengan hukum Islam yang melindungi hak kepemilikan secara mutlak. Negara tidak dapat membela rakyat karena dalam sistem kapitalisme sekularisme, negara hanya sebagai alat penekan rakyat. Bahkan dapat memeras serta merampas harta rakyat tanpa memandang hak rakyat. Dimana potensi keuntungan yang didapat dari rakyatnya, disitulah negara akan mengambilnya.

Pemblokiran rekening tanpa proses hukum yang tepat jelas melanggar prinsip al-bara’ah al-asliyah (praduga tak bersalah). Islam mengajarkan bahwasannya seseorang akan dikatakan bebas dari tanggung jawab hukum apabila terbukti dengan jelas. Namun, negara juga tidak diperkenankan sewenang-wenang melakukan perampasan dan pembekuan harta dalam hukum Islam. Justru, seharusnya negara menjadi pengurus (raa’in) yang menjamin serta memastikan harta kekayaan di distribusikan secara adil. Prinsip Islam dalam pengelolaan harta menekankan harus bersifat amanah serta menerapkan keadilan bagi setiap pemegang kekuasaaan. Dalam Islam memutuskan suatu kebijakan pada rakyat harus transparan dan sesuai dengan syari’at.

Penerapan syariat kaffah (menyeluruh) oleh negara Khilafah akan memberikan batasan yang jelas antara haq (kebenaran) dan kebathilan (menyimpang). Karena Islam merupakan agama shahih yang bersumber dari Allah Taala. Hanya sistem ekonomi Islam yang mampu menciptakan kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi seluruh rakyat. Islam sangat menjaga tiga kepemilikan harta dibagi tiga, yakni kepemilikan individu (al-milkiyyah al-fardiyyah), kepemilikan umum (al-milkiyyah al-‘ammah), dan kepemilikan negara (al-milkiyyah ad-dawlah). Maka dari itu, kepemilikan harta individu termasuk harta yang wajib dilindungi oleh negara sesuai dengan syariat. Dengan menaati syariat Allah secara kaffah terciptalah ketentraman hidup baik di dunia dan keselamatan di akhirat. Wallahualam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar