Kapitalisme Membajak Kemerdekaan: Cermin One Piece untuk Indonesia


Oleh : Butsainah, S.Pd.

Menjelang HUT RI ke-80, jagat maya dihebohkan dengan seruan unik: mengibarkan bendera bajak laut One Piece alih-alih Merah Putih. Sekilas, ini mungkin terlihat sebagai lelucon atau aksi iseng anak muda. Namun jika dicermati, fenomena ini adalah potret kegelisahan yang dalam—jeritan rakyat yang bosan melihat negerinya terus dirundung ketidakadilan.

Firman Soebagyo, anggota DPR Fraksi Partai Golkar, menilai simbol itu bentuk dari pembangkangan (kompas.com, 01/08/2025). Namun faktanya, ini bukanlah aksi makar, melainkan ekspresi simbolik. Kemerdekaan yang dulu diperjuangkan dengan darah, kini hanya dinikmati oleh segelintir elit yang berkuasa dan berduit. Sementara rakyat kecil harus puas dengan kebebasan semu, terjebak dalam lilitan kemiskinan dan kebijakan yang menyengsarakan.


Dunia One Piece: Fiksi yang Memantulkan Realita

Dalam dunia One Piece, terdapat “Pemerintah Dunia” yang mengklaim menjaga ketertiban, namun sesungguhnya menjadi pelindung kelas penguasa—Celestial Dragons—yang hidup mewah di atas penderitaan rakyat. Korupsi, ketidakadilan, dan penindasan menjadi wajah asli sistem itu.

Realita Indonesia hari ini tak jauh berbeda. Kebijakan negara kerap berpihak pada segelintir elit politik dan pemilik modal. Sebagaimana diungkap oleh Riki Hidayat, warga Kebayoran, Jakarta Selatan, bendera bajak laut yang viral ini dianggap representasi kekecewaan rakyat yang “merdeka di atas kertas, tapi tertindas di lapangan” (tempo.co, 01/08/2025).

Meski secara formal Indonesia telah merdeka sejak 1945, rakyat belum merasakan kemerdekaan sejati. Harga kebutuhan pokok melambung, pengangguran tinggi, dan sumber daya alam strategis dikuasai segelintir perusahaan besar, sebagian asing. Ini bukan kebetulan—ini adalah hasil langsung dari penerapan sistem kapitalisme.


Merdeka di Atas Kertas, Terjajah dalam Kehidupan

Sejak 1945, Indonesia telah resmi merdeka. Namun realitasnya, kemerdekaan itu lebih terasa sebagai jargon ketimbang kenyataan. Mengapa? Karena rakyat masih tercekik oleh pajak yang terus naik, kehilangan akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang layak karena mahalnya biaya, terhimpit harga kebutuhan pokok yang melambung, serta menyaksikan kekayaan alam dijual ke investor asing.

Inilah yang disebut kemerdekaan semu: merdeka secara formal, tapi secara ekonomi, politik, dan hukum, rakyat tetap dalam cengkeraman penjajahan gaya baru.


Akar Masalah: Kapitalisme yang Menciptakan Tirani Baru

Banyak orang menyalahkan individu: presiden, menteri, atau pejabat tertentu. Padahal, masalahnya jauh lebih dalam: sistem yang mengatur negeri ini adalah kapitalisme.

Kapitalisme adalah sistem buatan manusia yang memberi kebebasan mutlak bagi pemilik modal untuk menguasai pasar, politik, bahkan hukum. Ia melahirkan kesenjangan sosial yang tajam.

Bendera bajak laut kerap diartikan sebagai simbol perlawanan terhadap tatanan yang zalim. Dalam konteks Indonesia, kapitalisme telah menjadi bentuk penjajahan baru—menjarah kekayaan negeri tanpa tembakan, namun dengan peraturan yang mereka tulis sendiri.

Akibatnya, kebijakan Pro-Elit—UU dan regulasi disusun untuk memudahkan bisnis raksasa, bukan melindungi rakyat, rakyat sebagai sapi perah—pajak mencekik, sementara layanan publik minim, serta sumber daya alam terjual murah—tambang, hutan, dan laut dieksploitasi untuk keuntungan segelintir orang.

Kesenjangan sosial adalah konsekuensi bawaan kapitalisme. Segelintir elit menguasai kekayaan, sementara mayoritas rakyat terperangkap dalam lingkar kemiskinan. Persis seperti dunia One Piece, di mana World Government memelihara ketidakadilan demi mempertahankan status quo.


Islam: Bukan Sekadar Ajaran, Tapi Sistem Hidup yang Membebaskan

Ketidakadilan ini tidak akan pernah selesai jika kita hanya mengganti wajah-wajah di kursi kekuasaan, tapi tetap mempertahankan sistem kapitalisme. Umat harus sadar bahwa yang kita lawan adalah aturan buatan manusia yang cacat sejak awal.

Islam diturunkan Allah ï·» bukan hanya sebagai ajaran spiritual, tetapi sebagai sistem hidup yang kaffah: mengatur politik, ekonomi, pendidikan, hukum, dan seluruh aspek kehidupan. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka..." (QS. Al-Ma’idah: 49)

Di bawah sistem Islam, hukum Allah berlaku tanpa pandang bulu. Kekayaan alam dikelola untuk kepentingan rakyat, bukan untuk dijual ke asing. Pajak yang mencekik rakyat dihapus, diganti dengan mekanisme pemasukan negara yang adil. Pendidikan dan kesehatan menjadi hak seluruh warga, gratis dan berkualitas. Pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan pelayan investor.

Inilah sistem yang pernah mengangkat umat Islam menjadi khairu ummah—umat terbaik yang memimpin dunia selama berabad-abad, menegakkan keadilan, dan menghapus segala bentuk penindasan.


Dari Simbolik ke Perjuangan Hakiki

Gelombang kesadaran rakyat yang muncul dari simbol-simbol seperti bendera One Piece harus diarahkan ke perjuangan hakiki—perubahan sistemik. Perlawanan ini tidak cukup dengan sindiran atau aksi simbolik; ia harus terarah dan terukur melalui dakwah dan perjuangan politik untuk menghapus kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam.

Kita tidak butuh World Government versi Indonesia. Kita butuh sistem yang berpihak pada rakyat, menegakkan keadilan, dan menghapus penindasan. Dan itu hanya bisa diwujudkan dengan sistem Islam yang diterapkan secara kaffah.

Karena di dunia nyata, kita tidak butuh Luffy dan kru Topi Jerami untuk melawan tirani. Kita butuh umat yang sadar, bersatu, dan berjuang untuk meraih kemerdekaan hakiki—kemerdekaan yang tidak bisa dirampas oleh elit manapun, karena ia dijamin langsung oleh aturan Allah SWT.

Wallahu a’lam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar