Oleh: Ari Sofiyanti
Penjajahan Israel atas Palestina masih terus berlangsung hingga hari ini. Meski telah berpuluh-puluh tahun dan telah menjatuhkan entah berapa nyawa, kebebasan belum juga dirasakan oleh penduduk Palestina. Mereka terus merasakan duka nestapa dan dunia tak kunjung juga membebaskan mereka. Di saat kita dapat menyantap hidangan sesederhana nasi, penduduk Gaza bahkan hanya bisa bermimpi.
Sejak 2 Maret 2025, Israel telah memblokade bantuan dan lebih dari 1.000 truk dihancurkan. Sekitar 90% wilayah Gaza diblokade penuh, dibawah kendali militer Israel, yang mengakibatkan dua juta penduduk Gaza terjebak tanpa akses kehidupan dasar. (Detik.com).
Tanpa akses kebutuhan dasar seperti makanan, penduduk Gaza kini mengalami bencana kelaparan. IPC (The Integrated Food Security Phase Classification), pada Kamis (17-10-2024) melaporkan dari ketentuan Tahap Ketahanan Pangan Terpadu memperkirakan 345.000 warga Palestina akan menghadapi kelaparan di tingkat bencana atau Tahap 5. Sementara sebanyak 876.000 orang lainnya berada dalam Fase 4, yaitu Tingkat Darurat.
Kondisi ini terjadi karena Israel dan Amerika Serikat dengan sengaja mengontrol distribusi bantuan demi sebuah rencana terselubung. Mereka menetapkan empat titik penyaluran bantuan yang memaksa mobilisasi penduduk Gaza dari utara ke selatan di perbatasan Mesir sehingga dapat mempercepat pengusiran warga Gaza dari sana.
Zionis juga memanfaatkan peluang dari rencana pelaparan ini untuk membantai warga Gaza. Pada Kamis (10/7/2025), sebuah drone menembaki warga Gaza yang menewaskan 66 orang dan 8 di antaranya anak-anak ketika mereka tengah mengantre bantuan pangan dan lainnya. Serupa dengan kejadian ini, di tanggal 20 Juli 2025 ribuan warga Gaza yang sedang mengambil bantuan tiba-tiba ditembaki pasukan militer dari dekat. 73 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka.
Inilah systemic starvation, sebuah metode genosida untuk membunuh rakyat Gaza. Kita menyaksikan di berbagai gambar dan video berita bayi dan anak-anak Gaza yang amat kurus hingga tinggal tulang belulang berbalut kulit. Mereka menahan lapar hingga batas yang tidak bisa dibayangkan manusia. Mereka pun harus meregang nyawa demi mendapat segenggam tepung.
Kita dan penduduk Gaza seharusnya adalah umat muslim yang satu. Bukankah Allah telah mempersaudarakan kita lewat tali akidah? Dan Allah mewajibkan satu sama lain untuk saling mencintai karena Allah? Sehingga Allah memerintahkan menolong saudara kita yang tengah dirundung musuh-Nya.
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lainnya.” (QS At-Taubah: 71).
Namun hari ini kaum muslim seolah tak mampu berbuat apa-apa. Sekalipun kita telah memanjatkan doa, memboikot produk-produk zionis dan memberikan bantuan semampu kita. Bahkan kita hanya bisa mengirimkan secuil makanan di dalam botol dan melarungnya, berharap laut akan menyampaikan harapan kita. Namun semua itu belum mampu menghentikan kejahatan zionis terhadap Gaza. Bahkan kekejaman mereka semakin membabi buta.
Jika semua itu belum cukup, lantas kita harus mendengar dan menaati satu-satunya perintah Allah yang belum kita laksanakan saat ini. Allah berfirman, "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir." (QS Al-Baqarah: 191)
Menaati perintah Allah agar mengirim pasukan untuk berjihad memerangi Zionis adalah fardhu. Ini merupakan bukti keimanan dan ketaatan pada Allah. “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah suatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 216)
Imam Ibnu Katsir menyatakan, “Ayat ini merupakan penetapan kewajiban jihad dari Allah Swt. bagi kaum muslim, supaya mereka menghentikan kejahatan musuh di wilayah Islam.”
Az-Zuhri mengatakan, “Jihad itu wajib bagi setiap individu, baik yang berada dalam medan peperangan maupun yang sedang duduk (tidak ikut berperang). Orang yang sedang duduk, apabila dimintai bantuan maka ia wajib memberikan bantuan. Jika diminta untuk berperang maka ia harus maju berperang, dan jika tidak dibutuhkan maka hendaklah ia tetap siaga di tempat.”
Kini kita belum bisa membebaskan palestina dengan jihad karena kita kaum muslim belum menyatukan kesadaran dan keyakinan. Negara kita masih tersekat-sekat nasionalisme, seolah tak bisa lepas dari belenggu persoalan negara masing-masing. Di samping itu, para penguasa ruwaibidhoh tengah terjerat kepentingannya sendiri. Negeri-negeri kaum muslim pun belum merdeka dari tekanan dan kendali negara Amerika. Negeri-negeri kaum muslim hari ini terlalu takut untuk menentang Amerika, negara kampiun kapitalisme, sehingga tak mampu mengirimkan satu tentara pun untuk memerangi Zionis.
Maka, langkah awal dari kemerdekaan umat muslim dan Gaza Palestina adalah menyambut persatuan umat muslim dunia sebagai kesadaran keimanan. Kemudian memperjuangkan bersama sebuah institusi Khilafah yang akan menerapkan sistem Islam. Khilafah yang menerapkan Islam akan menjadi negara yang berdaulat tanpa tunduk pada kekuatan lain selain hukum Allah. Hal ini lah yang memungkinkan Khilafah dan kaum muslim dapat mengirimkan tentara untuk berjihad mengusir Zionis dan seluruh musuh-musuh Islam yang telah menganiaya kaum muslim.
Wallahu a’lam bishowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar