Kelaparan di Gaza, Genosida yang Disaksikan Dunia


Oleh: Sulastri (Aktivis Peduli Palestina)

Kebiadaban Zionis Yahudi terhadap masyarakat Gaza masih terus berlanjut hingga saat ini dan semakin menyakitkan. Pada Maret 2025, Israel memblokade seluruh jalur bantuan. Sebagai dampaknya, barang-barang seperti makanan, bahan bakar, dan obat-obatan tidak dapat masuk ke wilayah Gaza. Blokade ini telah menghentikan aliran pasokan makanan, obat-obatan yang sangat diperlukan, vaksin, dan peralatan medis yang krusial bagi sistem kesehatan Gaza yang sudah terbebani. Konsekuensinya, angka malnutrisi meningkat, terutama di kalangan wanita dan anak-anak yang sangat memerlukan perawatan.

Kementerian Kesehatan Jalur Gaza pada Kamis, 31 Juli 2025 melaporkan bahwa sedikitnya 18.592 anak Palestina tewas akibat serangan militer Israel sejak dimulainya agresi pada Oktober 2023. Angka tersebut mencerminkan dampak mematikan yang tak proporsional terhadap warga sipil, khususnya anak-anak, selama lebih dari sembilan.

Dilansir dari media Tribunnews.com, Channel 13, salah satu media besar di Israel melaporkan pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sengaja membuat warga Palestina di Jalur Gaza mati kelaparan, agar Hamas terpaksa bertekuk lutut. Laporan itu didasarkan pada dokumen yang bocor dan menginformasikan bahwa kabinet Israel enggan mencapai kesepakatan pembebasan sandera Israel lewat perjanjian dengan Hamas, kelompok yang berkuasa di Gaza. (8 Agustus 2025).

Akibat dari kelaparan akut melanda, banyak video dan foto membanjiri media sosial anak-anak memakan rumput, tubuh kurus kering tak berdaya, ibu-ibu mengais sisa tepung di jalan, orang tua meregang nyawa karena perut kosong. Lebih dari 204.000 orang menjadi korban kebiadaban dan 60.000 di antaranya tewas yakni perempuan dan anak-anak. Sepuluh ribu lebih hilang entah di mana, ratusan ribu lainnya terusir dari rumah mereka. Gaza kini adalah kamp kematian terbuka, di bawah kendali militer zionis, dengan restu penuh Amerika Serikat.

Ironis, Serangan militer Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 60.200 warga Palestina di Gaza secara keseluruhan, menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan setempat. Pemboman yang terus dilakukan oleh Zionis telah menghancurkan infrastruktur sipil di Gaza, memicu krisis pangan akut, dan memperburuk situasi kemanusiaan di wilayah tersebut.


Sikap penguasa Muslim yang menyakitkan

Apa yang dilakukan Zionis dan Amerika adalah bukti nyata bahwa kebiadaban yang sama sekali tidak memanusiakan manusia. Namun, lebih menyakitkan lagi adalah ketika para penguasa negeri Muslim hanya menjadi penonton genosida di Gaza. Penguasa saat ini seolah menutup mata dengan apa yang terjadi pada saudara muslim di Palestina. Padahal seperti kita ketahui bahwa penguasa saat ini mempunyai kekuatan besar untuk membela saudaranya yang lemah, tetapi hal itu tidak terjadi.

Rakyat di berbagai negara terus-menerus menyuarakan dukungan pada Palestina dan kecaman terhadap Zionis Yahudi. Bukan hanya diam, para penguasa Arab itu justru melakukan pengkhianatan terhadap Gaza, Baitulmakdis, kaum Muslim, dan terhadap Allah serta Rasul-Nya dengan menerima tawaran dari Trump maupun Netanyahu untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Zionis Yahudi melalui Aliansi Abraham.


Akar masalah Kapitalisme dan Nasionalisme

Sejatinya apa yang terjadi pada Palestina akibat dari sistem kapitalisme yang diterapkan di dunia. Sistem ini pun yang mengatur politik, ekonomi dan hubungan internasional berdasarkan kepentingan segelintir negara penjajah. Selain itu nasionalisme adalah racun yang memecah-belah umat Islam menjadi lebih dari 50 negara lemah dengan batas buatan penjajah. Nasionalisme mengajarkan bahwa “saudara” hanyalah mereka yang berada dalam garis peta negara, bukan seluruh kaum Muslimin sebagaimana yang Allah perintahkan. Nasionalisme membuat umat Islam tidak lagi bersatu sebagai satu tubuh.

Ketika Gaza dibantai tidak ada kekuatan militer yang bersatu untuk membelanya. Padahal Rasulullah menggambarkan umat Islam seperti satu jasad, jika satu anggota sakit maka seluruhnya ikut merasakan. Pun nasionalisme telah memecah belah persatuan umat Islam sehingga mereka tidak berdaya di bawah penjajahan kaum kafir Zionis Israel dan sekutunya yakni Amerika. Kondisi ini menjadi peluang emas bagi musuh-musuh Islam untuk terus mengokohkan kekuasaannya tanpa ada perlawanan yang terorganisir.

Selain itu, sistem internasional yang ada saat ini juga sangat dipengaruhi oleh kepentingan negara-negara adidaya yang memanfaatkan konflik-konflik regional untuk menjaga dominasi ekonomi dan politik mereka. Organisasi internasional PBB yang seharusnya menjadi penengah justru sering menjadi alat legitimasi penjajahan dan penindasan. Hal ini memperjelas bahwa solusi yang hanya bergantung pada lembaga-lembaga dunia atau perjanjian diplomatik tidak akan pernah menyelesaikan akar persoalan yang sebenarnya.

Oleh karena itu, perubahan harus dimulai dari dalam umat Islam, tanpa persatuan yang kokoh dan kepemimpinan yang kuat, berbagai agenda asing akan terus membelah dan melemahkan umat. Inilah sebabnya mengapa solusi yang menyeluruh harus mampu menjawab persoalan kapitalisme, nasionalisme, dan intervensi kekuatan luar dengan cara yang mampu menguatkan kembali persatuan umat dan membangun kekuatan yang nyata untuk melindungi hak-hak kaum Muslimin di seluruh dunia.


Solusi Hakiki Khilafah dan Jihad fi Sabilillah

Palestina tidak akan terbebas hanya dengan kecaman diplomatik, resolusi PBB atau bantuan kemanusiaan. Solusi hakiki adalah membangun persatuan umat Islam di seluruh dunia di bawah satu kepemimpinan yang menerapkan syariat Islam secara kaffah Khilafah.

Khilafah akan mempersatukan kekuatan militer, politik dan ekonomi umat Islam sehingga mampu melindungi setiap jengkal tanah Muslim, termasuk Palestina. Sejarah membuktikan hal ini pada masa Rasulullah dan para khalifah. Melalui Khilafah, kewajiban jihad fi sabilillah akan dijalankan secara terorganisir oleh negara. Rasulullah bersabda: "Imam (Khalifah) itu perisai, di belakangnya kaum Muslimin berperang dan dengannya mereka berlindung." (HR. Bukhari dan Muslim)

Jihad fi sabilillah bukan hanya sekadar perang fisik, tetapi juga sebagai strategi komprehensif yang mampu meliputi segala kekuatan militer, penguasaan teknologi, diplomasi berbasis syariat dan mobilisasi bagi umat. Dengan Khilafah, umat Islam akan kembali memiliki kekuatan yang ditakuti musuh.

Inilah satu-satunya jalan untuk mengakhiri penjajahan dan penderitaan rakyat Gaza Khilafah yang memimpin jihad fi sabilillah untuk membebaskan Palestina dan menegakkan keadilan.

Oleh karena itu, mari kita bersama-sama berdakwah dan menyebarkan Islam secara kaffah di seluruh penjuru dunia. Dengan dakwah yang kuat dan konsisten, insya Allah Islam akan segera tegak kembali sebagai perisai umat yang melindungi kaum Muslimin dari penjajahan dan penindasan. Dakwah bukan hanya kewajiban, tapi juga kunci kebangkitan umat dan terwujudnya keadilan sejati. 

Wallahu alam bisshawwab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar