Penyelewengan Bansos untuk Judol, Salah Siapa?


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Sebanyak 15.033 penerima Bantuan Sosial (Bansos) di Jakarta tercatat aktif bermain judi daring online (Judol). Nilai transaksinya fantastis, mencapai Rp 67 miliar. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terdapat 602.419 warga Jakarta terindikasi terlibat aktivitas judi online dengan nilai transaksi mencapai Rp 3,12 triliun sepanjang tahun 2024. Sebanyak 15.033 orang di antaranya adalah penerima bansos.

”Ironis sekali. Bansos diberikan untuk warga Jakarta yang membutuhkan, bukan untuk bermain judi online,” ujar anggota Komisi A DPRD Jakarta, Kevin Wu, Senin (28/7/2025). (Kompas, 29/2025).

Buah simalakama. Di satu sisi pemerintah ingin mengentaskan kemiskinan dengan caranya. Jika tidak diberikan kepada masyarakat, kasihan mereka yang membutuhkan. Tapi jika diberikan takut dipakai main judol.

Di sisi lain masyarakat ingin juga mengundi nasib dengan caranya pula. Jika bansos langsung dibelikan sembako atau keperluan lain pasti dapatnya segitu-gitu juga, kalau dipakai jodul berharap bisa menang tapi nyatanya 1001 kasus yang menang, kebanyakan kalahnya dan bahayanya ketagihan. Ada yang lebih bahaya, yaitu dicoret dari daftar penerima bansos di kemudian hari. Dipenjara pula!

Dalam sistem yang tegak di Indonesia saat ini terdapat aturan hukum yang mengatur judi. Hal ini sebagaimana dalam KUHP Baru atau UU 1/2023 menurut ketentuan Pasal 426 ayat (1) bahwa pelaku judi dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI (Rp2 miliar). Juga Pasal 427 bahwa orang yang menggunakan kesempatan main judi yang diadakan tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak kategori III (Rp50 juta).

Adapun mengenai sanksi bagi pelaku judol secara spesifik diatur dalam UU ITE (UU 1/2024), yakni dalam Pasal 45 ayat (3) yang menerangkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian dipidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar.

Hanya saja meskipun negara kita ingin disebut negara hukum, nyatanya tidak membuat pejabat dan masyarakatnya taat hukum. Apalagi dari banyak kasus, sering kali hukum seperti pisau, tumpul ke atas sedangkan tajam ke bawah. Seolah-olah hukum dibuat untuk dilanggar.

Apapun yang dilakukan pemerintah, semisal dengan menyortir penerima bansos benar-benar yang bebas dari Judol atau bahkan mengganti Undang-undang dengan yang lebih ketat, tetap tidak akan menyelesaikan masalah. Karena solusi demikian bukanlah solusi dari akar. Bagaimana bisa menyelesaikan penyalahgunaan bansos untuk Judol, sedangkan sistem yang dipakai oleh negara saat ini nyatanya malah melanggengkan Judol tersebut. 

Jika tidak dilanggengkan, tidak akan ada istilah judi resmi/legal dan tidak resmi/ilegal, karena semua judi adalah sama. Sama-sama hanya membuat bandar kaya, sementara pemainnya makin melarat. Perbedaannya hanya pada keuntungan negara. Jika yang resmi ada setoran kepada negara, jika ilegal sebaliknya.

Atau pemberian bansos, juga bukan solusi karena semakin hari jumlah rakyat miskin malah makin meningkat. Yang turun hanya datanya saja. Sebab pada faktanya masyarakat menengah pun sekarang menjadi miskin, apalagi yang miskin. Apalagi tidak semua masyarakat miskin mendapat bansos. Banyak diantaranya yang tidak terdata atau malah salah sasaran.

Permasalahan judol bisa diberantas secara tuntas dengan menerapkan aturan Islam kaffah oleh negara (Khilafah). Dalam Khilafah tidak akan terdapat celah bagi transaksi-transaksi ekonomi yang diharamkan syariat, termasuk judi, dan sejenisnya, baik online maupun offline. Ketika dikendalikan oleh ideologi kapitalisme sebagaimana saat ini, teknologi beralih fungsi menjadi alat penghancur pihak lain, di antaranya melalui konten-konten yang meracuni pemikiran masyarakat, termasuk judol.

Karena itu, Khilafah akan menerapkan aturan tegas dalam rangka merevolusi konten digital yakni melalui pemanfaatan teknologi berbasis akidah Islam. Tanpa basis akidah Islam, teknologi bisa bersifat menghancurkan. Sebaliknya, umat Islam tanpa teknologi juga akan terbelakang.

Untuk itu, Khilafah berperan mengedukasi masyarakat melalui berbagai jenjang sistem pendidikan, baik formal maupun nonformal. Hal ini dalam rangka menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam, paham akan syariat, dan senantiasa menyibukkan diri dengan ketaatan sehingga tidak terlintas pemikiran untuk mencari kebahagiaan melalui keharaman dan kemaksiatan.

Semua itu dilakukan karena keimanan dalam jiwa mereka yang melahirkan ketaatan terhadap firman Allah SWT.,
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَا لْمَيْسِرُ وَا لْاَ نْصَا بُ وَا لْاَ زْلَا مُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَا جْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَا لْبَغْضَآءَ فِى الْخَمْرِ وَا لْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ ۚ فَهَلْ اَنْـتُمْ مُّنْتَهُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan sholat, maka tidakkah kamu mau berhenti?" (QS. Al-Ma'idah: 90-91).

Khilafah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat untuk bertransaksi ekonomi secara halal. Khilafah juga akan mengatur penggunaan teknologi digital agar tidak disalahgunakan untuk aktivitas keharaman, seperti judol.

Di samping itu, Khilafah menerapkan sistem sanksi bagi para pelaku judi, yang bersifat zawajir (mencegah) dan jawabir (penebus dosa). Sanksi tindak pidana perjudian dalam Islam adalah takzir, yakni hukuman atas tindak pidana yang sanksinya sepenuhnya ditentukan berdasarkan ijtihad Khalifah.

Sistem ekonomi Islam menjadikan negara tidak perlu repot-repot mengaudit siapa yang berhak mendapatkan bansos sebab pengelolaan SDA dan SDM begitu tepat sehingga APBN tersalurkan kepada pos pengeluaran dan pemasukan yang benar. Dalam konteks anggaran, penguasa wajib memastikan dua hal, yaitu pemasukan yang cukup dan pembelanjaan yang amanah sesuai syariat Islam. Hal ini tercakup dalam pengelolaan APBN sesuai syariat.

APBN dalam sistem ekonomi Islam diperankan oleh baitulmal sebagai lembaga penyimpanan berbagai pemasukan sekaligus bertugas untuk mengalokasikan pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan pos-posnya yang ada menurut syariat. (Syekh Abdul Qadim Zallum, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah fî al-Hukmi wa al-Idârah, hlm. 135). 

Syekh Abdul Qadim Zallum menjelaskan di dalam Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah (Sistem Keuangan Negara Khilafah) hlm. 26, pendapatan negara meliputi tiga bagian, yaitu fai dan kharaj, pemilikan umum, dan zakat. Bagian fai dan kharaj meliputi seksi ganimah (mencakup ganimah, anfal, fai, dan khumus), kharaj, status tanah, jizyah, dharibah (pajak). 

Bagian pemilikan umum meliputi seksi minyak dan gas; listrik; pertambangan; laut, sungai, perairan dan mata air; hutan dan padang (rumput) gembalaan; dan aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus. Sedangkan bagian zakat meliputi seksi zakat uang dan perdagangan; zakat pertanian dan buah-buahan; dan zakat ternak (unta, sapi, dan kambing).

Dengan semua pemasukan tersebut, negara akan memiliki anggaran yang sangat besar sehingga cukup untuk memenuhi kemaslahatan rakyat. Negara mengelola kekayaan milik umum, termasuk tambang, sehingga hasilnya bisa dirasakan oleh rakyat dalam bentuk layanan publik.

Pembelanjaan harta di baitulmal dilakukan sesuai kebutuhan demi kemaslahatan umat dan negara. Khalifah berwenang menentukan pembelanjaan negara berdasarkan ijtihad dan pandangannya. 

Pos-pos pengeluaran APBN Khilafah meliputi sebagai berikut. Pertama, harta zakat menjadi hak delapan golongan berdasarkan QS. At-Taubah ayat 60:
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Kedua, pembelanjaan wajib untuk fakir miskin, ibnusabil, atau untuk jihad. Ketiga, kompensasi jasa untuk negara, misalnya gaji tentara, ASN, hakim, guru, dan sebagainya. Keempat, pembelanjaan karena darurat, seperti bencana longsor, banjir, gempa, dll. Kelima, untuk proyek-proyek kemaslahatan vital yang jika tidak ada, umat akan merasakan kesulitan, seperti jalan raya, sekolah, rumah sakit, dll. Keenam, untuk pembangunan kemaslahatan umat, tetapi sifatnya nonvital (sekunder).

Khilafah akan melakukan pengelolaan APBN secara efisien (sesuai kebutuhan, tidak boros dan tidak pelit) sesuai dengan syariat Islam. Mekanismenya adalah para wali (gubernur) dan amil (bupati/wali kota) melihat kebutuhan masing-masing daerah lalu mengajukan kebutuhan tersebut kepada khalifah. Selanjutnya khalifah menentukan anggaran untuk sebuah wilayah dan membagi anggaran tersebut ke setiap departemen/dinas yang ada di wilayah itu. Departemen/dinas itu akan menyalurkan anggaran dalam bentuk program berdasarkan keputusan khalifah.

Wali/amil akan mengawasi proses penyaluran anggaran ini hingga sampai ke rakyat, baik dalam bentuk layanan (jasa), barang, maupun uang. Wali dan amil akan melakukan evaluasi efektivitas pelaksanaan program dan menyerahkan hasil evaluasi beserta usulan perbaikan kepada khalifah. Mekanisme ini menjadikan seluruh rakyat bisa merasakan layanan publik tanpa kecuali. Semua kebutuhan rakyat akan terpenuhi dengan baik sehingga terwujudlah kesejahteraan rakyat.

Politik pengelolaan anggaran ini didukung oleh iklim politik yang bersih (tidak transaksional), para pejabat dan pegawai yang bertakwa, mekanisme pengawasan harta pejabat oleh khalifah, aktivitas muhasabah oleh rakyat, serta sistem sanksi yang tegas sehingga mampu mencegah terjadinya praktik korupsi. Walhasil anggaran akan dikelola secara amanah sesuai syariat sehingga mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat tanpa kecuali. 

Demikianlah jaminan kehidupan Islam yang jauh dari kemaksiatan dan penuh dengan kesejahteraan. Kehidupan seperti ini tidak akan pernah bisa dirasakan dalam kehidupan sekuler kapitalisme yang telah jelas keburukannya. Saatnya mengganti sistem kapitalisme dengan sistem Islam. Langkah pertama untuk mewujudkannya adalah dengan cara mengkaji Islam kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis dan mendakwahkannya di tengah-tengah masyarakat.

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar