Oleh : Ai Sopiah
Lagi-lagi terjadi kasus perdagangan bayi lintas negara kembali mengejutkan publik. Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat mengungkap sindikat jual beli bayi yang telah menjual sebanyak 24 bayi ke Singapura. Setiap bayi dijual dengan harga Rp 11 juta hingga Rp 16 juta, tergantung kondisi dan permintaan.
"Kita kembangkan dari keterangan tersangka. Yang sudah dijual dari Jawa Barat sebanyak 24 bayi," ujar Direktur Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Pol Surawan kepada wartawan, Selasa (15/7/2025).
Bayi-bayi yang dijual sindikat ini sebagian besar masih berusia dua hingga tiga bulan dan berasal dari berbagai wilayah di Jawa Barat. Menurut Kombes Surawan, modus operandi para pelaku sangat terencana. Beberapa bayi bahkan sudah "dipesan" sejak dalam kandungan.
Biaya persalinan ditanggung oleh pembeli, lalu bayi langsung diambil setelah lahir. "Ada yang orang tuanya menjual sejak dalam kandungan, dibiayai persalinannya, kemudian diambil pelanggan," ungkapnya.
Dalam pengembangan kasus ini, polisi berhasil menyelamatkan lima bayi yang berada di Pontianak dan rencananya akan dikirim ke Singapura lengkap dengan dokumen palsu. Satu bayi lainnya ditemukan di Tangerang dan kini berada dalam perlindungan kepolisian.
"Lima bayi diamankan di Pontianak, satu bayi di Tangerang. Semuanya sedang kita dalami dan amankan," jelasnya. Polda Jabar menyatakan akan bekerja sama dengan Interpol untuk menelusuri jejak bayi-bayi yang diduga sudah berhasil masuk ke Singapura. (Beritasatu, 15/7/2025).
Sindikat penjualan bayi jaringan internasional yang diduga terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah hasil dari kegagalan pembangunan ekonomi kapitalis dan politik demokrasi. Kejahatan penjualan bayi terindikasi TPPO muncul dari habitat kemiskinan yang membelenggu perempuan. Kemiskinan adalah hasil dari keputusan politik dan arah pembangunan ekonomi Indonesia.
Kemiskinan telah menjadi kerentanan untuk memunculkan kejahatan, termasuk yang melibatkan perempuan dalam sindikat perdagangan. Di Indonesia, kemiskinan bertemu dengan ekosistem TPPO yang kuat, menjadikan perempuan dalam pusaran kejahatan, dan menghilangkan predikat sisi kemanusiaan yang baik terutama sebagai Ibu. Akibatnya anak tidak terlindungi, bahkan sejak dalam kandungan.
Beginilah bobroknya sistem sekuler kapitalisme yang mencengkeram negeri ini, agama dipinggirkan dari kehidupan sehingga semua tindak kejahatan marak seolah tanpa kendali, termasuk perdagangan anak, bahkan orang tuanya sendiri yang menjualnya. Parahnya lagi, ada peran pegawai pemerintahan yang seharusnya menjadi penjaga dan pelindung masyarakat, malah ikut dalam tindak kejahatan tersebut. Demikianlah saat aturan Allah SWT. tidak dijalankan, yang terjadi adalah fitrah manusia hilang dan akal manusia lenyap, anak-anak tidak berdosa dengan teganya mereka perlakukan seperti barang, demi untuk mendapatkan cuan.
Berbeda halnya dengan aturan Islam, yaitu sistem Islam yang mempunyai solusi yang tepat. Seperti saat ini, Umat membutuhkan ekonomi yang lahir dari aturan Allah SWT. yaitu sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam tidak hanya membawa umat pada kebaikan tetapi juga pada keberkahan yang mustahil diberikan oleh sistem ekonomi kapitalisme.
Sistem ekonomi Islam menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam mengurus urusan umat. Hubungan rakyat dengan penguasa adalah pelayan dan tuannya. Penguasa adalah pelayan bagi rakyatnya. Inilah sebaik-baik hubungan yang akan melahirkan kesejahteraan dan keadilan. Pemerintah dengan visinya melayani umat, mampu menyelesaikan seluruh persoalan umat, termasuk kemiskinan.
Mekanisne sistem ekonomi Islam dalam memberantas kemiskinan, pertama adalah dengan menjamin kebutuhan primer. Islam menetapkan kebutuhan primer manusia terdiri dari pangan, sandang, dan papan. Terpenuhinya ketiga kebutuhan tersebut adalah standar kategori kesejahteraan seseorang. Pengukurannya individu per individu, bukan per kapita.Sebagaimana sabda Nabi Saw.:
فَاْلإِمَامُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR. Al-Bukhari).
Adapun mekanisme jaminan pemenuhan kebutuhan primer dalam Islam, yakni pertama, Islam mewajibkan setiap kepala keluarga untuk bekerja. (1), mewajibkan kerabat dekat membantu saudaranya jika ada kerabatnya yang tidak mampu bekerja karena keterbatasannya seperti sakit atau cacat. (3), mewajibkan negara membantu rakyat miskin jika kerabatnya tidak mampu. (4), mewajibkan kaum muslim membantu jika kas baitulmal kosong, bisa dengan secara langsung dari kaum muslim yang kaya ataupun negara mewajibkan dharibah (pungutan temporal) pada orang kaya laki-laki muslim saja. Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa saja yang menjadi penduduk suatu daerah, lalu di antara mereka terdapat seseorang yang kelaparan, maka perlindungan Allah terlepas dari mereka.” (HR. Ahmad).
Kedua, regulasi kepemilikan. Syariat telah mengatur masalah kepemilikan ini sedemikian rupa sehingga akan mampu mencegah kemiskinan. Regulasi kepemilikan tersebut mencakup tiga aspek, yakni jenis-jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan mekanisme distribusi kekayaan di tengah-tengah umat.
Jenis kepemilikan sendiri dibagi tiga, yakni kepemilikan individu, umum, dan negara. Harta kepemilikan umum seperti SDA melimpah haram dikuasai swasta (lokal/asing). Untuk pengelolaan kepemilikan, terbagi dua cara, yakni pengembangan kepemilikan dan penggunaan harta. Islam melarang seseorang untuk melakukan riba. Di dalam sistem ekonomi Islam, aktivitas riba hilang dan harta tidak menumpuk pada segelintir orang seperti yang terjadi saat ini.
Terkait dengan distribusi kekayaan di tengah umat, Islam menganggapnya sebagai kunci keberhasilan pengentasan kemiskinan. Islam menetapkan bahwa yang menjadi pengendali distribusi harta adalah negara sehingga negara wajib mendistribusikan harta pada yang membutuhkan.
Ketiga, sistem keuangan yang stabil. Baitulmal memiliki mekanisme yang kuat agar pemasukan melimpah dan pengeluaran sesuai dengan prioritas. Pemasukan baitulmal dari fai dan kharaj, kepemilikan umum, dan sedekah. Hal ini tentu berbeda dengan saat ini, yakni kondisi kas negara yang lemah karena pemasukannya bertumpu pada pajak dan ditambal dengan utang luar negeri. Wajar saja sampai kapan pun tidak akan bisa mensejahterakan. Begitu pun pengeluarannya, baitulmal menggunakan skala prioritas umat, bukan prioritas pemilik modal seperti yang terjadi saat ini.
Keempat, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan. SDA yang dikelola mandiri dan kebijakan negara yang independen akan mampu menghasilkan banyak lapangan pekerjaan bagi rakyat. Bukan hanya lapangan pekerjaan, tetapi juga insentif yang layak bagi mereka. Dengan begitu, para buruh pabrik dan tani bisa mendapatkan upah yang layak sesuai dengan manfaat tenaga yang diberikan oleh mereka.
Kelima, menyediakan akses pendidikan. Masalah kemiskinan erat kaitannya dengan kualitas SDM yang rendah, baik dari sisi kepribadian maupun keterampilannya. Oleh karena itu dibutuhkan sistem pendidikan yang berkualitas dan menjangkau seluruh rakyat. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang harus dipenuhi negara. Sedangkan sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam beserta kekuatan baitulmalnya akan mampu mewujudkan sistem pendidikan terbaik dan berkualitas.
Demikianlah jika aturan Islam diterapkan di muka bumi ini tidak akan ada lagi rakyat yang kesusahan sampai tidak akan ada lagi kasus perdagangan bayi dan akan menjamin perlindungan terhadap anak. Maka dari itu mari kita berjuang untuk menerapkan kembali aturan Islam yang Kaffah dalam naungan Khilafah.
Wallahua'lam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar