Oleh: Eulis Nurhayati
Kasus HIV/AIDS terus mengalami peningkatan. Salah satunya yang terjadi di daerah Sumedang. Dikutip dari Kabar Sumedang Online, Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, mencatat ada sekitar 75 orang warga yang telah terdeteksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di tahun 2025. Puluhan warga Sumedang yang terdeteksi menderita HIV/AIDS ini, tersebar di sejumlah daerah di wilayah Kabupaten Sumedang. "Data ini, merupakan hasil pendataan selama periode bulan Januari 2025 sampai Mei 2025," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sumedang H. Aan Sugandi, melalui pesan singkat Whatsapp, Jumat, 11 Juli 2025.
Dengan adanya puluhan penderita baru ini, kata Aan Suganda, maka jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Sumedang otomatis menjadi bertambah lagi. Di mana, jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Sumedang yang sebelumnya hanya 551 orang, kini bertambah menjadi 626 penderita. Adapun untuk rincian sebaran HIV/AIDS di Kabupaten Sumedang per tahunnya, sambung Aan Suganda, untuk tahun 2021 tercatat ada sebanyak 118 orang, tahun 2022 sebanyak 149 orang, tahun 2023 sebanyak 147 orang, tahun 2024 sebanyak 197 orang, dan tahun 2025 sebanyak 75 orang. "Jadi berdasarkan data yang kami miliki, sejak tahun 2021 sampai Mei 2025 kemarin itu, tercatat sudah ada sekitar 626 penderita HIV/AIDS. Para penderita HIV/AIDS ini, rata-rata masih usia produktif," ujar Aan.
Guna menekan sebaran HIV/AIDS di wilayah Kabupaten Sumedang, Dinkes sendiri terus berupaya untuk melakukan langkah pencegahan dan pengobatan. Mulai dari melakukan skrining HIV terhadap populasi kunci seperti LSL, WPS, Waria, Penasun, Pasangan ODHIV, Pelanggan PS, dan WBP, hingga memfasilitasi pengobatan bagi para ODHIV. Kabid P2P Dinkes Sumedang juga menjelaskan mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan seseorang bisa terinfeksi HIV. Salah satunya, bisa disebabkan karena sex bebas, dan penggunaan jarum suntik yang tidak bersih. Maka dari itu, Dinkes Sumedang mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat, agar menghindari prilaku sek bebas karena bisa membahayakan kesehatan.
Dari kutipan diatas tentu kita merasakan adanya sebuah kekhawatiran akan permasalahan besar yang semakin dekat dengan kita dan juga bisa disebut sebagai situasi mengerikan. Terlebih masalah itu bukan hanya terjadi di Jawa Barat saja. Tetapi nyaris semua wilayah di Indonesia menghadapi problem yang sama. Dari tahun ke tahun, jumlah kasus HIV di Indonesia terus meningkat. Diperkirakan terdapat 564 ribu ODHIV pada tahun 2025, namun baru 63 persen yang mengetahui statusnya. Dari jumlah tersebut, 67 persen telah menjalani terapi antiretroviral (ARV), dan hanya 55 persen yang mencapai viral load tersupresi, artinya virus tidak terdeteksi dan risiko penularan sangat rendah. Adapun estimasi total ODHA di Indonesia pada tahun 2025 mencapai 564.000 kasus, menempatkan Indonesia di peringkat ke-14 dunia.
Dari sana tampak jelas bahwa pergaulan bebas, khususnya di kalangan remaja, sudah lumrah terjadi. Bukan hanya marak di kota-kota besar, melainkan juga di berbagai pelosok daerah. Fenomena ini tentu sangat menyedihkan, mengingat kasus-kasus ini hanyalah merupakan puncak gunung es. Terlebih problem kerusakan moral remaja di negeri ini bukan hanya soal maraknya pergaulan bebas dan penyimpangan seksual yang berujung meningkatnya kasus HIV/AIDS. Tetapi lebih kompleks lagi.
Di sisi yang lain memang Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah di Indonesia memiliki kepedulian yang tinggi terhadap penanganan HIV/AIDS, yang ditunjukkan melalui berbagai upaya dan strategi. Ditambah lagi Pemerintah berkomitmen untuk mencapai target "3 Zero AIDS" pada tahun 2030, yaitu zero infeksi baru, zero kematian terkait AIDS, dan zero stigma dan diskriminasi. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa berbagai upaya dan strategi yang telah dilakukan pemerintah ternyata belum bisa menghentikan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia. Berdasarkan data-data yang ada yang terus meningkat. Dan ini masih menjadi perhatian karena terus meningkat setiap tahunnya. Meskipun kasus AIDS cenderung menurun, kasus HIV baru terus bertambah, terutama di kalangan usia produktif. Peningkatan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perilaku seksual berisiko dan kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS. Ini pun bisa dikatakan bahwa upaya atau strategi yang sudah dilakukan memang belum menyentuh akar permasalahannya. Sehingga kasus-kasus yang ada belum bisa terselesaikan dan semakin bertambah.
Untuk itu sebagai bangsa yang religius dan mayoritas muslim, sudah selayaknya jika kita menetapkan upaya atau strategi penanganan HIV AIDS ini dengan merujuk pada tuntunan Islam, baik kebijakan promotif, preventif, kuratif hingga rehabilitatif. Namun, tentu saja dibolehkan mengambil kebijakan teknis sesuai perkembangan ilmu dan saintek terbaru terkait HIV/AIDS ini yang tidak bertentangan dengan batasan yang diberikan Islam. Ini karena kita meyakini tidak ada kebaikan dalam sesuatu yang diharamkan Islam. Sebaliknya, kita meyakini penerapan Islam secara menyeluruh itulah yang akan memunculkan kebaikan dan mencegah kerusakan. Salah satunya dengan menerapkan kebijakan promotif yang mana dengan cara melakukan edukasi dan meng-install pemahaman hingga membentuk pola perilaku yang benar sesuai tuntunan Islam, baik disampaikan melalui pendidikan di rumah, sebagai satu kesatuan dengan kurikulum sistem pendidikan formal yang ada, maupun melalui sistem media yang dimiliki negara. Dan pemahaman yang benar ini akan menjadi pencegah jatuhnya seseorang pada perilaku menyimpang dan beresiko tertular dan menularkan HIV/AIDS.
Adapun untuk solusi preventif lainnya yang bertujuan memutus mata rantai penularan, adalah dengan memastikan perilaku menyimpang dan beresiko seperti praktik prostitusi, L687Q, dan lainnya dihentikan (tidak lagi boleh sama sekali dilakukan). Sistem sanksi Islam yang tegas dalam hal ini mengambil peran. Dan spektrum strategi yang bersifat preventif ini luas, tidak hanya sebatas memberikan seruan atau nasihat tanpa konsekuensi sebagaimana yang saat ini kita lakukan.
Kemudian tindakan kuratif, dilakukan dengan memberikan nasihat tentang tobat nasuha yang seharusnya para pelaku kemaksiatan lakukan agar mereka berhenti dari melakukan perilaku beresikonya. Dan menyadari bahwa Islam adalah aturan yang bersumber dari Allah Ta'ala, Sang Khalik yang menciptakan manusia dan Maha Mengetahui fitrah manusia. Allah telah menyediakan aturan yang juga pasti sesuai fitrah manusia itu sendiri.
Jika mayoritas kasus HIV/AIDS tersebab oleh perilaku seks bebas terutama oleh pasangan sesama jenis, lihatlah bahwa Islam sungguh telah menyediakan aturan mengenai haramnya hubungan sesama jenis. Islam juga mengharamkan seks bebas dengan lawan jenis. Islam bahkan telah menutup pintu-pintu menuju liberalisasi seksual (zina), seperti pergaulan bebas (dengan lawan jenis maupun sejenis), bercampur baur dengan lawan jenis (ikhtilat), dan berdua-duaan antara lawan jenis tanpa disertai mahram (khalwat). Allah Ta'ala berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’ [17]: 32).
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nuur [24]: 2).
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya perkara yang paling aku takuti pada umatku adalah munculnya perilaku kaum Luth.” (HR Tirmidzi).
Beliau saw. juga bersabda, “Siapa yang menjumpai orang yang melakukan perbuatan homoseksual seperti kelakuan kaum Luth, maka bunuhlah keduanya (pelaku dan objeknya).” (HR Ahmad dan Abu Daud).
Sedangkan, bagi mereka yang tertular dan sakit karena hal lain, bukan karena melakukan penyimpangan perilaku, seperti tertular saat transfusi darah, tertular dari suami, dan lainnya, berhak untuk mendapatkan layanan perawatan dan pengobatan terbaik, mendapatkan edukasi dan pendampingan bagaimana tetap bersemangat menjalani hidup dengan HIV secara lebih berkualitas, bebas dari stigmatisasi ODHA, tetap menebar manfaat dalam kehidupan yang dijalani, sembari melakukan strategi teknis sesuai perkembangan saintek terkini yang dibutuhkan untuk mencegah penularan kepada orang lain.
Untuk itu jika aturan Islam diterapkan, maka perilaku seks bebas dapat dihentikan. Kasus HIV/AIDS tidak lagi menjadi fenomena gunung es. Jelas, Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu memutus rantai kebebasan seksual. Terlebih lagi keterikatan seorang muslim terhadap aturan Allah adalah salah satu benteng pelindung dari kebebasan seksual, selain kontrol masyarakat dan penerapan aturan Islam oleh negara Islam (Khilafah). Dengan Islam, manusia tidak akan berpikir tentang kebebasan seksual, alih-alih L687, karena kedua hal ini adalah tindak kriminal/kejahatan besar.
Rasulullah saw. telah mengingatkan dalam sabdanya, “Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.” (HR Bukhari).
Kebebasan seksual, baik dengan lawan jenis maupun sejenis, memiliki sanksi yang luar biasa tegas dalam Islam. Untuk itu mari kita bersama-sama berjuang untuk melanjutkan penerapan Sistem Islam itu kembali. Karena hanya dengan sistem Islam lah semua permasalahan akan terselesaikan, Insyaallah.
Wallahualam bissawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar