Toleransi tanpa Mengikis Akidah


Oleh : Reshi Umi Hani (Aktivis Dakwah)

Kementerian Agama Kota Balikpapan berkesempatan menjadi tuan rumah kegiatan syuting program televisi bertema "Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama" yang digagas oleh stasiun TVRI Samarinda bekerja sama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Balikpapan pada Rabu (18/06/2025). Program ini merupakan bagian dari upaya memperkuat nilai-nilai moderasi beragama dan membangun kesadaran publik akan pentingnya hidup rukun dalam keberagaman.

Paham pluralisme sedang gencar-gencarnya dipromosikan di seantero dunia termasuk di Indonesia. Pluralisme (agama) sebenarnya mengandung 2 (dua) hal sekaligus; (1) Kenyataan bahwa di sana ada keanekaragaman agama; (2) Pandangan tertentu dalam menyikapi realitas keanekaragaman agama yang ada.

Topik terkait pluralisme yang dimasifkan ditengah-tengah Masyarakat menjadi isu pengalihan terhadap problem-problem utama dalam kehidupan maasyarakat itu sendiri, masalah masyarakat yang sebenarnya ialah terletak pada gaya hidup yang semakin jauh dari Islam. Kapitalisme dan sekulerisme yang semakin banyak menumbuhkan problematika umat, kemudian kemaksiatan dan kriminalitas serta bencana yang semakin berjamuran dimana-mana.

Adapun realitas terkait Konflik pluralisme di Indonesia bukan terjadi pada keberagaman itu sendiri, melainkan pada kesalahan dalam memahami dan menyikapinya. Pluralisme agama telah menyusup dalam wacana toleransi, dan jika dibiarkan, akan mengikis akidah umat secara sistematis dan halus. Pemuda pun dibajak sebagai promotornya.

Umat Islam tidak perlu diajarkan toleransi yang mengaburkan akidah. Kita menghormati perbedaan tetapi bukan menyamakan semua agama. Hal tersebut berdasarkan pada dalil berikut;
QS. Al-Hujurat: 13. Allah Swt berfirman: "Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal..." Dan dalil pada lain surah yakni QS. Al Kafirun.

Islam mengakui, menghormati, dan mengatur keberagaman sebagai bagian dari sunnatullah (ketetapan Allah). Namun, Islam juga memberikan batasan agar keberagaman itu tidak menjadi sumber permusuhan atau kerusakan.

Pluralisme merujuk pada paham yang mengakui dan menerima keberagaman. Namun, semua agama dianggap sama benarnya dan sama-sama bisa menjadi jalan keselamatan. Sebaliknya Islam menegaskan bahwa kebenaran agama hanya satu, yaitu Islam. Islam tidak menerima pandangan bahwa semua agama benar dan setara, apalagi mengarah pada pencampuradukan akidah (sinkretisme).

Bukti Islam mengakui keberagaman dan menolak pluralisme agama serta sejenisnya. Di masa Rasulullah di Makkah (Masyarakat Musyrik). Rasulullah berdakwah di tengah masyarakat Quraisy yang mayoritas musyrik dan penyembah berhala. Islam tumbuh sebagai minoritas, namun tetap menyerukan kebenaran dengan damai di awal-awal dakwah. Muncul konflik karena Islam tidak mengakui kebenaran agama lain, walaupun tidak memaksa. Islam mengakui keberagaman, tetapi tetap menjaga kemurnian akidah dan tidak kompromi dalam keyakinan.

Masa Rasulullah di Madinah (masyarakat majemuk). Setelah hijrah, Nabi memimpin negara Madinah yang terdiri dari: Kaum Muhajirin, Kaum Anshar, Kaum Yahudi (Bani Qainuqa’, Nadhir, Qurayzhah), dan Orang-orang musyrik. Nabi membuat Piagam Madinah, yaitu kesepakatan hidup berdampingan secara damai antara berbagai kelompok. Setiap kelompok bebas menjalankan agama dan urusan internalnya, tapi hukum Islam tetap menjadi rujukan utama dalam urusan negara dan umat Islam. Sehingga, Islam mengakui keberagaman sosial dan agama, tapi tidak menyamakan ajaran.

Masa Kekhilafahan di bawah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin dan dinasti Islam setelahnya, Islam mengelola wilayah luas yang penuh keberagaman: Ada umat Nasrani, Yahudi, Zoroaster (Majusi), dan lain-lain. Ada berbagai etnis: Arab, Persia, Afrika, Turki, India, dll. Non-Muslim (dzimmi) mendapat perlindungan hak hidup, harta, ibadah, dan tempat tinggal, dengan kewajiban membayar jizyah. Mereka tidak dipaksa masuk Islam, tapi tidak boleh menyebarkan agama mereka ke umat Islam. Islam menetapkan sistem perlindungan (himayah) kepada non-Muslim, tapi tetap menjamin Islam sebagai aturan utama dalam kehidupan bermasyarakat.

Keberagaman telah hadir sejak awal Islam, dan diakui serta diatur dengan adil oleh syariat Islam. Islam tidak menolak keberagaman, tetapi menolak pluralisme agama yang menyamakan semua agama. Islam mengajarkan bahwa hidup damai dan berdampingan itu penting, namun tanpa mengorbankan akidah dan kebenaran Islam.

Wallahu’alam bissawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar