Oleh : Tri Riesna Riandayani
Kemiskinan di Indonesia seolah masih terus menghantui perjalanan negeri ini. Padahal Indonesia terkenal dengan 10 julukan yang mencerminkan kekayaan alamnya. Jamrud khatulistiwa, negeri maritim, "heaven of earth" syurga dibumi, negeri seribu pulau dan banyak lagi (Torch.id 21 April 2024).
Berkebalikan dari semua julukan itu ternyata kemiskinan masih bercokol di negeri. Julukan-julukan indah ini menggambarkan keelokan Indonesia dengan kekayaan alamnya. Badan Pusat statistik (BPS) mengklaim kemiskinan turun padahal ada banyak PHK dimana-mana. BPS juga mengubah garis kemiskinan nasional pada Maret 2025 sebesar sekitar Rp. 20.305 (BBC. 25/07/25). Artinya dengan pendapatan per hari Rp. 20.305 bisa digolongkan penduduk miskin. Sementara pendapatan di atas nilai itu masuk dalam kategori masyarat mampu. Penentuan standar garis kemiskinan yang digunakan juga nampaknya terlalu rendah kurang mewakili keadaan masyarakat yang ada. Terutama jika ada di perkotaan dengan biaya hidup yang tinggi dibanding di desa.
Padahal saat ini keadaan global luar negeri dan kenaikan bahan pangan sangat mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama golongan masyarakat menengah kebawah. Ketika angka kemiskinan diukur dari sebuah nilai tanpa melihat parameter lain nya maka akan nampak kontras dengan realita yang ada. Nyatanya kita masih jumpai banyak keluarga pra sejahtera yang ditemui di pelosok negeri ini. Mengingat kebutuhan hidup dasar manusia bukan sekedar makanan saja. Tapi juga kebutuhan sandang, pangan, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan.
Sementara kriteria fakir dan miskin dalam pandangan islam sebagai penerima zakat didasarkan pada tingkat kebutuhan dan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, bahkan kurang dari setengah kebutuhan. Sedangkan miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan atau sebagian harta, namun tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan pokoknya, atau hanya mampu memenuhi sebagian kebutuhannya. sementara kebutuhan tiap keluarga tentu berbeda dengan kebutuhan keluarga yang lain nya.
Kemiskinan dalam dunia kapitalis memang dibuat terstruktur guna mendulang keuntungan bagi mereka yang berkuasa. Rakyat dijadikan sebagai peluang pasar yang menguntungkan. Semakin ketergantungan pada penguasa maka semakin mudah untuk dikendalikan dengan mudah.
Faktor Penyebab Kemiskinan Struktural
Mengutip jurnal Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin yang ditulis oleh Bagong Suyanto (detik.com. 19/11/2021). Faktor penyebab dari kemiskinan struktural adalah struktur sosial yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata.
Kemudian perbedaan yang tajam antara kelompok masyarakat yang hidup berkekurangan dengan kelompok masyarakat yang hidup dalam kemewahan. Hal ini terjadi karena kelompok masyarakat yang kaya raya biasanya berhasil memonopoli dan mengontrol berbagai kehidupan, terutama dalam ekonomi dan politik. Dengan begitu, kelompok masyarakat yang miskin tidak memiliki kekuatan untuk memperbaiki hidupnya dan terjadilah kemiskinan struktural.
Contoh kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan struktural adalah para petani yang tidak memiliki tanah pribadi atau petani dengan kepemilikan lahan yang kecil (petani gurem: petani dengan kepemilikan lahan kurang dari 0.5 H). Sehingga hasilnya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari dikarenakan Biaya produksi yang tinggi. Hasil panen yang rendah, juga menjadi faktor himpitan ekonomi. Bahkan di Indonesia juga masih banyak alih fungsi lahan pertanian berdalih pembangunan infratruktur, yang berdampak pula pada alih fungsi mata pencaharian. Puluhan tahun berpenghasilan dari pertanian karena alih fungsi lahan tersebut membuat mereka dipaksa untuk mengubah mata pencahariannya.
Golongan lain yang juga mengalami kemiskinan struktural adalah buruh yang tidak terpelajar dan terlatih yang dikenal dengan sebutan unskilled labour. keterbatasan skill karena tingkat pendidikan yang masih rendah. Menurut Raka. B. Lubis dalam tulisan nya di GoodStat. Com. pada 30 Maret 2025. Menyebutkan Hampir seperempat (24,3%) dari 284,4 juta penduduk Indonesia tercatat tidak/belum sekolah per Desember 2024, terbanyak di antara tingkat pendidikan lainnya.
Dengan demikian kesempatan kerja yang dimiliki akan semakin berkurang, akses pekerjaan yang terbatas. Mengingat daya saing pencari kerja di Indonesia juga begitu tinggi. Dengan persyaratan-persyaratan yang juga bersaing dengan lulusan-lulusan baru. Ditambah lagi dengan ada nya tenaga asing dari luar negeri yang masuk secara ilegal maupun non ilegal. Menambah daftar tekanan ekonomi makin tajam bagi pencari kerja dengan pendidikan rendah.
Maraknya praktek riba dikalangan masyarakat juga memberikan kontribusi pada angka kemiskinan terstruktur. Alih-alih membantu percepatan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat justru praktek riba membuat masyarakat makin tercekik dengan himpitan kemiskinan. Mudahnya akses aplikasi pinjaman online tanpa syarat membuat mereka dengan kondisi terdesak ekonomi sangat mudah untuk melakukan pinjaman dengan bunga yang sangat tinggi.
Solusi Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan
Menurut Ibu Jadilah SPd dalam tulisan nya di Mata Manja, Dalam sistem islam kemiskinan akan diselesaikan dengan tuntas dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Melarang praktik riba. Aktivitas riba ibarat benalu dalam perekonomian.
2. Semua sektor usaha harus berbasis sektor produktif.
3. Negara khilafah memenuhi kebutuhan pokok massal yakni pendidikan, kesehatan, keamanan. Sehingga income per keluarga hanya dialokasikan untuk kebutuhan individu.
4. Dalam kondisi khusus, Negara Khilafah memberi nafkah kepada individu rakyatnya, tanpa mewajibkan perempuan untuk bekerja.
5. Aset bumi diplot secara adil mana yang milik umum, milik negara, dan mana yang menjadi milik individu.
6. Sistem keuangan negara menggunakan baitul mal dengan pos pendapatan beragam tanpa pajak dan utang
7. Penggunaan sistem moneter berbasis emas dan perak, sehingga angka inflasinya 0%.
Dengan demikian kemiskinan bisa dihapuskan secara keseluruhan bukan dipelihara guna kepentingan golongan tertentu saja. Serta mampu mewujudkan kemerataan diseluruh lapisan masyarakat.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar