Oleh : Lia Ummu Thoriq (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Kekerasan seksual yang terjadi di negeri ini cukup mengerikan. Negeri muslim yang mayoritas penduduknya beragama Islam namun banyak aturan Islam yang dilanggar. Cukup miris lagi pelaku kekerasan seksual (predator seksual) ini notabenenya mempunyai pemahaman agama yang cukup tinggi. Nauzubillah.
Di Tahun 2021 negeri ini dihebohkan dengan seorang pemimpin pondok pesantren di Jawa Barat. Herry Wirawan adalah seorang pemimpin pengasuh pondok pesantren di Bandung Jawa Barat. Dia telah memperkosa 12 santri Wati dan 8 dari korban sampai melahirkan anak. Nauzubillah. Herry mengiming-ngimingi biaya gratis selama santri Wati tersebut tinggal di pesantren. (Kompas.com Sabtu, 11/12/2021)
Tahun berikutnya yaitu tahun 2022 terjadi lagi kasus pelecehan seksual di pondok pesantren. Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara kepada Mochamad Subchi Azal Tsani atau mas Bechi. Mas Bechi disebut melakukan pemerkosaan terhadap lima orang santriwati Pondok Pesantren Shiddiqiyah Jombang Jawa Timur. Kasus ini terkuak ketika salah satu korban bercerita kepada keluarganya dan kemudian melapor ke polisi. Kasus ini sempat terkatung-katung karena mas Bechi tak memenuhi laporan polisi. Selain itu Polda Jawa Timur mengepung pondok pesantren karena tak kunjung menyerahkan mas Bechi ke pihak berwajib. Setelah terjadi negosiasi yang cukup alot dengan pihak pondok pesantren akhirnya bersedia menyerahkan mas Bechi ke polisi. (Tempo, kamis 17/11/2022)
Tak berhenti sampai disini kasus pelecehan seksual dengan mengatasnamakan agama terjadi kembali. Tahun 2024 negeri ini dihebohkan dengan predator seksual di Tanggerang yaitu Sudirman. Ketua panti asuhan Yayasan Darussalam An-Nur, Kunciran Indah, Kota Tangerang. Sudirman melakukan pencabulan terhadap salah satu anak asuhnya yaitu Yusuf. Yusuf kini berusia 30 tahun, bersama dengan Sudirman kini Yusuf menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak yang ada di panti asuhan tersebut. Nauzubillah. Total koban dari prilaku bejat sudirman dan Yusuf yang telah melapor kepada pihak yang berwajib berjumlah 11 orang. (detikNews Jum'at 8/10/ 2024)
Diakhir bulan April tahun 2025 kita dihebohkan dengan berita "Walid Lombok". Ahmad Faisal ditetapkan tersangka karena melakukan pelecehan seksual terhadap santrinya di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tersangka merupakan ketua yayasan ponpes tersebut. Diduga korbannya ada 10 orang. Dilansir detikBali, semula korban belum berani melapor. Para korban mulai berani bersuara setelah menonton serial drama viral asal Malaysia berjudul Bidaah. Mereka merasa tokoh Walid dalam serial tersebut mirip dengan sosok AF. Modus tersangka melakukan pelecehan seksual itu untuk mengusir jin. (detikNews Selasa 22/04/25)
Miris kondisi kondisi predator seksual di negara kita. Dari tahun ke tahun masih terjadi kasus ini. Lebih miris lagi pelakunya adalah orang yang faham agama atau petinggi pondok pesantren. Ajaran agama yang seharusnya diaplikasi atau diterapkan sehari-hari hal ini justru sebaliknya. Para pelaku ini semuanya melanggar ajaran agama Islam. Jelas kekerasan seksual adalah haram dalam Islam. Bahkan termasuk dosa besar. Dengan adanya kasus ini citra Islam menjadi tercoreng. Seharusnya Islam menjadi agama yang rahmatan Lil alamin namun dengan kasus ini banyak orang yang "jijik" dengan islam.
Namun yang menjadi pertanyaan mengapa yang melakukan kekerasan seksual ini justru orang yang faham agama?
1. Agama dijadikan tameng. Nauzubillah Billah fakta-fakta yang terjadi diatas justru yang melakukan kekerasan seksual adalah para pemuka agama. Seharusnya aturan agama menjadi rem bagi seseorang dalam bertingkah laku, hal ini justru sebaliknya. Aturan agama mereka terobos demi mengikuti nafsu liarnya.
Agama justru dijadikan tameng untuk berbuat kekerasan seksual. Mereka mengunakan agama untuk memperdaya korbannya. Pelaku ini seolah menjadi manusia yang paling suci Dengan agamanya. Selain agama pelaku juga memberikan berbagai iming-iming kepada korbannya agar mereka semakin terperdaya.
2. Sekularisme. Sekulerisme adalah faham yang memisahkan agama dengan kehidupan. Dalam faham Sekuler haram hukumnya agama mengatur dalam kehidupan sehari-hari. Jelas dalam agama Islam kekerasan seksual haram hukumnya, bahkan termasuk dosa besar. Namun mengapa para petinggi dari pondok pesantren ini melakukannya?? Jawabannya adalah faham Sekuler.
3. Mengunakan kekuasaan untuk melakukan kejahatan. Para pelaku juga petinggi bahkan pemilik pondok pesantren. Mereka menggunakan kekuasaannya untuk memperdaya para korbannya. Dari empat pelaku ini semua petinggi di pondok pesantren. Miris, mereka menggunakan jabatannya untuk memperdaya korbannya.
4. Sanksi dan hukum yang lemah. Diperparah tidak adanya hukuman yang tegas dari negara. Penegakan hukum di negeri ini justru gagal dalam memberikan sanksi terhadap predator seksual. Para pelaku kerap mendapatkan sanksi yang ringan, sehingga tak membuat jera bagi pelaku. Hal ini juga membuat peluang bagi pelaku lain untuk melakukan tindakan yang serupa. Bahkan tidak sedikit kasus seperti ini tidak diselesaikan secara hukum, melainkan hanya dengan jalan damai
Banyak korban yang "takut" melaporkan kasus predator seksual ini kepada pihak yang berwajib. Hal ini disebabkan adanya ancaman dari pelaku. Selain itu tidak adanya perlindungan korban membuat korban tidak mau melapor kepada pihak yang berwajib. Miris, akhirnya kasus predator seksual menjadi bola salju yang dari ke hari semakin banyak.
Ini adalah dampak penerapan sistem sekuler yang merusak naluri dan akal manusia. Negara juga tidak "aware" dengan urusan moral, malah membiarkan faktor-faktor penyebab maraknya predator seksual merajalela. Sementara peran negara sangat minim dalam melindungi anak dalam berbagai aspeknya, baik pendidikan berasas sekuler, maupun sistem sanksi yang tidak menjerakan.
Maka, kita membutuhkan aturan dari Sang Pencipta dan Pengatur jagat raya karena Allah Swt yang mengetahui hikmah dari semua hukum syariat yang diatur-Nya, termasuk kemaslahatannya. Karena itu kebutuhan akan adanya perisai umat saat ini sangat mendesak. Perempuan dan anak yang menjadi korban predator seksual tidak akan terlindungi tanpa adanya sistem Islam. Hanya sistem Islam yang mampu melahirkan pemimpin yang sejati yang melindungi umatnya.
Sistem Islam Pembebas dari Predator Seksual
Dalam pandangan Islam Kekerasan seksual dalam bahasa Arab disebut jarimatul jinsiyah. Tindakan ini adalah semua tindakan, perbuatan, dan perilaku yang ditunjukkan untuk memenuhi dorongan seksual baik antara pria dengan wanita, atau antara sesama jenis, atau antara orang dengan hewan. Semua ini dalam pandangan Islam termasuk kejahatan seksual karena diharamkan oleh Allah (Dr. Ali al Hawat, al jarimah al jinsiyah).
Hanya saja dalam konteks ini lebih khusus terkait dengan kekerasan seksual dengan paksaan atau pemerkosaan. Kekerasan seksual terjadi karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal terjadi karena lemahnya pindasi agama, khususnya ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT. Akibatnya keterikatannya kepada hukum Allah lepas. Ditambah stimulasi dari luar yang sangat kuat baik tontonan, pergaulan bebas, lingkungan dan sistem yang rusak.
Inilah beberapa faktor yang saling terkait yang tidak bisa dipisahkan. Maka untuk menyelesaikan kejahatan seksual semua faktor harus diselesaikan.
Dari Akarnya
Seperti kata Imam al Ghazali agama adalah pondasi dan kekuasaan adalah penjaga. Sesuatu tanpa pondasi pasti runtuh. Sedangkan sesuatu tanpa kekuasaan pasti hilang. Akidah jelas merupakan pondasi kehidupan baik individu, masyarakat maupun negara. Halal haram menjadi standar tindakan, perbuatan, dan prilaku dalam kehidupan induvidu, masyarakat dan negara.
Dengan begitu barang dan jasa yang diproduksi, dikonsumsi, dan didistribusikan di masyarakat adalah barang dan jasa yang halal. Dari sini gambar, VCD, situs, majalah, tabloid, acara TV dan semua barang yang berbau pornografi tidak akan ditemukan. Karena memproduksi, mengkonsumsi dan mendistribusikannya adalah tindakan kriminal. Begitu juga dengan jasa, jasa yang haram tidak boleh beredar di masyarakat. Karena itu, jasa PSK, pornografi, bar, pramusaji dan pramugari yang digunakan sebagai daya tarik seksual tidak akan ditemukan.
Pergaulan Sehat
Selain faktor barang dan jasa, pada saat yang sama kehidupan pria dan wanita juga terpisah. Berkhalwat (berdua-duan) dan ikhtilat (campur baur) antara pria dan wanita diharamkan. Ikhtilat hanya boleh ditempat umum jika ada hajat seperti berjual beli. Wanita tidak boleh mengumbar auratnya di muka umum dan tidak boleh bertabaruj (berdandan untuk menarik lawan jenis). Hal ini dilakukan agar pergaulan pria dan wanita tetap terjaga di masyarakat.
Sanksi dari Negara
Ketika semua pintu yang mendorong terjadinya kejahatan seksual tersebut sudah ditutup rapat-rapat. Dari hulu hingga hilir maka Islam menetapkan sanksi yang keras dan tegas kepada siapa saja yang melakukan kekerasan seksual.
Para pelaku ini dijatuhkan sanksi ta’zîr yang jenis dan bobot sanksinya diserahkan pada qâdhi (hakim). Sanksinya bisa berupa hukuman penjara, hukuman cambuk, bahkan hukuman mati jika dinilai sudah keterlaluan oleh pengadilan.
Pelaku pemerkosaan ada sanksi yang jauh lebih berat. Jika pelakunya adalah lelaki yang belum menikah (ghayr muhshan) maka sanksinya adalah hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun di tempat terpencil. Jika pelakunya kategori muhshan (sudah pernah menikah), maka sanksi atas dirinya adalah hukum rajam hingga mati. Demikian sebagaimana Nabi saw. pernah menjatuhkan sanksi rajam atas pezina yang telah menikah. Sanksi ini bisa ditambah lagi jika pelaku melakukan tindak penculikan dan penganiayaan terhadap korban. Qâdhi bisa menjatuhkan sanksi untuk semua tindak kejahatan tersebut.
Begitulah cara khilafah memberantas predator seksual. Dengan cara seperti ini kekerasan seksual bisa diatasi dari hulu hingga hilir. Inilah sistem khilafah satu-satunya sistem yang bisa menyelesaikan kekerasan seksual dengan sempurna. Karena inilah satu-satunya sistem yang diturunkan oleh Allah SWT. Wallahu a'lam
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar