Indonesia Menuju Zero ODOL Zero Kapitalisme


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Tragedi kecelakaan maut yang melibatkan truk kembali terjadi. Pada Rabu (7/5/2025) pagi, sebuah angkot yang berisi rombongan ibu-ibu yang hendak melakukan pengajian dihantam oleh truk bermuatan pasir. Kecelakaan maut ini terjadi di Jalan Raya Purworejo menuju Magelang. Kronologi kejadian ketika truk pasir bernomor polisi B-9970-BYZ melaju dari arah utara menuju selatan atau Magelang ke Purworejo. Ketika melewati jalan menurun di lokasi kejadian, truk berusaha mendahului angkot namun diduga kehilangan kendali. Akibatnya, truk menyenggol kopada dan menyebabkan kedua kendaraan terguling, hingga menabrak rumah warga di pinggir jalan. Pada peristiwa ini 11 korban meninggal dunia dan sebanyak 6 orang lainnya mengalami luka-luka.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengimbau kepada seluruh pemilik perusahaan angkutan barang untuk wajib mengoperasikan kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan teknis kelaikan jalan dan persyaratan administrasi sesuai perizinannya serta melarang operasional truk Over Dimention Over Loading (ODOL).

Saat rapat dengan Komisi V DPR RI, Kamis (8/5/2025), Menhub kembali menegaskan bahwa pemerintah benar-benar bakal serius menindak truk ODOL. Sikap tersebut didorong dalam pertemuan yang diinisiasi oleh Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersama stakeholder terkait belum lama ini.

AHY mengatakan, truk obesitas telah membuat masyarakat dan negara rugi besar. Negara harus menelan kerugian hingga lebih dari Rp 40 triliun lebih per tahun. Demi memperbaiki jalan yang rusak akibat truk obesitas. Mengacu pada data yang ada, AHY menyebut angkutan ODOL juga jadi pemicu kecelakaan lalu lintas terbesar kedua secara nasional. Meskipun masih di bawah kendaraan roda dua alias motor, namun di atas angkutan barang lainnya, angkutan orang, dan mobil penumpang. Yang paling parah, keberadaan ODOL diklaim sangat mengancam keselamatan pengguna jalan. AHY bilang, tak sedikit jiwa yang melayang akibat kecelakaan yang dibuat oleh truk berlebih muatan.

Menhub pun akan memulai proyek percontohan (pilot project) penanganan truk ODOL di dua provinsi, yakni Riau dan Jawa Barat. Ia telah melakukan pertemuan dengan hampir seluruh kepala daerah dan Gubernur Riau. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan, bahwa Riau akan menjadi pilot project untuk penanganan truk ODOL. Targetnya, kebijakan Zero ODOL bisa mulai berlaku efektif pada 2026.

AHY juga mengatakan, pemerintah mempertimbangkan untuk memberi sejumlah insentif semisal subsidi BBM terhadap pelaku usaha, agar tidak lagi menggunakan angkutan berlebih muatan alias truk obesitas. Menurut dia, pemerintah tidak ingin semata-mata melarang keberadaan truk ODOL tanpa ada solusi. Oleh karenanya, kementerian/lembaga terkait wajib menata ulang aturan soal logistik nasional.  

Berharap, semoga sesuai dengan yang sudah direncanakan. Terlebih hal ini sudah berlangsung lama, dan selalu diambil tindakan setelah kejadian. Solusinya pun tetap tidak menyentuh akar masalah. Ketika terjadi kecelakaan, pihak yang selalu disalahkan adalah pengemudi. Dan semoga pemerintah ikhlas dalam melakukannya. Tidak ada alasan terselubung sebagaimana yang sudah-sudah. Mengaku demi rakyat, ternyata demi korporasi!

Belum lagi mengenai kesejahteraan dan standar keselamatan sopir truk sebagai salah satu penyebab berulangnya kecelakaan maut. Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyoroti, salah satu kontributor dari maraknya truk ODOL di Indonesia di antaranya karena para pengemudi truk yang tidak terdidik dengan baik dan benar. Plt Ketua Subkomite Lalu Lintas Angkutan Jalan KNKT Ahmad Wildan mengemukakan, selama 20 tahun lebih, di Indonesia belum pernah ada sekolah mengemudi bagi pengemudi bus dan truk.

Bahkan, mereka kerap mendapatkan SIM tanpa melalui uji kelayakan. Sudah jamak diketahui, terkadang SIM bisa didapatkan secara instan tanpa melalui uji kelayakan dengan memberikan sejumlah uang kepada aparat yang bertugas. Celah curang seperti ini masih banyak dipraktikkan sebagian masyarakat karena aparat atau petugas memberi peluang praktik ini. Belum lagi jika kita mempertanyakan kompetensi dan pengetahuan seputar aturan berkendara yang harus dimiliki para pengemudi. Negara tidak memberikan aturan rinci mengenai hal itu. Hanya ada sanksi-sanksi bagi pengendara jika terjadi kelalaian, seperti saat terjadi kecelakaan.

Di sisi lain, tidak dipungkiri adanya kepentingan ekonomi dari pihak pelaku usaha. Lantaran pemakaian truk ODOL membuat ongkos distribusi barang bisa lebih murah. Mengutip catatan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) per 2020, kebijakan Zero ODOL berpotensi memberikan menaikan harga 8 komoditas pokok pangan. Mulai dari harga beras, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, gula pasir, minyak goreng, dan tepung terigu.

Inilah buah busuk penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Semua diukur oleh azas manfaat. Sopir, perusahaan angkutan, perusahaan transportasi, kontraktor jalan, bahkan negara. Semua tersuasanakan. Tidak heran ketimpangan terjadi dimana-mana. 

Maka solusi yang dibutuhkan juga haruslah menyeluruh. Bukan hanya Zero ODOL, tetapi juga harus zero Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sebab proyek pembangunan jalan sering kali dijadikan lahan basah yang menyebabkan kualitas jalan tidak sekuat kuantitas anggaran yang telah dikeluarkan. 

Setali tiga uang dengan perusahaan yang hanya mementingkan keuntungan, tidak peduli dengan besarnya kerugian yang dirasakan sopir, bahkan masyarakat pengguna jalan lainnya.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang bahwa jalan adalah kebutuhan publik dan memiliki kegunaan untuk masyarakat luas sehingga membutuhkan perhatian khusus. Perbaikan jalan harus dilakukan berkala untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Infrastruktur jalan adalah salah satu kewajiban negara dalam menyediakan fasilitas publik yang bisa dimanfaatkan masyarakat dengan layak dan aman.

Negara Islam (Khilafah) benar-benar memastikan seluruh wilayah baik di perkotaan, perdesaan, bahkan yang terpencil sekalipun dapat memperoleh infrastruktur jalan yang bagus dan aman, termasuk dengan lampu penerangan jalan yang baik dan cukup aman bagi pengendara di jalan raya.

Khilafah akan membiayai secara penuh pembangunan infrastruktur jalan. Dananya berasal dari kas baitulmal yang terdiri dari harta fai, ganimah, ‘usyur, khumus, jizyah, kharaj serta pengelolaan barang tambang. Anggaran Khilafah yang bersumber dari harta ini dibelanjakan untuk kepentingan dan kemaslahatan umum, seperti anggaran belanja untuk kantor-kantor pemerintah, santunan bagi para penguasa, gaji tentara dan pegawai, persediaan air, serta pembangunan jalan, sekolah, perguruan tinggi, masjid, dan rumah sakit yang sangat dibutuhkan bagi seluruh umat. (Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah, Al-Amwal fii Daulah al-Khilafah, Bab Harta Milik Umum dan Jenisnya, hlm. 99).

Khilafah juga melakukan pengecekan secara berkala terhadap kelayakan jalan bagi kendaraan yang melintas. Khilafah memastikan edukasi dan pengaturan tentang pengemudi agar mereka memenuhi semua syarat yang berlaku. Khilafah akan melakukan pengawasan terhadap lembaga-lembaga pemerintah agar tidak ada praktik kecurangan atau suap dalam transaksi dan regulasi apa pun, tidak terkecuali perihal standar kelayakan mengemudi di jalan raya dan lalu lintasnya. 

Khilafah berperan sentral untuk menyediakan moda transportasi dengan teknologi terbaik dan tingkat keselamatan yang tinggi sehingga kelaikan moda transportasi jenis apa pun akan terjamin. Khilafah tidak boleh menyerahkan penyediaan moda transportasi ini kepada operator swasta ataupun asing. Khilafah akan menpermudah rakyat mengakses moda transportasi berkualitas jenis apa pun secara murah, aman, dan nyaman.

Khilafah akan membangun industri strategis, yakni industri IT dengan segala risetnya yang dapat membantu menghindarkan rakyat dari hal-hal yang mengganggu perjalanan sehingga dapat terhindar dari kecelakaan termasuk menegakkan sistem sanksi tegas bagi siapa pun yang melanggar aturan yang sudah negara tetapkan.

Khilafah juga akan menyiapkan para pengemudi yang andal sehingga siap meng-hendel kendaraan dalam situasi apa pun. Salah satunya dengan membangun sekolah mengemudi gratis yang tidak hanya mengajarkan dasar-dasar mengemudi, tetapi juga tentang teknik pemeliharaan kendaraan sehingga akan mencetak sopir-sopir profesional dan handal.

Dan tidak berlepas diri sampai di situ, negara juga akan menggaji para sopir dan kernet dengan gaji sepadan sesuai dengan tingkat resikonya, tidak berdasarkan besarnya trayek atau banyaknya barang/penumpang yang bisa diangkut. Negara juga memastikan dan menyiapkan para sopir dan kernet dengan kondisi fisik yang prima dengan bekerja secara manusiawi, tidak melebihi batas kemampuan fisiknya karena dapat membahayakan dirinya dan publik.

Khilafah juga menerapkan sistem sanksi tegas bagi siapapun yang melanggar aturan yang sudah negara tetapkan. Tiap pelaku pelanggaran konstitusi negara dianggap sebagai mukhalafat. Khalifah akan menetapkan jenis-jenis sanksi untuk mukhalafat yang terjadi. Sebagai contohnya, khalifah memiliki kewenangan untuk menetapkan jarak halaman rumah, jalan-jalan umum, dan batas tertentu, serta melarang masyarakat untuk membangun atau menanam di sampingnya pada jarak sekian meter. Selanjutnya, menetapkan bagi kafe, hotel, tempat penyewaan permainan, dan tempat umum lainnya dengan aturan tertentu yang mengatur segala urusannya. Khalifah akan memberi sanksi bagi orang yang melanggar aturan-aturan tersebut. (Syekh Abdurrahman al-Maliki rahmahullah, An-Nizham al-Uqubat wa al-Ahkam al-Bayyinat fii al-Islam, hlm. 261).

Khilafah dengan kecanggihan teknologi yang dimilikinya juga dapat memberikan berbagai informasi mengenai keadaan prakiraan cuaca sehingga negara dapat menentukan suatu perjalanan dapat dilakukan atau ditunda untuk mencegah terjadinya dharar (kesulitan, penderitaan, kesengsaraan, dan hilang nyawa) akibat badai, hujan deras, dan sebagainya.

Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh dibahayakan.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).

Anggaran yang digunakan untuk semua hal di atas bersifat mutlak. Artinya, ada atau tidak ada dana kas negara untuk pembiayaan transportasi publik, tetapi jika ketiadaannya berdampak dharar (bahaya) bagi masyarakat, maka wajib diadakan oleh negara dalam rangka menerapkan sabda Rasulullah Saw. riwayat Ibnu Majah, Ahamad, dan Ad-Daraquthni, “Tidak ada dharar dan tidak ada membahayakan (baik diri sendiri maupun orang lain)."

Khilafah juga wajib mengelola kekayaannya secara benar (sesuai syariat Islam) sehingga berkemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawab pentingnya melayani publik. Khilafah pun harus menjalankan sentralisasi kekuasaan. Tidak dibenarkan menjalankan desentralisasi kekuasaan, melainkan untuk teknis pelaksanaan bersifat desentralisasi.

Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal….” (HR Muslim).

Pada masa kekhalifahan Islam, pembangunan infrastruktur berjalan dengan pesat. Jalan-jalan di kota Bagdad, Irak saat itu sudah terlapisi aspal pada abad ke-8 M. Pembangunan jalan beraspal itu dibangun di masa pemerintahan Khalifah Al-Mansur pada 762 M. Sedangkan Eropa baru membangun jalan pada abad ke-18 M. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah mendanai pembangunan infrastruktur melalui anggaran khusus di baitulmal. Kaum muslim dan warga Khilafah pada saat itu dapat memanfaatkan jalan dan infrastruktur publik lainnya dengan fasilitas yang baik, serta tanpa dipungut biaya alias gratis.

Hendaknya, penguasa negeri ini belajar bagaimana tanggung jawab seorang pemimpin terhadap keselamatan rakyatnya kepada Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang sangat memperhatikan rakyatnya, “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Bagdad niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya, ‘Mengapa tidak meratakan jalan untuknya?'”

Demikianlah visi riayah pemerintah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yang bertanggung jawab dengan dasar penerapan sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan Bukhari, “Pemerintah adalah raa’in dan penanggung jawab urusan rakyatnya."

Oleh sebab itu, jika ingin Zero ODOL sukses dan insiden kecelakaan maut tidak terulang kembali sehingga dapat menghilangkan berbagai penderitaan masyarakat, khususnya masalah keselamatan transportasi dan kelayakan jalan, maka pemerintah harus segera menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah. 

Allah SWT. berfirman:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf: 96).

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar