Oleh : Aura Amanda
Baru-baru ini beredar berita terkait aksi kecurangan yang terjadi saat tes UTBK berlangsung. Dari aksi kecurangan tersebut ditemukan beberapa aksi kecurangan dengan pemanfaatan teknologi yang salah penggunaan. Pada hari pertama UTBK SNBT, Rabu (23/4/2025) tim Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) menemukan ada sembilan kasus kecurangan. Lalu, pada hari Kamis (24/4/2024), tercatat ada lima kasus (kompas.com, 25/04/25).
Menghalalkan berbagai macam cara, demi menggapai mimpi untuk masuk perguruan tinggi yang diinginkan, begitu katanya. Tak khayal, cara yang mencengangkanpun mereka lakukan. Ketua Umum Penanggung Jawab SNPMB, Prof. Eduart Wolok, mengungkapkan bahwa beberapa peserta menyelundupkan alat perekam dalam bentuk kamera kecil yang tersembunyi di behel gigi, kuku, ikat pinggang, dan bahkan kancing baju. Semua itu tidak terdeteksi oleh alat metal detector. Bahkan, menyembunyikan ponsel di dalam sepatu atau menempelkannya di badan dilakukan (kompas.com, 25/04/25).
Apakah aksi kecurangan seperti ini sebuah hal yang baru dikalangan pelajar? Tentu tidak. Bukan lagi menjadi rahasia umum, budaya mencontek dan menggunakan joki dalam pengerjaan tugas sudah menjadi hal yang wajar dan bukan hal yang aneh lagi. Adanya kasus-kasus semacam ini menambah rasa pilu akan dunia pendidikan di negara kita. 2 Mei, yang katanya hari pendidikan nasional justru menjadi tanda tanya baru apakah sudah terdidik generasi bangsa ini. Generasi yangbada saat ini adalah generasi yang krisis akhlak, moral, bahkan abai akan halal haram.
Jelas, kasus kecurangan ini semakin menggambarkan gagalnya sistem pendidikan di dalam mewujudkan generasi berkepribadian serta berkarakter islami. Inilah buah dari sistem hidup saat ini yang berlandaskan kapitalisme, yang menjadikan tolak ukur keberhasilan serta kebahagiaan dilihat pada hasil atau materi. Dalam menggapai semua hal tersebut, rambu-rambu halal haram tak lagi dihiraukan demi mencapai kebahagiaan yang diinginkan. Salah satu akibat fatal dalam sistem kapitalisme saat ini ialah minimnya tanggung jawab negara di dalam dunia pendidikan, serta keseriusan negara di dalam menyediakan sarana prasarana pendidikan yang memadai. Sehingga Hal ini menimbulkan problem baru yaitu sulitnya mencari sekolah maupun kampus yang baik, serta memicu para peserta didik untuk berbuat curang demi mendapatkan nilai yang bagus untuk dapat memasuki jenjang pendidikan berikutnya.
Generasi rusak, dalam penerapan sistem pendidikan kapitalisme, apakah hal tersebut akan terus berlanjut? Jawabannya iya, jika sistem ini tetap langgeng diterapkan dalam kehidupan ini.
Tentu, sebagai seorang muslim hal tersebut bukanlah yang kita inginkan. Maka sudah saatnya mengganti sistem kapitalisme rusak dengan sistem IsIam dalam sebuah negara sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Untuk mengatasi problematika ini dibutuhkannya penyelesaian masalah dengan tanggung jawab penuh yang dilakukan oleh negara sebagai penyelenggara pendidikan. Tentu hal ini hanya bisa dilakukan dalam sistem IsIam.
Dengan sistem Islam, negara akan menjaga agar setiap individu senantiasa untuk terikat dengan aturan Allah. Ketika seorang individu telah terikat pada aturan Allah, niscaya ia akan selalu merasa Allah bersamanya dan selalu mengawasinya. Maka tindak kecurangan seperti ini tidak mungkin akan terjadi. Rasa khauf dan Roja menjadi bagian diri seorang muslim. Dengan sistem pendidikan Islam yang berasaskan Aqidah Islam, akan mencetak generasi unggul yang berkepribadian Islam serta terikat pada syariat Allah dan menjadi agen perubahan. Mencetak generasi yang berkarakter serta terampil menggunakan kemajuan teknologi untuk kemaslahatan umat dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Allah. Wallahu a'lam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar