KHUTBAH JUM'AT : PEMBATASAN KELAHIRAN BUKAN SOLUSI KEMISKINAN


KHUTBAH PERTAMA

إنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اللهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلًا نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى
وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا 
وَمُسْتَوْدَعَهَاۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ ۝٦ (هُوْدٌ) 

Alhamdulillâhi Rabbil ‘Âlamin, Segala puji bagi Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ dengan sebenar-benarnya takwa sebagaimana firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Âli Imrân [3]: 102)
Sungguh takwa adalah benteng terakhir kita di tengah kehidupan akhir zaman saat ini. Dan sungguh, hanya dengan takwa kita akan selamat di dunia dan akhirat.

Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Isu pengendalian angka kemiskinan di Jawa Barat sempat menjadi sorotan setelah Gubernur Dedi Mulyadi pada akhir April lalu merencanakan program bantuan sosial (bansos) dengan syarat partisipasi dalam program Keluarga Berencana (KB), khususnya bagi pria. Dedi meyakini bahwa tingginya angka kemiskinan berkaitan erat dengan jumlah anak yang banyak pada keluarga prasejahtera. Ia menyebut banyak warga miskin di Jawa Barat memiliki lebih dari dua anak. Namun, rencana tersebut menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Komnas HAM dan MUI, karena dianggap tidak sensitif dan melanggar hak asasi. Menanggapi hal itu, Dedi kemudian memberikan klarifikasi bahwa KB tidak harus dilakukan melalui vasektomi, tetapi bisa dengan berbagai metode yang sesuai nilai-nilai masyarakat.
Dalam dunia medis, dikenal dua prosedur untuk menghentikan kemampuan reproduksi pria, yakni kebiri dan vasektomi. Keduanya membuat pria tidak dapat lagi menghasilkan sperma untuk membuahi sel telur. Bedanya, kebiri dilakukan dengan mengangkat testis, sedangkan vasektomi hanya memutus saluran sperma (vas deferens) tanpa mengganggu fungsi seksual. 

Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki panduan yang jelas terkait perencanaan kelahiran dan batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Dalam Islam, baik kebiri (al-ihshâ’) maupun vasektomi dihukumi haram karena keduanya merusak kemampuan reproduksi secara permanen. Keharaman kebiri ditegaskan dalam hadits riwayat al-Bukhari ketika Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam melarang para sahabat yang ingin dikebiri saat berperang tanpa istri. Islam justru mendorong umatnya untuk menikah dan memperbanyak keturunan, sebagaimana sabda Nabi;
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، إِنِّي مُكَاثِرٌ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
”Menikahlah kalian dengan wanita penyayang dan subur (berpotensi melahirkan anak yang banyak). Sungguh aku akan membanggakan diri (dengan sebab banyaknya jumlah kalian) di hadapan para nabi pada Hari Kiamat” (HR. Ahmad No.12808). 

Ulama seperti Imam Al-Imad bin Yunus rahimahullâhu juga melarang pasangan suami-istri mengambil tindakan medis untuk mencegah kehamilan secara permanen. Meskipun vasektomi dapat dioperasi ulang, peluang kehamilan tetap kecil dan biayanya mahal.
Program vasektomi dan tubektomi termasuk bentuk pembatasan kelahiran (tahdîd an-nasl) yang hukumnya haram, terlebih bila dipaksakan oleh negara kepada rakyat. Pemaksaan semacam itu dianggap bentuk kezaliman. Islam tidak melarang pengaturan kelahiran (tanzhîm an-nasl) selama dilakukan atas kesepakatan pasangan suami istri, dengan tujuan yang dibenarkan secara syari seperti menjaga kesehatan ibu atau mengatur jarak kelahiran anak demi kesejahteraan keluarga. Dalam hal ini, pengendalian kelahiran boleh dilakukan secara temporer.
Syariah membolehkan metode azl (senggama terputus), sebagaimana diriwayatkan dari Jabir radhiyallâhu ’anhu bahwa para sahabat melakukan azl di masa Rasulullah dan tidak dilarang (HR. Muslim No.1440). Maka, penggunaan alat kontrasepsi modern seperti kondom, IUD, pil atau suntik KB juga dibolehkan selama tidak membahayakan kesehatan. Jika menimbulkan mudarat, harus dihentikan dan diganti metode lain. Keputusan KB tetap menjadi hak pasangan, bukan kebijakan yang memaksa, apalagi dijadikan syarat untuk mendapat layanan negara.

Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Anggapan bahwa pertambahan jumlah anak atau populasi menjadi penyebab kemiskinan adalah pandangan keliru yang bersumber dari teori Malthus, yang menyatakan populasi tumbuh lebih cepat daripada produksi pangan. Teori ini tidak terbukti, bahkan bertentangan dengan akidah Islam yang meyakini bahwa rezeki setiap makhluk telah dijamin oleh Allah Subhânahu Wa Taâlâ, sebagaimana firman-Nya: 
وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَاۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
”Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah Yang memberi rezekinya. Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Hûd [11]: 6).

Dalam ayat lain, Allah melarang membunuh anak karena takut miskin: 
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا
”Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah Yang akan memberikan rezeki kepada mereka dan kepada kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS. al-Isrâ [17]: 31). Karenanya, perencanaan ekonomi tidak boleh didasarkan pada ketakutan terhadap jumlah penduduk.

Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Sesungguhnya penyebab utama kemiskinan adalah penerapan sistem kapitalisme yang rusak, yang memungkinkan kekayaan hanya dikuasai segelintir elit. Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), 50 persen aset nasional dikuasai oleh 1 persen orang kaya di tanah air, dan pada saat yang sama 60 juta warga (menurut Bank Dunia) jatuh miskin dan ada 7,8 juta pengangguran. Kekayaan alam dieksploitasi tanpa menyejahterakan rakyat sekitar, seperti yang terjadi di Sulawesi Tengah. Ketimpangan ekonomi ini memperparah kemiskinan, sementara negara justru menyalahkan rakyat miskin karena memiliki banyak anak, bukannya memperbaiki distribusi kekayaan dan menyediakan jaminan kesejahteraan sebagaimana mestinya.
Sudah cukup bukti bahwa kemiskinan dan kesengsaraan umat hari ini bersumber dari penerapan ideologi kapitalisme yang batil. Karena itu, sudah saatnya ideologi ini ditinggalkan dan digantikan dengan Islam, satu-satunya ideologi yang haq dan paripurna. Islam sebagai sistem kehidupan menawarkan solusi nyata dan membawa keberkahan serta ridha Allah Subhânahu Wa Taâlâ jika diterapkan secara menyeluruh. Bukankah derita umat saat ini cukup menjadi pelajaran? Allah Subhânahu Wa Taâlâ berfirman: 
وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍ
”Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan kalian sendiri, sementara Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian).” (QS. asy-Syûrâ [42]: 30). WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ




KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءَ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar