Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I. (Pemerhati Sosial dan Media)
Wacana Vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial yang diusulkan oleh Gubernur Jawa Barat kini tengah menjadi sorotan publik. Wacana tersebut viral di berbagai lini masa sejak awal April lalu, dan menarik berbagai respon di berbagai kalangan.
Orang nomor 1 di Jawa Barat itu meminta keluarga miskin untuk berhenti memproduksi anak yang banyak, atau para suami nantinya harus mau divasektomi, jika ingin mendapat bantuan sosial. Ini berarti ingin menjadikan vasektomi menjadi salah satu syarat bagi laki-laki untuk mendapatkan bantuan dari negara.
Dedi Mulyadi atau akrab disapa KDM (Kang Dedi Mulyadi) juga berpendapat bahwa keluarga miskin yang memiliki banyak anak cenderung membebani anggaran negara melalui berbagai bantuan seperti kesehatan, bantuan beasiswa dan bantuan sosial lainnya. Dengan mewajibkan vasektomi bagi pria penerima bantuan sosial, ia berharap dapat mengendalikan pertumbuhan penduduk dan meringankan beban negara. (Metrotvnews.com, 03/05/25)
KDM juga menyatakan dan menekankan bahwa langkah vasektomi tersebut ditempuh dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan di tengah masyarakat miskin, membantu mengurangi angka kemiskinan warga Jawa Barat, dan meminimalisir beban reproduksi pada perempuan.
Usulan Gubernur sekaligus Youtuber dengan subscriber 6,7 juta ini menuai pro-kontra di berbagai kalangan. Ada yang pro namun tidak sedikit yang menolak bahkan menentangnya, karena usulan tersebut dianggap melanggar hak asasi manusia bahkan melanggar hukum agama. Misalnya saja penentangan dan kritikan seperti dari Komnas HAM dan MUI.
Tak hanya menarik perhatian masyarakat Indonesia, wacana vasektomi yang diusulkan KDM juga menyedot perhatian media asing, misalnya saja Channel News Asia, The Telegraph, dan South China Morning Post. Masing-masing dari mereka menyoroti wacana yang dianggap diskriminatif dan melanggar HAM.
Meskipun belakangan (pada akhirnya) KDM membantah adanya kebijakan yang mensyaratkan vasektomi untuk penerima bansos. Alih-alih demikian, KDM mengaku hanya mengusulkan penerima bantuan sosial yang memiliki banyak anak agar mengikuti program Keluarga Berencana (KB), bukan hanya vasektomi.
Kapitalisme Menihilkan Peran Tuhan
Anggapan yang menyatakan bahwa pertambahan jumlah anak atau naiknya populasi penduduk menjadi salah satu penyebab kemiskinan adalah opini yang menyesatkan.
Jika diteliti dengan seksama tidak ada kaitannya antara kemiskinan dan pertambahan populasi penduduk serta jumlah anak yang dimiliki. Opini sesat ini tak bisa dilepaskan dari pengaruh teori yang pernah dicetuskan oleh Robert Malthus seorang ekonom Inggris beberapa puluh tahun silam.
Malthus beranggapan bahwa pertumbuhan populasi cenderung melampaui pertumbuhan produksi pangan. Lalu muncul kekhawatiran jika terjadi kelaparan, atau munculnya penyakit bahkan kematian yang melanda umat manusia. Padahal sejatinya teori ini tidak pernah terbukti sama sekali.
Pemikiran-pemikiran semacam ini lumrah terjadi dalam sistem kapitalis sekuler, sistem yang memisahkan kehidupan dengan agama. Agama diletakkan pada ranah individu semata, dan seolah menihilkan peran Tuhan dalam kehidupan manusia.
Sayangnya, pemikiran tersebut telah menjadi common sense di tengah masyarakat Indonesia yang notabene mayoritas muslim. Racun-racun pemikiran barat telah merasuk di tengah umat Islam. Kondisi tersebut merupakan buah dari penerapan kapitalisme sekuler.
Dalam sistem ini, Islam tidak dijadikan rujukan dalam aspek kehidupan manusia. Alih-alih menjadikan syarak sebagai pedoman hidup, negara dengan kapitalisme justru cenderung lebih sering membuat kebijakan yang bertentangan dengan syariat Islam.
Adapun kemiskinan yang ada saat ini terjadi disebabkan ketidakmampuan negara dalam mengelola ekonomi. Hal ini terjadi akibat diterapkannya ekonomi kapitalis-liberal. Negara membiarkan sumber daya alam Indonesia dikuasai oleh asing-aseng atau para oligarki pemilik modal. Tak heran jika kesenjangan sosial terus melebar, yang kaya semakin kaya, pun sebaliknya yang miskin semakin miskin.
Data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), bahwa 50 persen aset nasional dikuasai hanya oleh 1 persen orang kaya di tanah air. Bahkan Majalah Forbes pada tahun 2024 mencatat: total harta 50 orang terkaya di Indonesia tembus US$263 miliar atau setara Rp 4.209,25 triliun.
Pada saat ekonomi nasional sedang terpuruk, daya beli masyarakat menurun, kekayaan para oligarki justru semakin melesat bahkan hingga ratusan triliun rupiah. Di sisi lain daya beli masyarakat melemah, bahkan 60 juta warga (menurut World Bank) jatuh pada garis kemiskinan dan ada 7,8 juta pengangguran.
Biaya hidup yang semakin mahal, diperparah dengan minimnya lapangan kerja, serta adanya gelombang PHK yang menghempas masyarakat kecil, menjadikan mereka harus hidup kesusahan. Namun ironinya, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga masyarakat miskin lah yang justru disalahkan karena menikah dan memiliki anak, terlebih jika anaknya banyak.
Di saat yang sama, faktanya negara dengan kapitalisme tidak menjalankan perannya secara maksimal dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Negara justru cenderung lebih berpihak pada kaum kapitalis-oligarki. Tapi ironinya, justru masyarakat miskinlah yang terkena imbasnya dengan adanya pembatasan kelahiran.
Wacana pembatasan kelahiran dengan cara vasektomi seolah membuktikan bahwa negara tak mampu mengurus rakyat secara maksimal. Padahal jelas bahwa orang miskin seharusnya dipelihara oleh negara sebagaimana yang termaktub pada pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Maka jelaslah bahwa kemiskinan dan kesengsaraan umat yang terjadi saat ini dikarenakan adanya penerapan ideologi kapitalisme. Oleh karena itu, menjadikan wacana vasektomi sebagai solusi untuk mengentaskan kemiskinan adalah wacana ngawur yang jelas bertentangan dengan syriat Islam.
Vasektomi sendiri merupakan program kontrasepsi permanen yang dilakukan pada pria dengan memutus saluran sperma (vas deferens), sehingga sperma tidak dapat mencapai air mani saat ejakulasi, mencegah pembuahan.
Dalam Islam program vasektomi ataupun kebiri dihukumi haram. Keharaman kebiri (al-ihsha’) telah ditetapkan berdasarkan hadis. Yang diriwayatkan oleh imam Bukhari, dari Abdullah bin Abbas ra.: Kami dulu berperang bersama Rasulullah saw., sedangkan bersama kami tidak ada kaum perempuan (istri). Lalu kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah sebaiknya kami melakukan kebiri?” Kemudian Rasulullah melarang kami dari perbuatan tersebut.
Oleh karena itu, membiarkan vasektomi terjadi di tengah masyarakat, apalagi menjadikannya sebagai program yang dipaksakan oleh negara kepada rakyat merupakan sebuah kezaliman yang nyata.
Mencari solusi dalam Islam
Islam sebagai agama sekaligus ideologi memiliki solusi untuk menyelesaikan permasalahan manusia termasuk masalah ekonomi seperti kemiskinan di tengah umat. Salah satu cara Islam dalam mengentaskan permasalahan kemiskinan adalah dengan cara negara Khilafah mengelola kekayaan alam yang ada secara mandiri dan hasilnya dimasukkan ke kas negara atau baitul mal.
Harta yang dikelola secara mandiri oleh negara tersebut akan masuk dalam pos kepemilikan umum. Pos kepemilikan umum diperuntukkan untuk kepentingan seluruh rakyat, misalnya untuk menjamin layanan pendidikan, dan kesehatan, serta pembangunan infrastruktur sehingga rakyat pun bisa menikmatinya secara cuma-cuma.
Selain pos kepemilikan umum, dalam baitul mal juga ada pos-pos lain yang diperuntukkan sesuai hukum syarak, misalnya pos kepemilikan negara yang dihasilkan dari kharaj, usyur, jizyah, ghanimah, dan sejenisnya. Selain itu ada pula pos zakat yang menerima zakat, infak, shodaqoh atau sejenisnya (dari para muzaki) yang kemudian disalurkan pada golongan yang berhak menerima zakat (asnaf) yang sudah ditentukan syariat.
Negara Khilafah Islamiyah akan melarang segala bentuk privatisasi sumber daya alam, ataupun penguasaan SDA oleh individu atau korporasi swasta apalagi asing-aseng sebagaimana yang saat ini terjadi dalam kapitalisme liberal. Larangan privatisasi sumber daya alam ini disandarkan pada hadis Rasulullah saw., riwayat Abu Dawud dan Ahmad, "Kaum muslimin berserikat/berkumpul dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api."
Dengan mekanisme pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara maka memungkinkan terbuka dan tersedianya lapangan pekerjaan untuk laki-laki, sehingga ini mampu menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah pengangguran. Dengan demikian, setiap kepala keluarga bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.
Negara Khilafah juga akan menjamin kesejahteraan warga negaranya dengan penuh rasa tanggungjawab. Terlebih pemimpin dalam Khilafah sadar betul perannya yakni sebagai pengurus seluruh urusan umat atau ri'ayah suunil ummah. Yang demikian sesuai dengan sabda nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya."
Selain itu, Khilafah juga akan penerapkan sistem pendidikan yang berdasarkan akidah Islam. Pendidikan ini akan melahirkan individu berkarakter kuat dan hebat, memiliki keimanan dan ketakwaan yang kokoh.
Tujuan hidup setiap muslim di dunia bukan hanya sekadar menikmati kenikmatan dunia yang fana, melainkan untuk mengumpulkan bekal kehidupan akhirat, dengan selalu mengharapkan keridaan Allah sebagai tujuan utamanya. Begitupun dengan para pemimpinnya.
Pemimpin dalam Islam tentulah harus memiliki kepribadian Islam, sehingga ketika mereka membuat kebijakan mereka akan mengembalikannya pada hukum syarak. Hati mereka akan dipenuhi rasa takut (khauf) kepada Allah, rasa takut apabila kepemimpinan justru menzalimi rakyatnya, terlebih Rasulullah telah mengingatkan para pemimpin dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari: "...Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya... "
Setelah rakyat ada dalam kesejahteraan, alih-alih membatasi kelahiran di tengah masyarakat, Khilafah justru akan memotivasi rakyatnya untuk memperbanyak keturunan dan membentuk generasi yang bisa mengisi peradaban Islam mulia di masa depan.
Hal ini sejalan dengan anjuran Islam, yakni memperbanyak keturunan. Bahkan ini dianggap sebagai sunnah nabi saw. Sebagaimana yang dianjurkan dalam banyak dalil baik dalam al Quran maupun hadis Nabi Saw. Hal ini juga bertujuan untuk menjaga keberlangsungan umat Islam dan mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Demikianlah cara negara Khilafah Islam dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan yang melanda masyarakat. Bukan dengan menggunakan vasektomi atau yang sejenisnya yang dapat meminimalisir keturunan.
Namun yang perlu kita pahami, semua itu hanya akan terwujud ketika syariat Islam diterapkan dalam institusi Khilafah Islamiyah. Oleh karenanya, memperjuangkan penegakan Khilafah menjadi sebuah kewajiban bagi kaum muslim. Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar