Oleh : Silvy Anggra, S.M.,M.M
Realita Kemiskinan Tersembunyi
Perbedaan standar kemiskinan yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia (World Bank) secara mencengangkan membuka sebuah tabir fakta bahwa masih banyak warga Indonesia yang masuk dalam kategori miskin secara global, namun tidak tercatat sebagai warga miskin dalam data nasional. Bank dunia (World Bank) menetapkan garis kemiskian ekstrem pada angka sekitar USD 2,15 per hari atau setara Rp 13.777. Standar ini jauh lebih tinggi dari standar yang ditetapkan oleh BPS. Akibatnya, seseorang bisa di katakan sejahtera di data BPS namun di sisi lain seseorang juga akan tercatat menjadi warga dengan kategori miskin ekstrem di data Wolr Bank, dalam laporan tirto.id.
Hal ini serupa dengan laporan liputan6 dan dalam Detik Finance, world bank mencatat kemiskinan di Indonesia mencapai 60% dari populasi Indonesia. Versi world bank mencatat kemiskinan jauh lebih tinggi.
Angka Sebagai Alat Citra Baik
Ketimpangan ini tidak semata-mata persoalan angka, data dan teknis statistik semata, tetapi mencerminkan dampak sistemik dari penerapan sistem kapitalisme dalam tata kelola ekonomi dan sosial. Sistem ini menekankan pertumbuhan ekonomi dan daya saing investasi, bukan pemerataan kesejahteraan. Dalam kerangka kapitalisme, standar kemiskinan yang rendah bisa digunakan negara untuk mengklaim keberhasilan tak nyata dalam menurunkan angka kemiskinan. Namun kenyataanya, hal ini hanya manipulasi data demi menarik investasi asing dan membangun citra ekonomi yang stabil. Kapitalisme, dengan orientasinya pada pasar bebas dan keuntungan segelintir elite, telah gagal menyejahterakan mayoritas rakyat.
Selain itu, didalam jurnal JUPENDIS (2023) "Kemiskinan Struktural Akibat dari Tidak Berjalannya Fungsi Pemerintahan Secara Maksimal di Daerah Istimewa Yogyakarta", membahas tentang teori yang digunakan berkaitan dengan kemiskinan secara struktural. Kemiskinan ini disebabkan oleh kegagalan sistem pemerintah dalam melaksanakan fungsinya dengan baik, yang mencakup masalah distribusi anggaran, kebijakan ekonomi yang tidak merata, dan kurangnya pemberdayaan masyarakat. Kegagalan dalam menjalankan fungsi pemerintahan secara efektif memperburuk ketimpangan sosial dan menciptakan kemiskinan yang terus berkelanjutan.
Terlihat bahwa ketimpangan semakin lebar dan kemiskinan terus berlangsung meski secara statistik terlihat menurun. Semua itu tidak lain dikarenakan oleh system yang diterapkan. Penting sekiranya untuk mempertanyakan ulang sistem pengukuran dan kebijakan ekonomi yang digunakan, serta mencari alternatif sistem yang benar sesuai tuntuan Allah dan RasulNya
Solusi Islam Mengentaskan Kemiskinan
Ketika sebuah system telah menampakkan kegagalannya, segera mencari alternative solusi system lainnya. Islam tidak hanya sebagai agama ritual semata. Namun islam adalah system kehidupan juga.
Surah Al-Ma'idah (5:3): "….Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu…"
Surah An-Nahl (16:89): "Dan (ingatlah) pada hari Kami membangkitkan seorang rasul dari setiap umat untuk memberi persaksian terhadap mereka, dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an agar kamu menerangkan kepada mereka apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan agar ia menjadi petunjuk bagi orang-orang yang beriman."
Islam dapat memberikan solusi dalam pengentasan kemiskinan melalui sistem ekonomi islam. Didalam islam terdapat tiga jenis kepemilikan yaitu kepemilikan pribadi, umum, dan negara. Pembagian ini penting untuk menghindari dominasi ekonomi oleh pihak-pihak tertentu, seperti perusahaan yang menguasai sumber daya alam yang seharusnya milik bersama.
1. Kepemilikan Pribadi: Ini adalah harta yang diperoleh seseorang lewat kerja keras, warisan, atau pemberian. Setiap orang berhak memiliki harta pribadi, yang mendorong mereka untuk bekerja dan berusaha.
2. Kepemilikan Umum: Ini adalah sumber daya alam yang seharusnya dimanfaatkan bersama, seperti hutan, sungai, dan tambang. Sumber daya ini tidak boleh dikuasai oleh individu atau perusahaan swasta karena itu milik publik.
3. Kepemilikan Negara: Harta yang dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, seperti zakat, pajak, dan hasil dari peperangan. Negara bertanggung jawab untuk mengelola kekayaan ini untuk kesejahteraan semua orang.
Dalam Islam juga, terdapat cara pengelolaan harta harus sesuai dengan syariat, yang salah satunya melarang investasi yang mengandung riba (bunga). Sistem ekonomi Islam memastikan bahwa harta beredar di sektor yang nyata (riil) dan tidak diputar di pasar spekulatif yang hanya menguntungkan segelintir orang.
Selain itu, distribusi kekayaan dalam Islam juga berbeda dari kapitalisme. Negara wajib memastikan setiap orang mendapatkan kebutuhan dasar mereka, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan, tanpa harus membayar. Negara bertanggung jawab untuk menyediakan semua ini secara gratis. Selain itu, sistem warisan juga diatur dengan jelas, sehingga kekayaan dibagikan dengan adil kepada keluarga yang berhak. Jadi tidak ada kata miskin dari garis keturunan.
Sejarah menunjukkan keberhasilan sistem islam, seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang berhasil menyejahterakan rakyatnya dalam waktu singkat. Bahkan, pada masa pemerintahannya, tidak ada orang miskin yang perlu menerima zakat. Intinya, sistem ekonomi Islam menawarkan cara yang lebih adil dalam mendistribusikan kekayaan dan mengatasi kemiskinan, berbeda dengan kapitalisme yang sering kali membuat segelintir orang semakin kaya, sementara banyak orang lainnya terjebak dalam kemiskinan.
Wallahu’alam bishowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar