Anak Bangsa Berhak Mendapatkan Makanan Bergizi (bukan sekedar) Gratis


Oleh : Phihaniar Insaniputri

Inginnya makan yang bergizi dan menjadi sehat malah harus dirawat. Sebuah ironi tapi itu yang terjadi pada ratusan siswa di Bogor yang menjadi korban keracunan makan bergizi gratis (MBG). Per 15 mei 2025 tercatat ada 233 orang yang mengalami keracunan mulai dari siswa TK hingga SMA. Banyaknya jumlah korban membuat Dinas Kesehatan Bogor menetapkan status KLB atas kejadian ini. Adapun penyebab kejadian ini, menurut Dadan Hindayana selaku Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), adalah kontaminasi bakteri Salmonella dan E.Coli pada makanan yang menyebabkan gangguan pencernaan (Detik.com, 15/05/2025). Kedua bakteri ini umum ditemukan pada makanan yang masih mentah, setengah matang, tidak bersih atau dicuci dengan air yang sudah terkontaminasi terlebih dulu. Maka patutlah dipertanyakan tentang keamanan pangan program MBG ini, karena sudah seharusnya makanan bergizi yang dibagikan itu aman, sehat dan memenuhi standar kualitas. Apalagi ini bukanlah kasus keracunan yang pertama.
 
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 17 kejadian luar biasa akibat keracunan pangan dari program MBG selama periode 2025 diberbagai daerah (news.detik.com,15/05/2025).  Tentu jumlah ini mengkhawatirkan, karena 2025 saja belum sampai pada pertengahan tahun tapi keracunan massal sudah terjadi berulang kali dan jumlah korban pun bisa dikatakan tidak sedikit. Kejadian berulang dalam waktu yang berdekatan ini seharusnya menjadi perhatian dan pembelajaran bagi pemerintah dalam menjalankan program ini. Terlebih tujuan awal dari program besutan Presiden terpilih Prabowo Subianto ini adalah untuk meningkatkan taraf gizi anak bangsa. Bagaimana bisa memperbaiki gizi kalau makanan yang dibagikan saja tidak aman untuk dikonsumsi? Jangan sampai hanya karena gratis maka tidak lagi memperhatikan masalah kualitas.
 
Padahal sudah menjadi kewajiban pemerintah dan pihak terkait untuk memperhatikan dan memastikan keamanan makanan, mulai dari memperhatikan kredibilitas penyedia makanan hingga distribusinya, termasuk penyimpanan dan kebersihan makanan. Apalagi program ini menyediakan makanan dalam skala besar yang sudah pasti akan menghadapi banyak risiko. Maka diperlukan pengawasan yang ketat. Tanggung jawab pengawasan itu ada di Pemerintah, sehingga tidak bisa membebankan tanggung jawab itu hanya pada pihak penyedia makanan saja. Pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk mengedukasi pihak-pihak terkait tentang konsep keamanan pangan untuk mencegah terjadinya kasus keracunan. Jika memang terjadi keracunan pemerintah harus bertanggung jawab terhadap pengobatan korban dan yang paling penting adalah melakukan evaluasi. Kesalahan itu adalah suatu hal yang wajar, namun jangan hanya diwajarkan dan dimaklumi saja tapi harus ada perbaikan.
 
Berulangnya kejadian keracunan makanan akhirnya menghadirkan usulan pemberian asuransi kepada penerima program MBG yang diwacanakan oleh Badan Gizi Nasional dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai bagian dari upaya mitigasi untuk melindungi masyarakat dari kasus-kasus seperti keracunan makanan. Walau terlihat menjanjikan, usulan ini perlu dikritisi kembali. Mengapa? Karena hal ini mengindikasikan negara berlepas diri dari tanggung jawabnya sebagai penyelenggara, pengawas dan penjamin gizi masyarakat. Padahal menjamin keamanan pangan dan kecukupan gizi masyarakat adalah tanggung jawab negara, begitupun ketika terjadi kondisi yang tidak diinginkan. Bukannya malah menyerahkan tanggung jawab itu kepada pihak ketiga.
 
Selain itu, wacana asuransi ini bisa jadi semakin memberatkan masyarakat. Kenapa? karena nantinya negara harus membayar angsuran kepada pihak ketiga, yang mana hal ini bisa menambah beban anggaran. Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi dari penambahan beban ini, yang pertama negara pasti membutuhkan pemasukan tambahan. Dari mana? Tentu saja dari penarikan uang masyarakat melalui pajak dan berbagai tarif lainnya. Hal ini sudah pasti akan mempengaruhi harga di pasaran.  Yang kedua bisa jadi yang dikurangi adalah kualitas makanan MBG, karena anggaran yang ada akan dipangkas untuk membiayai angsuran. Dua kemungkinan ini semua akan berdampak negatif kepada masyarakat. Padahal masyarakat berhak mendapatkan makanan yang bergizi bukan sekedar gratis. Bukan pula mendapatkan asuransi hanya untuk mendapatkan makanan yang tidak bernutrisi. Kalau begini, bagaimana warga negara Republik Indonesia ini bisa memperbaiki asupan gizi?
 
Berbicara tentang perbaikan gizi banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi, dan penyelesaian masalahnya tidak bisa sekedar memberikan makan saja. Apalagi hanya satu kali makan. Maka program MBG ini hanyalah solusi parsial yang sama sekali tidak menyentuh akar permasalahannya. Padahal perbaikan gizi dimulai dari saat merencakan kehamilan, sehingga ketika proses kehamilan itu dimulai janin berkembang dalam kondisi yang optimal. Asupan gizi yang optimal ini hanya bisa didapatkan ketika kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi. Disinilah letak permasalahannya. Tidak semua masyarakat bisa memenuhi kebutuhan dasarnya dengan layak dan mengakses makanan sehat dan bernutrisi karena adanya ketimpangan ekonomi. Banyak masyarakat yang hidup hanya untuk bertahan dari hari ke hari. Makan sekedar kenyang tanpa peduli lagi tentang nutrisi dan gizi.
 
Oleh karena itu masyarakat membutuhkan peran negara yang bisa menjamin kebutuhan dasar mereka, sehingga para anak bangsa bisa tumbuh dengan optimal menjadi generasi yang sehat dan kuat. Menjadi generasi berkualitas yang bisa memimpin negara ini menuju kebangkitan yang hakiki, yaitu kebangkitan yang dilandasi ketaatan kepada aturan Allah Subhanallahuwata’ala. Satu hal yang pasti, kebangkitan ini tidak bisa dilakukan dalam sistem kapitalis yang menumbuh suburkan ketimpangan. Kebangkitan ini hanya bisa terjadi jika islam diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan termasuk pembentukan kebijakan.
 
Islam memahami bahwa penguasa atau negara adalah raa’in yang mengurus pemenuhan hajat hidup masyarakat dan juga junnah yang menjadi garda terdepan dalam mencegah berbagai kemudharatan pada masyarakat. Dengan demikian, negara akan memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar setiap warga negara tanpa mengabaikan satu orangpun dengan menjamin pemerataan distribusi kekayaan yang tepat sasaran, sehingga masyarakat bisa memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papannya. Karena masyarakat sehat dimulai dari lingkungan yang juga sehat. Tidak akan ada lagi pemukiman kumuh tidak layak huni yang memudahkan penyebaran penyakit. Tidak akan ada lagi distribusi makanan yang membahayakan kesehatan karena adanya kebijakan yang memastikan keamanan pangan di industri makanan. Negara juga akan memastikan kemudahan masyarakat dalam mengakses makanan sehat dan fasilitas kesehatan serta melakukan edukasi terkait pola makan sehat. Semua ini dilakukan karena negara memahami fungsinya dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan kuat.
 
Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan.” (HR.Muslim).
 
Wallahua’lam bishawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar