Oleh : Hanum Hanindita, S.Si (Penulis Artikel Islami)
Kasus kekerasan terhadap anak, baik fisik maupun seksual terus terjadi. Kekerasan yang dialami anak dilakukan oleh orang terdekat, bahkan di dalam keluarga. Beberapa fakta terbaru yang diungkap media terkait kasus ini meliputi bayi yang menjadi korban hingga anak yang ditelantarkan ayahnya.
Kisah tragis dialami bayi perempuan berusia 2 tahun yang dianiaya hingga kehilangan nyawa di tangan pasangan suami istri di Riau. Bayi malang ini memang sengaja dititipkan ibunya kepada pasutri tersebut karena sehari-hari ibunya harus bekerja setelah menjadi single parent. (medan.kompas.com, 15/06/25)
Pada waktu yang hampir bersamaan, seorang anak berusia 7 tahun ditemukan lemas tergeletak dengan kondisi tubuh kurus di lantai Pasar Kebayoran Lama. Korban dievakuasi oleh petugas Satpol PP dan dibawa ke Puskesmas Cipulir 2, Jakarta Selatan. Diduga, korban dianiaya oleh ayahnya di Surabaya lalu dibawa dan ditinggalkan di Jakarta. Kini, kasus tersebut masih diselidiki oleh tim gabungan dari Bareskrim Polri, Polda Metro Jaya, dan Polres Metro Jakarta Selatan. (kumparan.com, 15/06/25)
Keluarga seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak. Di sanalah anak mendapatkan perlindungan dan kasih sayang yang melimpah. Namun, melihat banyaknya kasus kekerasan pada anak yang melibatkan orang terdekat maupun keluarga tentu memunculkan pertanyaan dimana lagikah tempat yang aman bagi anak. Sudah sejauh mana peran yang dilakukan negara untuk menyelesaikan problem ini?
Akar Masalah Kekerasan Pada Anak
Kekerasan di lingkungan keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor ekonomi, emosi yang tidak terkontrol, kerusakan moral hingga iman yang lemah dan kurangnya pemahaman akan fungsi dan peran sebagai orang tua. Namun, semua ini pada hakikatnya adalah faktor cabang yang muncul karena adanya akar masalah yang menjadi penyebab utamanya.
Jika kita melihat secara mendalam, sistem kehidupan sekularisme kapitalismelah yang melahirkan masalah-masalah dalam keluarga. Sekularisme membuat individu berpikir dan bersikap tanpa menjadikan agama sebagai tolok ukur. Akibatnya dalam beraktivitas, mengedepankan hawa nafsu dan emosi yang biasanya berimbas buruk. Sedangkan kapitalisme membuat orang fokus mencari materi ataupun kesenangan duniawi di atas segalanya, tak peduli jika ia harus mengorbankan orang yang dicintainya. Hal ini juga termasuk meracuni keluarga.
Sekularisme membuat keluarga jauh dari ajaran nilai-nilai Islam, termasuk membuat para orang tua tidak memahami bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak. Sistem ini bahkan menghilangkan fitrah orang tua yang punya kewajiban melindungi anak-anak dan menjadikan rumah sebagai tempat yang paling aman untuk anak. Himpitan ekonomi kapitalisme juga sering menjadi alasan orangtua meninggalkan anak untuk bekerja dan menitipkan pada orang lain yang belum tentu menjamin keamanan anak. Bahkan pada beberapa kondisi akibat tekanan memenuhi kebutuhan hidup tak jarang orang tua sampai menyiksa, menelantarkan anak, atau melakukan kekerasan seksual.
Sekularisme kapitalisme juga memberikan pengaruh ke lingkungan dan tayangan media. Hal ini bisa menjadi pemicu terjadinya kekerasan pada anak. Tak jarang pelaku terpengaruh tayangan media sebelum melampiaskannya kepada korban.
Sistem ini telah membuat renggang hubungan sosial antar masyarakat. Mereka menjadi individualis dan tidak peduli pada sesama. Akhirnya karena efek cuek ini memudahkan terjadinya tindak kekerasan terhadap anak.
Di Indonesia sebenarnya sudah ada regulasi atau Undang-Undang tentang perlindungan anak, juga perlindungan atas kekerasan seksual pada anak, dan tentang pembangunan keluarga. Namun nyatanya semua itu tidak mampu menuntaskan persoalan kekerasan pada anak hingga akarnya. Sebab, UU tersebut dibangun dengan kerangka sekuler dan kapitalis, sehingga tidak menyentuh akar permasalahan terjadinya beragam kekerasan pada anak, yang disebabkan oleh faktor yang kompleks dan saling terkait satu sama lain dalam berbagai aspek.
Di sisi lain, sanksi yang diberikan kepada pelaku juga tidak tegas atau kurang berat. Sanksi tidak menjamin pelaku akan jera ataupun mencegah pihak-pihak lain melakukan hal serupa.
Islam Mengakhiri Kekerasan Pada Anak
Persoalan kekerasan fisik dan seksual pada anak, bukanlah masalah tunggal yang berdiri sendiri, melainkan problem yang memiliki akar permasalahan sistemik. Oleh karena itu, solusi menyeluruh juga harus sistemik, bukan solusi parsial yang bersifat tambal sulam berdasarkan fakta yang terjadi saja.
Solusi ini haruslah memiliki aspek ekonomi, aspek sosial-budaya, aspek hukum, dan tentu saja aspek politik dan pemerintahan agar bisa diterapkan dalam suatu institusi yang memiliki kemampuan menerapkan. Solusi ini hanya bisa diemban oleh negara, dan solusi demikian tidak bisa diberikan oleh negara dengan model saat ini yang menerapkan sekularisme kapitalisme. Hanya negara yang menerapkan Islam yang mampu menyelesaikannya.
Penerapan Islam secara sempurna dalam institusi negara akan menjamin terwujudnya berbagai hal esensial dalam kehidupan seperti kesejahteraan, keamanan, ketenteraman jiwa, serta terjaganya iman dan takwa kepada Allah Swt.. Sebab Islam adalah ideologi (sistem hidup) yang sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal.
Di dalam pandangan Islam salah satu fungsi keluarga adalah pelindung. Selain itu keluarga dalam Islam juga memiliki fungsi mencetak generasi berkepribadian Islam kepada seluruh anggota keluarganya. Tugas seperti ini tentunya tidak bisa dibebankan pada keluarga saja. Negara pun juga berperan di dalamnya. Bahkan menjadi garda utama.
Negara akan melakukan edukasi untuk membentuk kepribadian Islam, dan menguatkan pemahaman tentang peran dan hukum-hukum keluarga. Sehingga setiap individu dalam keluarga memiliki pemahaman yang lurus dan komitmen untuk melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan Islam untuknya termasuk dalam membangun keluarga. Negara akan melakukan pembinaan yang terintegrasi dan komprehensif dalam penerapan sistem pendidikan Islam maupun melalui berbagai media informasi dari Departemen Penerangan Khilafah.
Dari sisi penegakan hukum tentunya Khilafah akan menerapkan mekanisme sanksi yang menjerakan bagi pelaku kekerasan pada anak. Hal ini bertujuan untuk mencegah kasus serupa kembali terjadi. Pada aspek ekonomi pun Khilafah akan menerapkan sistem yang menjamin seluruh warga negara memperoleh kebutuhan dasarnya. Dengan demikian, tidak ada lagi orang tua yang stres karena himpitan ekonomi yang berujung menelantarkan atau menyiksa anak. Lapangan pekerjaan untuk laki-laki akan dibuka seluas-luasnya dan mudah memperolehnya.
Berdasarkan hal ini kita bisa menarik kesimpulan bahwa mengakhiri persoalan kekerasan fisik dan seksual yang terjadi terhadap anak di rumah, tidak hanya bisa diselesaikan dengan menuntut peran keluarga saja. Namun membutuhkan institusi yang lebih kuat sebagai perisai paripurna, yang menegakkan aturan-aturan Allah Swt. di muka bumi, yakni negara Khilafah Islamiah.
Pelaksanaan hukum Islam secara kaffah dalam berbagai aspek kehidupan yang diemban oleh Khilafah akan menjamin terwujudnya ketahanan keluarga yang kuat, dan mampu mencegah terjadinya kekerasan dalam keluarga. Anak hidup aman, nyaman dan bahagia hanya akan terwujud dalam naungan Khilafah.
Wallahua'lam bishowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar