Oleh : Sherly Agustina, M.Ag. (Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)
Penistaan agama kembali terjadi, otoritas Turki menangkap beberapa kartunis majalah satir setelah menerbitkan ilustrasi yang dinilai menyinggung agama karena dianggap menggambarkan Nabi Muhammad dan Nabi Musa. Kartun itu memicu kecaman luas dari pemerintah dan kelompok konservatif. Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut karya tersebut sebagai "provokasi keji" dan menegaskan bahwa pemerintah tak akan mentolerir penghinaan terhadap nilai-nilai sakral umat Islam.
Dalam ilustrasi kontroversial tersebut menampilkan dua sosok berjabat tangan di langit, dengan latar konflik bersenjata. Banyak pihak menilai gambar itu menyerupai Nabi Muhammad dan Nabi Musa. Kartun tersebut terbit beberapa hari setelah konflik berdarah 12 hari antara Iran dan Israel. Dalam pidatonya yang disiarkan televisi, Erdogan mengatakan bahwa gambar itu sebagai "kejahatan kebencian Islamofobia". "Kami tidak akan membiarkan siapa pun menghina Nabi kami dan tokoh suci agama lainnya. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum," katanya, seperti dikutip dari The Guardian pada Sabtu (5/7/2025).
Menteri Dalam Negeri Turki, Ali Yerlikaya, melalui akun X, membagikan video penangkapan kartunis utama LeMan, Dogan Pehlevan (DP). Dalam video itu, Pehlevan tampak diborgol dan diseret menaiki tangga. Tiga kartunis lain juga turut diamankan dari rumah masing-masing. Sementara Majalah LeMan telah mengeluarkan pernyataan permintaan maaf kepada pembaca yang tersinggung. Dalam klarifikasinya di X, mereka menyatakan kartun tersebut tidak dimaksudkan untuk menggambarkan Nabi Muhammad, melainkan ingin menyoroti penderitaan seorang pria muslim korban serangan Israel.
Namun klarifikasi itu tidak meredam kemarahan publik, lebih dari 200 orang turun ke jalan di pusat Istanbul untuk memprotes LeMan meski ada larangan demonstrasi dari pemerintah. Dalam laporan Reporters Without Borders tahun 2024, Turki menempati posisi ke-158 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers dunia, dengan sorotan terhadap tekanan berat terhadap jurnalisme dan kebebasan berpendapat. Pemerintah Turki menyatakan saat ini tengah dilakukan penyelidikan hukum berdasarkan pasal hasutan terhadap kebencian dan permusuhan antar kelompok. (CNN Indonesia.com, 5-7-2025)
Demokrasi Biang Keladi
Reaksi Erdogan yang begitu cepat terhadap penistaan agama yang terjadi di Turki patut diapresiasi. Hal tersebut sudah seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin negara muslim. Di era kebebasan atau liberalisme yang dijamin oleh demokrasi, segala hal bisa saja terjadi baik itu ucapan atau perbuatan yang bebas dan kebablasan. Pasalnya, penistaan agama sering terjadi di alam kebebasan terutama penistaan agama Islam. Penistaan agama (Islam) tidak hanya terjadi di Turki, tapi juga di negara lain termasuk Indonesia.
Penggambaran sosok Nabi dengan kartun atau karikatur dinilai tak memiliki etika dan tendensius sehingga memicu perselisihan atau konflik. Artinya, jika ingin penistaan agama tidak kembali terjadi harus dicari akar masalahnya agar tidak terus terulang. Jika ditelaah, akar masalahnya terletak pada demokrasi yang menjamin kebebasan bagi manusia. Walaupun kebebasan itu akan berbenturan dengan nilai-nilai agama, terutama agama Islam. Apabila hal ini terus terjadi akan memicu konflik dan emosi umat Islam yang merasa tersinggung karena dorongan akidah atau kecintaan pada agama. Maka, demokrasi tak layak lagi digunakan karena hanya akan membawa pada kerusakan.
Jelas, demokrasi yang dipakai oleh negeri-negeri muslim memberikan panggung bagi para penista agama dan pembeci Islam. Ditambah sistem saat ini yang diterapkan yaitu sekularisme membiarkan kehidupan dan negara tidak diatur oleh agama (Islam) sehingga penista agama tumbuh dengan subur dengan dalih kebebasan. Selain itu, hukuman bagi para penista agama tidak menimbulkan efek jera sehingga membuat penista agama bisa berulang kali melakukanya.
Khilafah Menjaga Kemuliaan Islam
Dalam Islam, beriman pada Nabi merupakan bagian dari rukun iman. Oleh karena itu, Nabi dalam agama Islam sangat dihormati dan tidak dibiarkan penggambaran atau karikatur Nabi yang dibuat kartun dan semisalnya. Hal tersebut merupakan penghinaan dan sikap tidak menghornati Nabi sebagai utusan Allah yang membawa risalah di muka bumi. Perilaku tersebut bertentangan dengan keimanan yang selama ini diyakini umat Islam.
Peradaban Islam yang pernah ada dibangun atas asas akidah yang lurus yaitu akidah Islam. Peradaban Islam tidak dibangun untuk mendapatkan manfaat materi semata, apalagi hanya memuaskan nafsu kebebasan. Peradaban Islam terefleksi secara praktis dalam Daulah Khilafah Islamiyyah. Islam memiliki mekanisme untuk menjaga kemuliaan Islam dengan penerapan sistem Islam dalam kehidupan oleh negara (Khilafah). Bahkan, Islam sangat menghargai perbedaan agama bahkan sangat toleran dengan agama di luar Islam. Sejarah panjang telah membuktikan hal tersebut, bahkan diakui oleh sejarawan Barat yang obyektif.
Thomas Walker Arnold, mengatakan Dalam bukunya, "Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan Khilafah Turki Utsmani--selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani--telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa." (The Preaching of Islam : A History of Propagation Of The Muslim Faith,1896,hlm. 134)
Dia juga mengatakan, "....kaum kalvinis Hungaria dan Transilvania serta Negara Utaris (Kesatuan) yang kemudian menggantikan kedua negara tersebut juga lebih suka tunduk pada pemerintah Turki daripada berada dibawah pemerintahan Hapsburg yang fanatik: kaum protestan Silesia pun sangat menghormati pemerintah Turki dan bersedia membayar kemerdekaan mereka dengan tunduk pada hukum Islam... kaum Cossack yang merupakan penganut kepercayaan dan selalu ditindas oleh Gereja Rusia, menghirup suasana toleransi dengan kaum Kristen dibawah pemerintahan Sultan".
Khilafah sangat menjaga kemuliaan Islam, tidak dibiarkan ada penistaan agama apalagi terhadap Baginda Nabi saw.. Begitu pun Islam sangat menghormati agama lain selain Islam, darah dan harta mereka dijaga dan dijamin oleh khalifah. Selama mereka tunduk pada syariat, Khilafah akan menjamin keamanan mereka. Jejak sejarah telah membuktikan, seperti apa yang disampaikan oleh TW. Arnold di atas.
Sanksi Islam bagi Penista
Selain itu, untuk menjaga agar tidak ada penistaan agama secara liar Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan untuk para penghina Nabi Muhammad saw.. Syarak telah menentukan dengan detil beragam sanksi untuk mereka, baik yang menghina secara langsung dan jelas substansi penghinaannya maupun penghinaan dengan pernyataan yang multitafsir, siapa pun pelakunya, baik kafir harbi, kafir dzimmi atau pun muslim. Contohnya, sikap tegas Khilafah Utsmaniyah terhadap para penghina Islam yaitu Khilafah Utsmaniyah sanggup menghentikan rencana pementasan drama karya Voltaire yang akan menistakan kemuliaan Nabi saw..
Begitu juga yang dilakukan oleh Khalifah Abdul Hamid II yang langsung mengultimatum Kerajaan Inggris agar menghentikan pementasan drama tersebut. Khalifah menegaskan, “Saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasul kita! Saya akan mengobarkan jihad akbar!” Inggris pun membatalkan pementasan drama tersebut.
Islam telah menggariskan bahwa pelaku penghinaan terhadap Rasulullah saw. haruslah mendapatkan hukuman yang berat. Ijmak ulama menyatakan bahwa hukuman bagi penghina Rasulullah adalah hukuman mati. Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam Sharimul Maslu,
إن من سب النَّبي صلى الله عليه وسلم من مسلم أو كافر فانه يجب قتله هذا مذهب عامة أهل العلم. قال ابن المنذر: أجمع عوام أهل العلم على أن حدَّ مَن سب النَّبي صلى الله عليه وسلم القتل
“Orang yang mencela Nabi saw., baik muslim atau kafir, ia wajib dibunuh. Ini adalah mazhab mayoritas ulama. Ibnu Munzir mengatakan: mayoritas ulama sepakat bahwa hukuman bagi pencela Nabi saw. adalah dibunuh.”
Dari ‘Ali ra.,
أَنَّ يَهُوْدِيَّةً كَانَتْ تَشْتِمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَقَعُ فِيْهِ، فَخَنَقَهَا رَجُلٌ حَتَّى مَاتَتْ فأَبْطَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَمَهَا.
“Seorang wanita Yahudi mencela Nabi saw. dan mencaci maki beliau, kemudian seorang laki-laki mencekiknya sampai mati, maka Rasulullah saw. membatalkan (hukuman atas) penumpahan darah wanita itu.” (Sunan Abi Dawud (XII/17, no. 4340), Al-Baihaqi (IX/200))
Betapa sempurnanya Islam mengatur semua aspek kehidupan termasuk sanksi tegas yang membuat efek jera pada penista agama. Sehingga tak seorang pun berani melakukan penistaan terhadap agama, berbanding terbalik dengan saat ini ketika kebebasan diagungkan akhirnya kebablasan dan membuat perpecahan serta kerusakan. Hanya Islam agama yang mencintai kedamaian, beda agama saling berdampingan. Masihkah kita ragu memperjuangkannya?
Allahua'lam Bishawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar