Guru Sejahtera, Harus Ada Peran Negara


Oleh : Hanum Hanindita, S.Si. (Penulis Artikel Islami)

Heboh soal tunjangan tambahan (tuta) guru dicoret dari APBD 2025 Banten. Kabar ini membuat banyak guru merasa terancam hidupnya. Sejumlah guru pun melakukan aksi protes terhadap kebijakan ini.

Massa guru mendatangi Gedung Negara Provinsi Banten. Mereka berdemonstrasi meminta kejelasan terkait tunjangan tambahan (tuta) yang sudah tak dibayarkan sekitar enam bulan oleh Pemprov Banten kepada para guru. Sementara itu, Plh Sekda Provinsi Banten Deden Apriandhi memberikan keterangan bahwa tuta dihapus karena aturan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 2025. Aturan itu menyatakan guru tak boleh menerima tunjangan tambahan. (news.detik.com, 03-07-25)

Kejadian ini adalah gambaran nasib guru dalam sistem hari ini. Guru yang mendapat predikat pahlawan tanpa tanda jasa kembali menelan pil pahit dari pemangku kebijakan. 


Kapitalisme Penyebab Guru Tak Sejahtera

Bagi Para Guru yang terjun di dunia pendidikan, keputusan ini sangat menyentuh. Bukan sekadar kehilangan nilai rupiah dalam slip gaji, melainkan luka pada harga diri profesi guru. Di tengah perjuangan mewujudkan Kurikulum Merdeka dengan Deep Learning, meningkatkan kualitas pembelajaran, dan menjaga semangat siswa untuk terus belajar, justru dukungan kesejahteraan dipangkas.

Hari ini, kesejahteraan guru memang masih menjadi PR bagi pemerintah daerah dan pusat. Polemik yang berkepanjangan ini seolah memperlihatkan jika pemerintah tak serius dalam memperhatikan kesejahteraan guru.

Penggajian guru erat dengan ketersediaan sumber dana negara. Sudah seharusnya pemerintah serius memperhatikan hal ini dan menjadikan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama. Alasannya karena guru memiliki peran di masyarakat yang tak bisa dipandang sebelah mata. Mereka adalah pilar pendidikan yang mendidik siswa demi lahirnya generasi unggul dan berkualitas. Selain itu, tak jarang guru pun dituntut untuk melaksanakan pekerjaan tambahan di luar pekerjaan pokoknya. Tentunya ini akan menambah beban di pundak guru.

Dengan pemangkasan tuta, alhasil penghasilan guru yang tak seberapa ini akan semakin berkurang. Maka tak jarang kita jumpai fenomena guru yang "nyambi" pekerjaan lain di luar profesinya. Bagaimana guru bisa fokus mendidik siswanya jika pikiran mereka masih bercabang mencari penghasilan tambahan. Apalagi biaya hidup hari ini terus melonjak naik.

Inilah akibatnya jika sistem kapitalisme diterapkan dalam pendidikan. Prioritas utama adalah mencapai keuntungan materi sebanyak-banyaknya dengan modal sekecil-kecilnya. Guru tak ubahnya dianggap sebagai faktor produksi yang menjual atau menghasilkan jasa dan gaji untuk mereka dipandang sebagai modal. Tentunya dalam prinsip kapitalisme modal akan ditekan seminimal mungkin untuk membayar jasa guru tanpa melihat betapa mulia dan besar peran yang sudah diberikan oleh mereka.

Di sisi lain, negara tidak sepenuhnya mengurusi pendidikan, namun juga menyerahkan kepada pihak swasta. Akibatnya pendidikan dikomersialisasi demi menguntungkan para kapitalis dalam bisnis pendidikan. Sudah bisa ditebak dalam kondisi seperti ini kesejahteraan guru tak mungkin jadi hal yang utama. Belum lagi sistem keuangan dalam kapitalisme yang banyak menggantungkan kepada skema utang, sehingga gaji besar dirasakan membebani negara. 


Islam Menyejahterakan Guru

Nasib guru merana hanya terjadi dalam negara yang menerapkan sistem pendidikan sekuler kapitalisme. Berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang akan memprioritaskan kesejahteraan kepada guru. Guru dalam Islam tak dipandang sekadar profesi. Namun posisinya sangat dihargai dan dihormati. Bahkan dalam Islam, siswa diperintahkan untuk menghormati gurunya demi keberkahan ilmu. Guru juga memiliki peran strategis dalam membina generasi dan memajukan peradaban bangsa. Sungguh ini adalah peran yang tak bisa disepelekan.

Sebagai bentuk penghargaan terhadap peran dan jasa guru, sekaligus memenuhi hak mereka, Negara Islam akan memberikan gaji yang tinggi. Negara mampu memberikan gaji yang tinggi karena memiliki sumber pemasukan yang beragam dengan nilai kekayaan yang besar. Hal ini tak dapat dilepaskan dengan penerapan sistem ekonomi Islam yang menentukan beragam sumber pemasukan termasuk dari pengelolaan sumber daya alam yang dalam Islam merupakan kepemilikan umum yang wajib dikelola negara.

Perlu diketahui juga hak untuk mendapatkan gaji tinggi atau tunjangan bukan didasari karena para guru tidak mampu dan kekurangan, melainkan karena besarnya pengaruh dan manfaat mereka untuk masa depan peradaban sehingga gaji tinggi wajib diberikan meskipun mereka sudah kaya dan berkecukupan.

Dalam pendapat Ibnu Muflih disampaikan sebagai berikut, “Wajib bagi imam (pemerintah) untuk memberikan perhatian kepada guru dan peserta didik, dan membiayai mereka dari kas negara, karena itu dapat menegakkan agama, jadi lebih utama dari jihad, karena (tanpa pendidikan) mungkin anak-anak tumbuh dengan ajaran yang sesat, sehingga tidak mungkin bisa dihilangkan dari hatinya.” (Abdullah Muhammad Ibnu Muflih, Al-Adab Asy-Syar’iyah [Beirut, Muassasah Ar-Risalah: 1999] Juz II, Halaman 52)

Dengan perlakuan istimewa dari negara terhadap para guru, tentunya akan menjadikan mereka senantiasa produktif, terjaga kualitas pengajarannya dan fokus dalam mencetak generasi unggul demi peradaban Islam yang mulia. Mereka tak perlu lagi memutar otak mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Kuncinya adalah hanya dengan penerapan kebijakan yang menjadikan Islam sebagai landasannya. Semua akan terwujud saat institusi Daulah Khilafah Islamiyah tegak di bumi Allah Swt.. Wallahua'lam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar