Oleh : Ummu Hanif Haidar
Presiden Prabowo menghadiri sesi pleno di Saint Petersburg bersama Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pangeran Bahrain Nasser bin Hamad. Prabowo menegaskan Indonesia memilih jalan tengah dalam ekonomi: memanfaatkan kapitalisme tapi tetap butuh intervensi pemerintah untuk melindungi rakyat miskin dan lemah. Ia merangkum filosofi ekonominya sebagai "kebaikan terbesar untuk sebanyak mungkin orang" dan menekankan pentingnya pemerintahan yang bersih dari korupsi. (Kumparannews).
Prabowo bicara soal ekonomi yang seimbang antara kapitalisme dan intervensi negara. Prabowo ingin negara hadir untuk rakyat miskin dan mencegah ketimpangan. Namun, klaim soal pemerintahan bersih dan antikorupsi bisa jadi kontra narasi jika dibandingkan dengan kondisi di dalam negeri.
Kejaksaan Agung menyita Rp11,8 triliun dari Wilmar Group terkait kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Uang itu dikembalikan oleh lima perusahaan Wilmar, termasuk PT Multimas Nabati Asahan dan PT Wilmar Nabati Indonesia, sebagai keuntungan ilegal menurut ahli.
Kasus ini sebelumnya sempat diputus lepas (ontslag) karena ada dugaan suap ke hakim. Kini penyidik ajukan kasasi, dan uang sitaan dimasukkan dalam memori kasasi untuk mengganti kerugian negara. Proses hukum masih berlangsung, belum inkrah.(Tirto.id).
Kasus ini menggambarkan realitas pahit korupsi sistemik, bahkan sampai putusan pengadilan bisa disuap. Skandal besar dengan nilai Rp11,8 triliun dan menunjukkan adanya keterlibatan korporasi besar dan pengacara. Ini jadi tantangan langsung buat janji Prabowo tentang pemerintahan bersih tadi.
Pidato Prabowo tampilkan citra idealis dan reformis, tapi kasus korupsi CPO menunjukkan bahwa penegakan hukum dan integritas masih jadi PR besar. Jadi, ada jurang antara narasi dan realitas.
Wilmar Group didirikan tahun 1991 di Singapura oleh Kuok Khoon Hong dan Martua Sitorus, berkembang pesat jadi raksasa agribisnis global. Wilmar memproduksi berbagai merek minyak goreng terkenal seperti Sania dan Fortune, serta bisnis lain seperti biodiesel, pupuk, dan penggilingan beras. Meski dikenal dengan komitmen keberlanjutan (NDPE), skandal ini mencoreng reputasi perusahaan. Wilmar menyatakan akan kooperatif dan tetap ingin mempertahankan posisinya sebagai pemimpin industri sawit dunia. (Beritasatu).
Wilmar selama ini dikenal global, tapi skandal ini menunjukkan bahwa etik bisnis bisa dikorbankan demi keuntungan cepat. Komitmen “no exploitation” tampak kontradiktif dengan realita suap. Kasus ini mencerminkan celah besar dalam pengawasan ekspor. Meski sudah sebesar Wilmar, perusahaan bisa menyuap dan nyaris lolos, hingga putusan awal sempat “lepas”. Skandal ini bisa merusak kepercayaan internasional terhadap produk sawit Indonesia, padahal sektor ini vital bagi ekspor dan petani kecil. Kasus besar ini muncul di awal masa pemerintahan baru, jadi ujian nyata untuk komitmen Prabowo terhadap pemberantasan korupsi dan reformasi hukum.
Kalau dibarengi dengan pidato Prabowo sebelumnya, ini bikin publik bertanya: "Apakah pemerintah benar-benar mampu mewujudkan pemerintahan bersih?"
Menko Polhukam Mahfud MD menyebut banyaknya korupsi justru lahir dari politisi hasil demokrasi. Ia menilai demokrasi tidak selalu menghasilkan tata kelola pemerintahan yang baik. Sejak 1945, Indonesia terus berganti bentuk demokrasi: dari parlementer, terpimpin, Pancasila, hingga demokrasi era Reformasi. Namun, justru di era Reformasi, korupsi makin merajalela.
Dalam Islam, kekuasaan bukan hak untuk diperebutkan demi kepentingan pribadi, tapi amanah besar yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Pemimpin dipilih bukan karena popularitas, tapi karena kemampuan (kompetensi) dan ketakwaan. Ini berbeda dengan sistem demokrasi modern yang sering kali melahirkan pemimpin hasil "uang" dan "lobi". Seorang pemimpin dalam Islam akan selalu merasa diawasi Allah dan menjaga diri dari pengkhianatan atau penyalahgunaan jabatan.
Islam tidak memisahkan agama dari politik. Justru, sistem Islam mengatur secara lengkap bagaimana pemerintahan dijalankan, termasuk soal anggaran, pengangkatan pejabat, audit kekayaan, distribusi kekayaan, dan lain-lain. Dalam sistem Khilafah, hukum Islam menjadi sumber utama dalam membuat kebijakan dan menghukum pelanggar. Korupsi bukan hanya masalah hukum, tapi juga masalah akidah.
Islam mensyaratkan bahwa pejabat negara harus takwa (takut kepada Allah) dan zuhud (tidak rakus dunia). Mereka harus dipilih karena integritas, bukan karena kekuatan modal atau dinasti politik. Seorang pejabat yang takut dosa dan tidak silau harta akan lebih berhati-hati dalam setiap keputusannya, bahkan dalam penggunaan harta negara sekalipun.
Pemimpin Islam fokus menjamin kebutuhan dasar rakyat (pendidikan, kesehatan, keamanan, pangan), bukan mencari proyek atau keuntungan pribadi.
Islam tidak membiarkan pelaku korupsi bebas dengan hukuman ringan atau damai. Sanksinya keras dan jelas, yaitu penyitaan harta, publikasi aib (untuk peringatan masyarakat), pengasingan, cambuk bahkan hukuman mati, jika kerugiannya besar dan berdampak sistemik. Tujuannya untuk mencegah orang lain melakukan hal yang sama.
Islam menawarkan pencegahan dan penanggulangan korupsi secara sistemis dan ideologis. Tidak cukup sekadar ganti pemimpin, tapi perlu ganti sistem dengan syariah Islam yang menyentuh akar masalah yaitu akidah, sistem hukum, sistem politik, hingga moral individu. Wallahu a'lam bisshowab. []
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar