Oleh : Wulan Safariyah (Aktivis Dakwah)
Sekolah Rakyat merupakan program pemerintah untuk menjamin pendidikan kalangan ekonomi bawah atau kurang mampu dengan tujuan menuntaskan kemiskinan. Program Sekolah Rakyat pertama kali dicetuskan sebagai bagian dari strategi pemerintah untuk menghapus kemiskinan dan meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin.
Program Sekolah Rakyat yang diinisiasi oleh pemerintah pusat kini memasuki babak penting pelaksanaannya di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda, Asli Nuryadin, menyampaikan bahwa keterlibatan pemerintah kota dalam proyek nasional tersebut bersifat fasilitatif, sementara kendali utama tetap berada di tangan kementerian-kementerian pusat. Samarinda sendiri menjadi salah satu dari 37 titik di seluruh Indonesia yang ditetapkan untuk pelaksanaan perdana program Sekolah Rakyat. (tribunkaltim.com)
Dilansir dari media kaltimpost.id (26/6/2025), bahwa kehadiran Sekolah Rakyat di Kaltim masih terhadang persoalan lahan. Dari lima usulan yang disodorkan ke pusat baru satu yang dianggap pusat siap. Samarinda jadi satu-satunya daerah yang bakal mulai mengerjakan fisik sekolah berasrama yang jadi program nasional itu.
Kepala Dinas Sosial Kaltim, Andi Muhammad Ishak, mengaku Samarinda berpeluang akan memulai pembangunan gedung Sekolah Rakyat tahun ini. Kementerian Sosial (Kemensos) yang notabene pengampu program ini sudah turun langsung ke Samarinda. Meninjau lokasi yang dicanangkan akan berdiri Sekolah Rakyat. Sementara empat usulan lainnya dari provinsi, Berau, Penajam Paser Utara, hingga Kutai Kartanegara belum tuntas urusan lahan.
Sekolah Rakyat menjadi salah satu solusi pemerataan pendidikan dasar hingga menengah. Lewat program ini, pusat mengakomodasi anak-anak yang tak lulus di jalur reguler atau berasal dari keluarga kurang mampu.
Menimbulkan Kesenjangan Sosial
Pembangunan Sekolah rakyat yang dicanangkan masih belum terealisasi secara nyata disebabkan beberapa titik yang menjadi target pembangunan masih terkendala lahan. Selain itu, pastinya juga memerlukan biyaya yang sangat besar. Daripada membangun sekolah rakyat, mengapa tidak sekolah yang sudah ada diperbaiki saja? Memberikan fasilitas yang lebih baik kepada sekolah-sekolah yang ada, buku dijamin gratis, memberikan subsidi bagi para siswa dan kesejahteraan bagi para guru,dsb. Itu dinilai lebih penting, bukan malah menambah progam baru.
Program Sekolah Rakyat pertama kali dicetuskan sebagai bagian dari strategi pemerintah untuk menghapus kemiskinan dan meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin. Akankah sekolah rakyat mampu menjadi solusi memutus rantai kemiskinan?
Sekolah rakyat adalah program nasional sebagai solusi untuk memutus rantai kemiskinan. Artinya, sekolah rakyat hadir untuk kelompok masyarakat dengan kondisi ekonomi bawah, atau dengan gambaran sekolah untuk mereka yang miskin. Hal ini akan menimbulkan perbedaan sosial pada status ekonomi masyarakat antara yang miskin dan kaya. Anak-anak yang bersekolah di sekolah rakyat akan dilabeli dengan anak-anak yang berasal dari ekonomi bawah (miskin), sedangkan anak-anak yang bersekolah disekolah lainnya akan dilabeli dengan anak-anak berasal dari ekonomi atas (kaya).
Pertanyaannya, kenapa ada perbedaan? Bukankah semua harusnya mendapatkan pendidikan dengan layanan yang sama, input output proses pun sama. Dikota atau desa terpencil, kaya dan miskin, tidak ada perbedaan agar tidak terjadi kesenjangan sosial diantara peserta didik.
Penldidikan berkasta sebenarnya telah ada sejak era penjajahan. Kapitalisme adalah sistem pemerintahan warisan penjajah yang memang menciptakan kesenjangan sosial antara miskin dan kaya. Bahkan hampir di semua lini kehidupan, tak terkecuali pendidikan. Alih-alih menjawab masalah akses pendidikan di negri ini yang belum berkeadilan, pemerintah justru memilih solusi instan yang kental dengan unsur pencitraan. Alhasil, perencanaan pembangunan sekolah rakyat justru menimbulkan beberapa komentar dari para pengamat pendidikan.
Diantaranya, dikutip dari penjelasan Ketua Bidang Advokasi P2G (Perhimpunan Pendidikan dan Guru) Iman Zanatul Haeri pada Histori.ID. "Di sekolah reguler sekarang sudah ada Jalur Afirmasi karena idealismenya sekolah itu milik semua orang. Ketika dipisahkan lagi dalam Sekolah Rakyat, kami ada kekhawatiran akan menimbulkan gap sosial atau kasta sosial baru".
Meski berpotensi baik, perencanaan pembangunan sekolah rakyat perlu dikaji ulang, sebab dengan adanya sekolah rakyat dinilai akan menimbulkan kesenjangan sosial. Program tersebut juga akan menelan anggaran besar, terutama untuk pembangunan gedung, penyediaan infrastruktur, dan kebutuhan tenaga pengajar.
Jangan sampai pemerintah terburu-buru membangun sekolah baru, tetapi tidak mengkaji ulang terkait besaran anggaran yang dibutuhkan. Bukankah pembiayaan sebuah program besar menjadi isu krusial yang tidak bisa disepelekan karena menyangkut beban APBN nantinya. Jangan sampai 20 persen alokasi pendidikan belum optimal dan justru menimbulkan permasalahan baru dalam jangka panjang.
Akar Masalah Kemiskinan
Sejatinya, sekolah Rakyat tidak akan memutuskan rantai kemiskinan karena akar persoalan bukan hanya masalah pendidikan saja, melainkan masalah kehidupan. Maka, memutus rantai kemiskinan tidak mungkin dapat terwujud hanya dengan cara instan yaitu menyediakan sekolah rakyat. Melainkan membutuhkan penyelesaian dari akarnya. Akar kemiskinan adalah diterapkannya sistem kapitalis sekuler. Sistem tersebut menciptakan kesenjangan besar antara warga negara kaya dan miskin.
Sistem kapitalisme sekuler memandang pendidikan sebagai ladang bisnis yang berbiaya mahal. Adapun jika ada program gratis atau murah biasanya dengan fasilitas seadanya, sedangkan sekolah mahal identik lebih unggul yang dikhususkan bagi kaum elite.
Dalam sistem kehidupan kapitalis sekuler, penguasa justru mengeluarkan kebijakan yang membuka peluang selebar-lebarnya bagi para pemilik modal untuk mengelola dan menguasai sumber daya alam (SDA) yang melimpah di negeri kaum muslim. Penguasa bersama korporasi mendulang keuntungan yang besar dengan nilai fantastis.
Padahal, hasil dari pengelolaan SDA, sangatlah mencukupi jika digunakan untuk kepentingan rakyat dalam memenuhi berbagai kebutuhan pokok, seperti penyediaan lapangan kerja yang luas, penyelenggaraan pendidikan maupun kesehatan yang merata dan terjangkau bagi seluruh rakyat sehingga masalah kemiskinan di negri ini mampu teratasi.
Islam Menjamin Pendidikan
Dalam Islam pendidikan bersumber dari hukum syara. Islam menjamin pendidikan bisa dinikmati oleh siapa saja, karena pendidikan merupakan hak semua masyarakat. Sedangkan negara wajib memenuhinya berdasarkan kebutuhan manusia.
Rasulullah saw. bersabda, ”Seorang imam (kepala negara/khalifah) adalah pengatur urusan umat/rakyat dan ia dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya”. (HR.Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, negara (Khilafah) wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh warga negara secara gratis dan berkualitas. Bahkan negara wajib menyediakan dan memberi kesempatan bagi setiap warga negara yang ingin melanjutkan pendidikan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Negara sudah selayaknya menyediakan gedung sekolah, laboratorium, perpustakaan, dan sarana ilmu pengetahuan agar lahir generasi mujtahid, ahli sain, teknokrat, dan ilmuan yang berkepribadian Islam. Sebab baik pendidikan umum maupun pendidikan agama harus berbasis akidah Islam.
Sejarah kegemilangan pendidikan dalam Islam mencakup periode panjang yang dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga terus berkembang sampai pada masa keemasan yaitu pada masa Dinasti Abbasiyah. Pendidikan Islam ditandai dengan penyebaran ilmu pengetahuan, pendirian berbagai lembaga pendidikan, dan terjemahan karya ilmiah dari berbagai bahasa.
Wallahu'alam bissawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar