Oleh : Sri Setyowati (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Pada hari Kamis (26/06/2025) di Mandailing Natal, Sumatera Utara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan operasi tangkap tangan (OTT) dalam dua perkara yang berbeda. Pertama, proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Sumatera Utara. Kedua, proyek di satuan kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah 1 Sumatera Utara. Kedua proyek tersebut bernilai sebesar Rp 231,8 miliar. (kumparan.com, 04/07/2025)
Sebelumnya, KPK juga menyorot dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di salah satu bank pelat merah periode 2020 sampai dengan 2024, dengan nilai proyek sekitar Rp 2,1 triliun. (beritasatu.com, 30/06/2025)
Media sosial tidak pernah sepi dari berita korupsi. Belum tuntas kasus korupsi yang terjadi sebelumnya seperti pada Pertamina, Wilmar Group dan lainnya, kini sudah muncul pelaku korupsi baru pada proyek pembangunan jalan dan pengadaan mesin EDC. Ini sebuah ironi dimana pemerintah berusaha melakukan penghematan uang negara dengan melakukan efisiensi pada Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi serta Kementerian Kesehatan yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 2025 dengan target sebesar 306,7 triliun. Efisiensi itu sendiri tentu akan berdampak buruk pada kualitas pelayanan publik terhadap kesehatan, pendidikan dan lainnya, apalagi dikorupsi.
Seperti kita ketahui, korupsi pada kasus di atas akan menciptakan ekonomi berbiaya tinggi karena adanya suap, gratifikasi, dan praktik tidak sehat lainnya yang meningkatkan biaya transaksi ekonomi. Penurunan kualitas barang dan jasa pun terjadi karena adanya penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa. Infrastruktur yang dibangun dan pengadaan mesin EDC menjadi buruk dan tidak tahan lama. Dana yang seharusnya digunakan untuk pelayanan dialihkan untuk kepentingan pribadi.
Kesenjangan sosial juga terjadi karena orang kaya dan mereka yang berkuasa dapat menggunakan pengaruh untuk keuntungan pribadi, sementara yang miskin makin terpinggirkan. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah juga berkurang karena hukum yang berlaku tidak tegas dan dapat diperjualbelikan.
Itulah yang terjadi dalam sistem demokrasi yang diterapkan saat ini. Kedaulatan beralih ke tangan segelintir elite yang korup. Kekuasaan hanya menjadi alat transaksi antara pejabat dan pemilik modal. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan ini mengabaikan halal haram sehingga tidak lagi menganggap korupsi sebagai sesuatu yang salah atau merugikan. Kurangnya kontrol juga menyuburkan praktik korupsi. Hukum bisa berubah kapan saja sesuai dengan kepentingan penguasa sehingga pemberantasannya tebang pilih.
Korupsi merupakan perbuatan khianat karena menggelapkan harta yang diamanatkan. Harta yang diperoleh tidak sesuai dengan syariat. Dalam Islam, untuk mengatasi korupsi dilakukan tindakan pencegahan (preventif) dan penindakan (kuratif).
Tindakan preventif dilakukan dengan; 1) rekrutmen aparat yang amanah, 2) pembinaan seluruh aparat, 3) memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparat, 4) aparat dilarang menerima suap dan hadiah, 5) kekayaan pejabat dihitung pada awal dan akhir jabatannya, 6) adanya kontrol dari masyarakat dan negara.
Untuk tindakan kuratif, sanksi (uqubat) para koruptor adalah takzir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim (kadi). Bentuk sanksinya mulai sekadar nasihat atau teguran dari hakim, penjara, pengenaan denda, pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa, hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Teknis hukuman mati itu bisa digantung atau dipancung. Berat atau ringannya hukuman takzir ini disesuaikan dengan berat atau ringannya kejahatan yang dilakukan.
Sistem sanksi dalam Islam berfungsi sebagai zawajir yaitu mencegah orang lain untuk melakukan tindakan kejahatan yang sama dan jawabir yaitu dapat menebus dosa pelaku kejahatan.
Selama sistem demokrasi sekuler yang diterapkan, korupsi akan sulit diberantas dan terus berulang karena sistem kehidupannya mendukung. Saatnya beralih pada sistem Islam yang mampu menuntaskan masalah korupsi hingga akarnya.
Wallāhu 'alam bishshawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar