KHUTBAH PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اللهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلًا نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا ٣٢ (اَلإِسْرَاءُ)
Alhamdulillâhi Rabbil ‘Âlamin, Segala puji bagi Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallâhu alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah Subhânahu Wa Taâlâ dengan sebenar-benarnya takwa sebagaimana firman-Nya;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (QS. Âli Imrân [3]: 102)
Sungguh takwa adalah benteng terakhir kita di tengah kehidupan akhir zaman saat ini. Dan sungguh, hanya dengan takwa kita akan selamat di dunia dan akhirat.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Di tengah upaya meraih bonus demografi dan mewujudkan visi Indonesia Emas, Indonesia justru dihadapkan pada persoalan serius yang mengancam generasi mudanya. Ketika arus liberalisme dan gaya hidup bebas makin mengakar, perilaku seksual di luar pernikahan dan penyimpangan seksual justru semakin dianggap biasa. Padahal, dampaknya sangat nyata dan mengkhawatirkan. Kementerian Kesehatan RI melaporkan peningkatan signifikan kasus sifilis, mencapai 23.347 kasus pada tahun 2024, meningkat 70% sejak 2018. Data BKKBN juga menunjukkan bahwa 59% remaja perempuan dan 74% remaja laki-laki usia 1519 tahun telah melakukan hubungan seksual. Hal ini berdampak pada lonjakan kehamilan remaja (36 per 1.000 remaja putri), kasus aborsi (750 ribu1,5 juta per tahun), serta peningkatan penyakit menular seksual, dengan lebih dari 4.500 kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) di kalangan muda pada 2024 dan 2.700 remaja 1518 tahun hidup dengan HIV hingga Maret 2025.
Perilaku seksual menyimpang pun turut menyumbang peningkatan penularan, terbukti dari penggerebekan dua pesta gay di Puncak Bogor yang melibatkan puluhan peserta, 30 di antaranya reaktif HIV dan sifilis. Mirisnya, perzinaan dan hubungan sesama jenis belum dilarang tegas secara hukum. KUHP hanya mengatur sebagai delik aduan, yang artinya tidak bisa diproses tanpa laporan pihak terkait. Padahal, dampak dari perilaku bebas ini sangat luas, bukan hanya merusak individu tetapi juga keluarga dan masyarakat. Jika dibiarkan, cita-cita menuju Indonesia Emas bisa tergelincir menjadi Indonesia Cemas.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Islam adalah satu-satunya peradaban yang secara tegas dan total melarang perzinaan serta perilaku seksual menyimpang. Allah Subhânahu Wa Taâlâ berfirman;
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا
”Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk” (QS. al-Isrâ’ [17]: 32).
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam juga bersabda;
مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشِّرْكِ بِاللَّهِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ نُطْفَةٍ وَضَعَهَا رَجُلٌ فِي رَحِمٍ لَا تَحِلُّ لَهُ
”Tidak ada dosa, setelah syirik, yang lebih besar daripada dosa seorang lelaki yang menumpahkan spermanya pada rahim yang tidak halal untuk dirinya” (HR. Ibnu Abi ad-Dunya).
Beliau juga bersabda;
لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ
”Allah telah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth” (liwaath/hubungan seks sesama jenis) (HR Ahmad dan at-Tirmidzi), sebagai larangan keras atas hubungan sesama jenis.
Islam telah menetapkan solusi mulia dalam mengatur hubungan antara pria dan wanita, yaitu melalui pernikahan. Dengan menikah, hubungan menjadi halal dan mendatangkan ketenangan, cinta, serta kasih sayang, sebagaimana firman Allah Subhânahu Wa Taâlâ yang artinya, Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan istri-istri kalian dari diri kalian sendiri agar kalian merasakan ketenteraman... (QS. ar-Rûm [30]: 21). Pernikahan menjaga kehormatan, menyalurkan kebutuhan biologis secara syari, serta melindungi nasab, hak perwalian, dan hukum waris.
Sebaliknya, perzinaan membawa kerusakan besar dalam kehidupan pribadi dan sosial. Ia menjadi pintu penularan penyakit menular seksual, merusak institusi keluarga, dan menyebabkan banyak bayi lahir tanpa nasab yang jelas atau dibuang bahkan dibunuh. Perzinaan juga mengacaukan sistem hukum terkait keturunan, perwalian, dan warisan. Maka sungguh ironis bila umat dan negara justru membiarkan praktik keji ini terus berlangsung, alih-alih menegakkan hukum syariat yang menyejahterakan.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Peningkatan penyakit menular seksual (PMS) merupakan dampak langsung dari sistem sekuler-liberal yang diterapkan di negeri ini. Sekularisme menyingkirkan aturan agama, termasuk larangan zina dan penyimpangan seksual, sementara liberalisme menjadikan kebebasan individu sebagai asas utama, termasuk dalam urusan seksualitas. Maka tidak cukup jika negara hanya fokus menangani PMS-nya saja tanpa mencabut akar masalahnya yaitu sistem sekuler-liberal yang diterapkan di negeri ini. Solusi sejati hanya dapat ditemukan dalam sistem Islam yang menjaga kehormatan dan kehidupan manusia.
Islam menetapkan sejumlah langkah menyeluruh untuk mencegah perzinaan dan kerusakan moral.
Pertama, negara wajib mendidik masyarakat agar bertakwa dan menjaga diri, termasuk menjaga iffah dengan ghaddul bashar (menjaga pandangan), menutup aurat, dan menjauhi zina.
Kedua, negara harus memfasilitasi pernikahan pemuda, termasuk dengan membenahi sistem ekonomi agar tidak menyulitkan mereka dalam membangun rumah tangga.
Ketiga, keluarga dan negara harus membekali pemuda dengan ilmu menuju pernikahan. Dengan begitu pasangan suami-istri terhindar dari konflik dalam rumah tangga dan jauh dari perceraian.
Keempat, negara harus melarang aktivitas yang membuka peluang zina seperti khalwat, ikhtilâth di pesta dan klub malam, serta pornografi dan pornoaksi.
Kelima, Islam menetapkan sanksi tegas atas pelaku zina dan penyimpangan seksual sesuai syariah, tanpa harus menunggu delik aduan. Zina lajang (ghayr muhshan) dihukum 100 cambukan, zina muhshan (sudah menikah) dirajam hingga mati, dan kaum gay dihukum mati. Hukuman dijatuhkan jika ada pengakuan atau empat saksi laki-laki yang menyaksikan langsung perbuatan tersebut.
Keenam, negara wajib mengobati penderita PMS agar tidak menular, dan istri berhak menuntut cerai jika suaminya mengidap penyakit berbahaya. Semua solusi ini hanya dapat diterapkan dalam sistem Islam secara kaaffah, yang hanya mungkin diwujudkan dalam naungan Khilafah. Tanpa itu, kerusakan moral dan penyakit sosial ini mustahil diberantas tuntas.
Sudah saatnya umat menyadari bahwa berbagai kerusakan moral dan penyakit sosial yang merajalela hari ini bukan sekadar masalah individu, melainkan akibat dari diterapkannya sistem hidup sekuler-liberal yang memisahkan agama dari kehidupan. Islam, sebagai satu-satunya sistem hidup yang diturunkan oleh Allah Subhânahu Wa Taâlâ, memiliki seperangkat aturan yang menyeluruh dan solutif untuk menjaga kehormatan, keturunan, dan kesehatan masyarakat. Maka, menerapkan syariah Islam secara kaaffah dalam naungan Khilafah bukan hanya kewajiban syari, tetapi juga kebutuhan mendesak demi menyelamatkan generasi dan menegakkan kehidupan yang bersih, bermartabat, dan diberkahi Allah Subhânahu Wa Taâlâ. WalLâhu alam bi ash-shawâb. []
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءَ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar