PPDB Berganti SPMB, Urgensinya Dimana?


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Deuih! Lagi-lagi yang dibahas adalah hal-hal receh. Bukannya fokus ke masalah pokok biar cepet terselesaikan. Itu tuh masalah tahun ajaran baru yang suka bikin rame tiap tahunnya. Ganti menteri ganti kebijakan. Emang bener banget! Sekarang z nih mulai tahun ajaran 2025/2026, sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) resmi berganti menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Hal ini berdasarkan Permendikdasmen 3/2025. Alasannya sih sebagai wujud evaluasi dan penyempurnaan dari kebijakan sebelumnya, pemberlakuan SPMB ditargetkan bisa meminimalkan kekisruhan tahunan seputar penerimaan murid baru.

Senjata boleh berganti agar lebih akurat dan tepat sasaran. Tapi jika hanya namanya saja yang diganti, atau ganti casing nya saja, ya percuma! Begitupun dengan sistem penerimaan murid baru, walau namanya terus diganti, atau bahkan kurikulumnya diganti, ya percuma toh sistem pendidikan yang dipakai masih sama, yaitu sistem pendidikan kapitalisme. Baru mulai dijalankan saja kekacauan sudah merebak dimana-mana. Penyakitnya juga sama, bahkan virusnya makin ganas, kayak iklan sabun mandi saja!

Telah terdeteksi berbagai kecurangan di berbagai wilayah, mulai permintaan biaya pendaftaran ulang, uang pembangunan sekolah, uang komite, biaya seragam sekolah lengkap dengan segala atributnya, dan buku. Selain itu, berlakunya sistem domisili juga tidak sesuai target karena masih ada sejumlah kawasan yang tidak masuk dalam jangkauan sekolah mana pun.

Jika sudah ke berbagai wilayah, mestinya sadar bahwa itu masalah itu bukan lagi teknis. Ini sudah sistemis. Solusinya juga jangan hanya teknis tapi haruslah menyeluruh. Jika dirunut, yang menjadi akar masalahnya adalah abainya negara dalam memenuhi kebutuhan pendidikan semua warga. Model kehidupan kapitalistik juga telah membuat sebagian orang menjadi serakah dan minim integritas. Hal itu mendorong mereka untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mereka memanfaatkan kesulitan orang lain untuk mendapatkan keuntungan. Parahnya lagi, kontrol sosial dari lingkungan masyarakat nyaris tidak berjalan. Pada akhirnya, praktik pungli menjadi hal yang dianggap biasa.

Pemerintah seharusnya menyediakan sarana sekolah sesuai kebutuhan masyarakat serta memastikan pemerataan fasilitas pendidikan dengan kualitas yang setara dan seragam di semua wilayah. Dengan demikian, kasus rebutan dan jual beli kursi, bahkan pungli dapat dihindari. Negara juga harus memastikan seluruh fasilitas itu bisa dinikmati oleh masyarakat secara cuma-cuma. 

Tidak hanya itu, negara juga harus hadir menjadi penanggung jawab pemenuhan seluruh hak rakyat yang tidak hanya dalam urusan pendidikan saja. Pendidikan gratis bukan berarti seadanya, bukan juga mengabaikan jasa guru dengan memberikannya gaji ala kadarnya. Oleh karena itu, solusi tuntasnya hanyalah dengan mengganti sistem yang menaungi pelaksanaan pendidikan tersebut, yakni dari sekuler kapitalisme menuju Islam. Sebab hanya sistem Islam yang menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok kolektif masyarakat yang wajib difasilitasi oleh negara. 

Dalam kitab Nizham al-Islam Bab Strategi Pendidikan hlm. 176, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah menyebutkan bahwa negara menyediakan perpustakaan, laboratorium, sarana ilmu pengetahuan lainnya, gedung-gedung sekolah, dan universitas untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang pengetahuan, seperti fikih, usul fikih, hadis, dan tafsir, termasuk di bidang ilmu murni, kedokteran, teknik, kimia, dan penemuan-penemuan baru (discovery and invention) sehingga lahir di tengah-tengah umat sekelompok besar mujtahid dan para penemu.

Penerapan sistem ekonomi Islam memberikan jaminan tersedianya sumber pendanaan yang besar dan melimpah. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah menjelaskan di dalam kitab Nizham al-Iqtishadiyi fii al-Islam (Sistem Ekonomi Islam) Bab “Baitulmal” hlm. 537, bahwa untuk melaksanakan tanggung jawab mewujudkan layanan pendidikan terbaik dan gratis untuk seluruh rakyat, Khilafah akan memanfaatkan sumber dana yang besar dan beragam yang dimilikinya. Di antaranya dari pos fai dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara. Sumber dana tersebut berupa ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan pajak (dharibah).

Selain itu, ada juga dana dari pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Jika sumber itu tidak mencukupi atau dikhawatirkan akan timbul efek negatif (dharar) saat ditunda pembiayaannya,  negara akan meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim.

Seluruh biaya pendidikan yang negara kelola itu akan dialokasikan untuk membayar gaji semua pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan, seperti guru, dosen, karyawan, dll. serta membiayai segala macam sarana dan prasarana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya. Selain mewujudkan layanan pendidikan gratis dan berkualitas, sistem Islam juga memberikan jaminan kehidupan secara keseluruhan.

Tidak hanya itu, pelaksanaan sistem pendidikan wajib ditopang oleh pelaksanaan sistem Islam secara menyeluruh mulai dari akar hingga ke daunnya, bukan secara parsial. Penerapan sistem politik Islam akan melahirkan para pemimpin yang berfungsi sebagai raa’in (penanggung jawab) bagi warganya, yang akan memenuhi kebutuhan asasi warganya dengan sepenuh hati dan segenap kemampuan. Kolaborasi itulah yang akan meniscayakan terwujudnya sistem pendidikan yang melahirkan generasi berkualitas pembangunan peradaban mulia.

Islam juga telah menjelaskan pengaturan hal-hal teknis dengan teperinci. Di dalam kitab Ajhizatu Daulati al-Khilafah fii al-Hukmi wa al-Idarati (Struktur Negara Khilafah di Dalam Pemerintahan dan Administrasi), disebutkan bahwa manajemen strategi pengaturan kepentingan rakyat harus dilakukan dengan sederhana, cepat, mudah, serta dikerjakan oleh pihak yang memiliki kapabilitas dan integritas. Ini artinya negara harus mengerahkan para ahli untuk merancang sistem penerimaan murid baru yang mudah, praktis, transparan, dan bisa diakses oleh seluruh individu rakyat.

Secanggih apa pun sistem penerimaan murid baru yang diterapkan, berbagai problematik yang sama akan terus berulang. Jelas, solusi tuntas hanya akan hadir dengan penerapan sistem Islam secara kaffah. Kita tidak bisa mencukupkan diri dengan solusi parsial dalam memperbaiki kualitas generasi. Kita butuh solusi sistemis dan komprehensif. Semua itu bisa terjadi jika kita kembali menegakkan sistem Islam yang berasal dari Zat Yang Maha Sempurna, yakni sistem Khilafah Islamiah. Sebagai warga negara yang baik, langkah pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan mengkaji Islam Kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis dan mendakwahkannya kepada masyarakat lainnya.

Allah SWT. berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208).

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar