Oleh : Lilis Nurhayati, S.H.I
Tagar #SaveRajaAmpat ramai di media sosial sebagai aksi protes terhadap kerusakan lingkungan akibat tambang nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Tabir eksploitasi Raja Ampat itu terkuak ketika aktivis Greenpeace Indonesia dan masyarakat adat Papua membentangkan banner bertuliskan " nikel mines destroy live(tambang nikel menghancurkan kehidupan)", saat wakil menteri luar negeri Arief Havas Oegroseno memberikan sambutan di acara Indonesia Critical Mineral Conference & Expo 2025, di Jakarta, Selasa (3/6/2025). Mereka menyuarakan aksi protes terhadap eksploitasi hilirisasi industri nikel yang menyebabkan kerusakan ekosistem alam dan sosial masyarakat.
UNESCO pada tahun 2023 telah menetapkan kawasan pulau- pulau di Raja Ampat sebagai Global Geopark karena tempat tersebut dikenal sebagai surga terakhir di dunia. Lautnya menyimpan lebih dari 75% spesies karang dunia, dengan sekitar 553 spesies karang keras dan lunak, menjadikannya salah satu ekosistem terkaya. Begitupun keanekaragaman hayati darat yang luar biasa, hutan tropis nya memperkaya ekosistem darat.
Namun aktivitas penambangan di pulau itu telah mengakibatkan deforestasi yang mencapai ratusan hektar. Deforestasi ini tidak hanya menghilangkan habitat alami berbagai spesies, tapi juga meningkatkan resiko erosi dan tanah longsor. Kerusakan ekosistem yang meluas mengancam keanekaragaman hayati Raja Ampat. Terumbu karang yang merupakan habitat bagi ribuan spesies ikan dan biota laut lainnya terancam punah . Kerusakan ini tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga pada masyarakat adat yang bergantung pada sumber daya laut untuk mata pencaharian mereka.
Bukan hanya di Raja Ampat, tambang dan industri smelter nikel di Morowali telah terlebih dahulu memicu kontroversi dg berbagai kerusakan lingkungan, termasuk banjir, longsor, dan pencemaran air. Di teluk wedu, Halmahera Tengah, industri nikel telah menyebabkan masuknya logam berat di rantai makanan dan peningkatan kadar merkuri dalam darah warga (Kompas 27-5-2025).
Secara global Indonesia menjadi produsen nikel terbesar, mencapai 2,2 juta ton pada 2024 (USGS 2025). Cadangan nikel Indonesia juga merupakan yang terbesar di dunia dengan cadangan teridentifikasi sebesar 55 juta ton. Maka tidak heran kalau sumber kekayaan alam ini dilirik oleh perusahaan2 swasta pertambangan. Di Raja Ampat sampai saat ini ada 5 izin usaha pertambangan yg masih aktif. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis daftar lima pulau yang menjadi lokasi tambang nikel. Pertambangan tersebut dioperasikan 5 perusahaan tambang, yaitu: PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa(MRP), PT Kawei Sejahtera Mining(KSM), dan PT Nurham. Perusahaan2 pertambangan tersebut telah melanggar aturan dan menyebabkan kerusakan lingkungan secara massif.
Sebuah kelaziman dalam sistem demokrasi ada hubungan yang erat antara penguasa dan pengusaha. Hubungan ini ibarat dua sisi mata uang yang saling membutuhkan. Pengusaha membutuhkan kebijakan politik yang mendukung iklim usaha seperti regulasi pajak atau izin usaha. Sebaliknya politikus sering mengandalkan dukungan finansial dari pengusaha untuk kampanye atau proyek politik. Inilah yang melahirkan simbiosis mutualisme yang sering tak sehat. Kebijakan publik dijadikan alat untuk melayani segelintir elit, bukan kepentingan rakyat. Relasi semacam ini bisa merusak sistem dan keadilan sosial. Ketika penguasa telah dekat dengan pengusaha, muncul kecenderungan korupsi, monopoli dan ketimpangan. Sementara rakyat hanya jadi penonton atau korban kebijakan.
Khusus di negeri ini, konsesi barang tambang termasuk nikel, tidak lebih dari persekongkolan oligarki politik dan pemilik modal. Bahkan Mohammad Zulfan Tadjoeddin dalam working papernya mengungkapkan ketidakadilan atas kepemilikan sumberdaya alam di Indonesia yang melahirkan konflik kekerasan, kemiskinan dan terhentinya pembangunan. Ini semua dihasilkan karena adanya perampasan hak kepemilikan umum masyarakat.
Islam memiliki pengaturan tentang hubungan antar manusia dan harta benda. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum. Rasulullah SAW bersabda: "kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, Padang rumput, dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad). Sumber daya alam yang jumlahnya sangat besar, seperti air, Padang rumput, dan api-yang dalam konteks modern bisa diterjemahkan sebagai tambang, minyak bumi, gas, hutan, laut dan sejenisnya -dikategorikan sebagai milkiyah 'ammah( kepemilikan umum).
Hadits ini menjelaskan bahwa tiga jenis sumber daya alam yang vital tersebut tidak boleh dimiliki individu atau swasta. Kepemilikan umum berarti hak pemanfaatannya dimiliki oleh seluruh rakyat, bukan perorangan atau korporasi. Negara hanya berfungsi sebagai pengelola dan pengurus(raa'in), bukan pemilik.
Islam juga melarang ekploitasi berlebihan yang merusak lingkungan dan mengancam keberlangsungan hidup. Allah SWT berfirman: "Telah nampak kerusakan di darat di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia." (TQS Ruum: 41). Karena itu Islam akan memastikan pengelolaan sumberdaya alam harus sesuai dengan tuntunan syariah yang tidak menimbulkan kerusakan dan kerugian.
Penerapan mabda’ Islam tersebut hanya dimungkinkan dalam sistem Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Eksistensi Khilafah adalah sebuah kewajiban agar tambang nikel serta tambang-tambang mineral lainnya dapat membawa manfaat ekonomi yang berkah dan berkelanjutan bagi umat Islam secara khusus dan umat manusia secara umum. Wallahualam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar